Nurhadi Nilai Janggal Sejumlah Penyitaan yang Dilakukan KPK
A
A
A
JAKARTA - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, buka-bukaan soal proses penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK di kediamannya pada 20 April 2016.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Nurhadi membantah menyobek dua dokumen dengan memo bersandi promotor untuk mengaburkannya dari mata penyidik.
"Saya tidak ingat pasti, tapi tanggal 19 April 2016 pada saat itu hari Rabu saya pulang kerja sekitar pukul 20.00 WIB di meja lantai dua. Ada dua dokumen beramplop cokelat. Satu tebal dan satunya lagi tipis," kata Nurhadi, Senin (15/8/2016).
Nurhadi mengaku tidak mengetahui siapa pengirim dokumen tersebut. Lantas Dia menyobek dua dokumen tersebut dan memasukkannya ke dalam tong sampah. Menurut Nurhadi, dokumen yang dia sobek merupakan fotokopi perkara Bank Danamon.
"Supaya dipahami betul di sini, penyitaan dilakukan tanggal 20 pada saat OTT (Operasi Tangkap Tangan) Doddy dan Edy Nasution. Tanggal 19 malam, berkas di meja lantai dua itu yang saya robek. Jadi sebelum penyitaan KPK sudah saya robek. Tapi yang saya heran, pas penyidikan jadi tiga kantong plastik, bukan satu lembar," ucap Nurhadi.
Dalam kesempatan itu, Nurhadi mengungkapkan adanya kejanggalan saat rekonstruksi. Dia mengaku melihat banyak dokumen perkara selain milik Bank Danamon disita penyidik.
"Ada beberapa yag disita, uang dan lain-lain. Satu tempat di kotak sampah itu. Tapi saat rekonstruksi kok banyak yang bukan putusan Danamon. Itu yang dipertanyakan," kata Nurhadi.
Ketua majelis hakim, Sumpeno, yang tertarik dengan pernyataan Nurhadi pun kemudian ikut bertanya, kapan penyitaan itu berlangsung.
"Pada tanggal 20 hampir tengah malam. Itu disita di kediaman, salah satunya yang dirobek itu. Tapi saya tegaskan di sini menjadi tiga kantong plastik pas di penyidikan dan justru tiga kantong plastiknya kebanyakan bukan putusan Danamon, tapi tebal sekali itu," tandas Nurhadi.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Nurhadi membantah menyobek dua dokumen dengan memo bersandi promotor untuk mengaburkannya dari mata penyidik.
"Saya tidak ingat pasti, tapi tanggal 19 April 2016 pada saat itu hari Rabu saya pulang kerja sekitar pukul 20.00 WIB di meja lantai dua. Ada dua dokumen beramplop cokelat. Satu tebal dan satunya lagi tipis," kata Nurhadi, Senin (15/8/2016).
Nurhadi mengaku tidak mengetahui siapa pengirim dokumen tersebut. Lantas Dia menyobek dua dokumen tersebut dan memasukkannya ke dalam tong sampah. Menurut Nurhadi, dokumen yang dia sobek merupakan fotokopi perkara Bank Danamon.
"Supaya dipahami betul di sini, penyitaan dilakukan tanggal 20 pada saat OTT (Operasi Tangkap Tangan) Doddy dan Edy Nasution. Tanggal 19 malam, berkas di meja lantai dua itu yang saya robek. Jadi sebelum penyitaan KPK sudah saya robek. Tapi yang saya heran, pas penyidikan jadi tiga kantong plastik, bukan satu lembar," ucap Nurhadi.
Dalam kesempatan itu, Nurhadi mengungkapkan adanya kejanggalan saat rekonstruksi. Dia mengaku melihat banyak dokumen perkara selain milik Bank Danamon disita penyidik.
"Ada beberapa yag disita, uang dan lain-lain. Satu tempat di kotak sampah itu. Tapi saat rekonstruksi kok banyak yang bukan putusan Danamon. Itu yang dipertanyakan," kata Nurhadi.
Ketua majelis hakim, Sumpeno, yang tertarik dengan pernyataan Nurhadi pun kemudian ikut bertanya, kapan penyitaan itu berlangsung.
"Pada tanggal 20 hampir tengah malam. Itu disita di kediaman, salah satunya yang dirobek itu. Tapi saya tegaskan di sini menjadi tiga kantong plastik pas di penyidikan dan justru tiga kantong plastiknya kebanyakan bukan putusan Danamon, tapi tebal sekali itu," tandas Nurhadi.
(maf)