China dan Sepak Bola

Senin, 08 Agustus 2016 - 10:54 WIB
China dan Sepak Bola
China dan Sepak Bola
A A A
Taji China dalam ekonomi dunia sudah dibuktikan. Bukan saja Asia yang mereka taklukkan dengan menggeser dominasi Jepang atau Korea Selatan, tetapi mereka bahkan mampu menggeser dominasi Amerika Serikat (AS) dan Eropa di kancah ekonomi dunia.

Berbagai perusahaan yang bergerak di bidang teknologi informasi mampu menjadi raja di dunia. Jika kondisi ekonomi China goyah, ekonomi dunia pun ikut goyah. Tidak cukup dalam ekonomi. Di bidang olahraga pun China menunjukkan keperkasaannya. Pada perhelatan olahraga dunia seperti Olimpiade, China selalu tampil trengginas bersaing dengan AS.

Olimpiade bisa menjadi acuan bagaimana China adalah negara besar di bidang olahraga. Sejak 1992 hingga 2000 China mampu menyodok di peringkat empat besar. Setelah itu China selalu bersaing dengan AS untuk bisa menjadi juara umum.

Pada Olimpiade 2012 di London, Inggris, China menempati peringkat kedua kalah dari AS. Namun ketika menjadi tuan rumah pada 2008, China berhasil mengalahkan AS. Meskipun perkasa dalam bidang ekonomi dan olahraga Olimpiade, China belum puas.

Meski olahraga sudah menjadi kekuatan dunia, sepak bola China masih kalah taji dengan Jepang dan Korea Selatan atau negara-negara Timur Tengah. Beberapa pesepak bola Jepang, Korea Selatan atau negara Timur Tengah telah merumput di klub-klub elite Eropa. Sepak bola China tidak seperkasa Jepang dan Korea Selatan. Kekuatan mereka dipandang sebelah mata.

Namun, dalam beberapa tahun ke depan, jangan kaget jika melihat sepak bola China akan mendunia seperti kiprah ekonomi dan olahraga Olimpiade. Bahkan Presiden China Xi Jinping menginginkan negaranya menjadi kekuatan baru sepak bola dunia, bukan sekadar Asia. Jinping bertekad menjadikan China sebagai tuan rumah Piala Dunia 2026 atau 2030. Dia ingin tim nasionalnya turut terlibat.

Guna mewujudkannya, China siap membangun berbagai sarana pendukung seperti lapangan standar internasional, membuka sekolah sepak bola. Langkah itu belum cukup. Pemerintah bahkan memberikan dorongan terhadap klub-klub lokal untuk ikut membangun kompetisi yang mempunyai kekuatan dunia.

Beberapa pemain top dunia didatangkan dengan nilai fantastis. Bisnis sepak bola China mulai menggeliat. Nilai hak siar mereka bahkan menyentuh nilai triliunan rupiah. Beberapa klub China berani menggelontorkan dana sekitar Rp3 triliun hanya untuk belanja pemain.

Cukupkah? Belum. Beberapa klub elite dunia dibeli dengan harga fantastis. Dua klub besar yang bermarkas di Milan, Italia, yaitu Inter Milan dan AC Milan, pun mereka bidik.

Konsorsium Sino-Europe Sports Investment Management Changxing sepakat menggelontorkan dana senilai 740 juta euro atau sekitar Rp10,76 triliun untuk mengakuisisi Milan. Kesepakatan itu terjadi setelah Presiden Silvio Berlusconi melepas 99,93% saham miliknya.

Sebelumnya Suning Holdings Group menguasai 68,55% saham Inter Milan dengan nilai sekitar 270 juta euro atau sekitar Rp4,1 triliun. Pengusaha kenamaan China Dr Tony Jiantong Xia mengambil alih kepemilikan Aston Villa dari Randy Lerner dengan dana sebesar 76 juta poundsterling Juli lalu. China juga turut menanamkan saham di Manchester City, West Bromwich Albion, Atletico Madrid (Spanyol), Espanyol (Spanyol), Sochaux (Prancis), dan ADO Den Haag (Belanda).

China memang mempunyai visi membangun sepak bola mereka untuk bisa "berbicara" di dunia. Peran pemerintah dan pebisnis begitu kental dalam membangun sepak bola, selain tentu asosiasi sepak bola China. Campur tangan pemerintah tentu ada dalam sepak bola China.

Karena tanpa campur tangan pemerintah, sepak bola sepertinya akan sulit berkembang. Begitu juga dengan pihak swasta atau pebisnis yang ingin sepak bola bergerak sesuai dengan kepentingan sepak bola, bukan politik atau kelompok tertentu.

Tak perlu membandingkan sepak bola China dengan Indonesia yang masih berkutat dengan persoalan mendasar tentang manajemen sepak bola. Bahwa sepak bola China akan berbicara di dunia sudah tertata.

Adapun Indonesia, manajemen sepak bolanya harus ditata kembali dengan memulai sinergi yang baik antara asosiasi, pemain, klub, suporter, pemerintah, dan swasta. Setelah itu, tancapkan visi dan lakukan misi sepak bola Indonesia.

(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6449 seconds (0.1#10.140)