Tunda Eksekusi Terpidana Mati, Jaksa Agung Terus Dikritik
A
A
A
PEKANBARU - Pembatalan pelaksanaan eksekusi 10 terpidana mati oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Jumat 29 Juli 2016 dini hari terus dipertanyakan.
"Kita petanyakan mengapa yang 10 terpidana mati tidak dieksusi yang empat bisa dieksekusi. Jangan karena alasan cuaca, atau karena ini, itu," kata Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul saat kunjungan kerja di Pekanbaru, Senin (1/8/2016).
Keputusan penundaan eksekusi itu oleh Jaksa Agung M Prasetyo dinilainya telah menjadi polemik. "Sekarang (penundaan) jadi polemik. Saya minta sahabat aku, Prasetyo jangan ragu-ragulah," ucapnya. (Baca juga: Jika Freddy Budiman Bisa Bangun, Tanya Kok yang Lain Tak Dieksekusi)
Menurut dia, Kejagung harus bertindak sesuai koridor hukum. Kasus yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) harus dijalankan. "Ingat yang sudah inkracht tidak boleh ada upaya hukum lainnya," tutur politikus Partai Demokrat itu.
Dia juga menyinggung terkait proses hukum peninjauan kembali (PK) di Indonesia yang bisa berulang-ulang. "PK di negara kita ini seperti film Rambo. Ada PK 1, PK 2, PK 3, ini menunda-nunda eksekusi saja," tandasnya. (Baca juga: DPR Minta Jaksa Agung Jelaskan Penundaan Eksekusi Mati 10 Terpidana)
Ruhut juga mengingatkan pegiat hak asasi manusia (HAM) untuk tidak membela gembong narkoba. "Eh penggiat HAM, harus pikirkan juga berapa banyak korban gara-gara narkoba. Para gembong narkoba ini telah melanggar HAM. Sudah ada 5 juta warga kita jadi 'sampah' gara-gara narkoba," katanya.
"Kita petanyakan mengapa yang 10 terpidana mati tidak dieksusi yang empat bisa dieksekusi. Jangan karena alasan cuaca, atau karena ini, itu," kata Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul saat kunjungan kerja di Pekanbaru, Senin (1/8/2016).
Keputusan penundaan eksekusi itu oleh Jaksa Agung M Prasetyo dinilainya telah menjadi polemik. "Sekarang (penundaan) jadi polemik. Saya minta sahabat aku, Prasetyo jangan ragu-ragulah," ucapnya. (Baca juga: Jika Freddy Budiman Bisa Bangun, Tanya Kok yang Lain Tak Dieksekusi)
Menurut dia, Kejagung harus bertindak sesuai koridor hukum. Kasus yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) harus dijalankan. "Ingat yang sudah inkracht tidak boleh ada upaya hukum lainnya," tutur politikus Partai Demokrat itu.
Dia juga menyinggung terkait proses hukum peninjauan kembali (PK) di Indonesia yang bisa berulang-ulang. "PK di negara kita ini seperti film Rambo. Ada PK 1, PK 2, PK 3, ini menunda-nunda eksekusi saja," tandasnya. (Baca juga: DPR Minta Jaksa Agung Jelaskan Penundaan Eksekusi Mati 10 Terpidana)
Ruhut juga mengingatkan pegiat hak asasi manusia (HAM) untuk tidak membela gembong narkoba. "Eh penggiat HAM, harus pikirkan juga berapa banyak korban gara-gara narkoba. Para gembong narkoba ini telah melanggar HAM. Sudah ada 5 juta warga kita jadi 'sampah' gara-gara narkoba," katanya.
(dam)