BIN Dianggap Kecolongan soal Kasus Vaksin Palsu
A
A
A
JAKARTA - Badan Intelijen Negara (BIN) dianggap kecolongan dalam kasus peredaran vaksin palsu. Sebab, lembaga yang dipimpin Sutiyoso ini gagal melakukan pencegahan atau deteksi dini.
Hal itu tertuang dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelejen Negara mengatur bahwa Intelijen Negara berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan nasional.
Anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad menilai kasus beredarnya vaksin palsu untuk anak yang baru-baru ini terungkap sangat mengerikan. Meskipun belum ada penelitian medis yang ilmiah dan akurat, namun secara sederhana bahaya vaksin palsu yang paling konkrit adalah tidak terlindunginya anak-anak dari ancaman penyakit yang seharusnya dicegah dengan vaksinasi.
Dia merujuk pada korbannya yang sangat banyak dan merupakan generasi muda. Menurutnya, kasus vaksin palsu ini dapat dikategorikan sebagai ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional.
"Yang patut disayangkan adalah tidak terlihatnya peran BIN dalam mendeteksi dan mengungkap kasus vaksin palsu ini," ujarnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta (18/7/2016).
Dia berpandangan, seharusnya BIN tidak mempersepsikan ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional dalam arti sempit seperti soal terorisme atau separatisme belaka. Dia menjelaskan, kasus seperti vaksin palsu ini justru merupakan ancaman yang lebih nyata.
"Ada gejala BIN kurang dapat menjalankan fungsi penyelidikannya dalam kasus ini," ungkapnya.
Terlebih, pada awal pelantikannya Kepala BIN Sutiyoso menyatakan akan merekrut 1.000 orang anggota dengan kualifikasi dari berbagai disiplin ilmu. "Kalau fungsi penyelidikan tersebut berjalan, saya yakin kasus ini sudah terungkap jauh hari sehingga banyak anak yang bisa diselamatkan," pungkasnya.
Hal itu tertuang dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelejen Negara mengatur bahwa Intelijen Negara berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan nasional.
Anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad menilai kasus beredarnya vaksin palsu untuk anak yang baru-baru ini terungkap sangat mengerikan. Meskipun belum ada penelitian medis yang ilmiah dan akurat, namun secara sederhana bahaya vaksin palsu yang paling konkrit adalah tidak terlindunginya anak-anak dari ancaman penyakit yang seharusnya dicegah dengan vaksinasi.
Dia merujuk pada korbannya yang sangat banyak dan merupakan generasi muda. Menurutnya, kasus vaksin palsu ini dapat dikategorikan sebagai ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional.
"Yang patut disayangkan adalah tidak terlihatnya peran BIN dalam mendeteksi dan mengungkap kasus vaksin palsu ini," ujarnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta (18/7/2016).
Dia berpandangan, seharusnya BIN tidak mempersepsikan ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional dalam arti sempit seperti soal terorisme atau separatisme belaka. Dia menjelaskan, kasus seperti vaksin palsu ini justru merupakan ancaman yang lebih nyata.
"Ada gejala BIN kurang dapat menjalankan fungsi penyelidikannya dalam kasus ini," ungkapnya.
Terlebih, pada awal pelantikannya Kepala BIN Sutiyoso menyatakan akan merekrut 1.000 orang anggota dengan kualifikasi dari berbagai disiplin ilmu. "Kalau fungsi penyelidikan tersebut berjalan, saya yakin kasus ini sudah terungkap jauh hari sehingga banyak anak yang bisa diselamatkan," pungkasnya.
(kri)