IDAI Usulkan Pemeriksaan Bayi di RS Penerima Vaksin Palsu
A
A
A
JAKARTA - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) sejak beberapa pekan lalu membongkar kasus peredaran vaksin palsu untuk bayi. Pada hari ini, Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek telah membeberkan nama 14 rumah sakit yang menerima vaksin palsu.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan menyakini vaksin palsu tidak terlalu bahaya. Pasalnya, anak dapat menerima zat natrium clorida (NaCL).
"Efek jelek, efek samping dari seluruh komponen ini Insya Allah tidak terjadi, karena bisa diterima di tubuh anak," ujar Aman Bhakti Pulungan dalam rapat kerja dengan komisi IX DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (14/7/2016).
Dia mengatakan sekitar lima juta bayi menerima vaksin setiap tahunnya. Dia menjelaskan, vaksin dasar yang diberikan ke anak berasal dari pemerintah melalui PT Bio Farma dan itu asli. Dari lima juta bayi, hanya 1% yang tidak menggunakan vaksin dari pemerintah.
Dari 1%, sekitar 10% di antaranya (0,01%) diduga menggunakan vaksin palsu. Kendati demikian, angka demikian tidak bisa disepelekan. "Jangan lihat angkanya kecil, 0,01%. Tetapi, kalau 0,01% terhadap jumlah anak yang jutaan, tetap harus dipertimbangkan karena bayi yang menerima vaksin palsu dipastikan tak mendapatkan kekebalan tubuh (imunitas).Ini bisa terjadi dan yang seharusnya anak dapat antibodi, ini tidak dapat," tuturnya.
Oleh karena itu, Aman menyarankan perlunya pemeriksaan terhadap anak yang pernah menjalani vaksinasi dari rumah sakit atau fasilitas kesehatan penerima vaksin palsu.
"Periksa antibodinya. Dari sampel yang kita duga, kalau antiobodinya masih ada, semua akan tenang. Masalah hukum, kita serahkan ke bapak-bapak ini (Bareskrim Polri)," katanya.
Dalam rapat itu, hadir pula Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto dan pimpinan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), PT Bio Farma, serta Satuan Tugas Penanggulangan Vaksin Palsu.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan menyakini vaksin palsu tidak terlalu bahaya. Pasalnya, anak dapat menerima zat natrium clorida (NaCL).
"Efek jelek, efek samping dari seluruh komponen ini Insya Allah tidak terjadi, karena bisa diterima di tubuh anak," ujar Aman Bhakti Pulungan dalam rapat kerja dengan komisi IX DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (14/7/2016).
Dia mengatakan sekitar lima juta bayi menerima vaksin setiap tahunnya. Dia menjelaskan, vaksin dasar yang diberikan ke anak berasal dari pemerintah melalui PT Bio Farma dan itu asli. Dari lima juta bayi, hanya 1% yang tidak menggunakan vaksin dari pemerintah.
Dari 1%, sekitar 10% di antaranya (0,01%) diduga menggunakan vaksin palsu. Kendati demikian, angka demikian tidak bisa disepelekan. "Jangan lihat angkanya kecil, 0,01%. Tetapi, kalau 0,01% terhadap jumlah anak yang jutaan, tetap harus dipertimbangkan karena bayi yang menerima vaksin palsu dipastikan tak mendapatkan kekebalan tubuh (imunitas).Ini bisa terjadi dan yang seharusnya anak dapat antibodi, ini tidak dapat," tuturnya.
Oleh karena itu, Aman menyarankan perlunya pemeriksaan terhadap anak yang pernah menjalani vaksinasi dari rumah sakit atau fasilitas kesehatan penerima vaksin palsu.
"Periksa antibodinya. Dari sampel yang kita duga, kalau antiobodinya masih ada, semua akan tenang. Masalah hukum, kita serahkan ke bapak-bapak ini (Bareskrim Polri)," katanya.
Dalam rapat itu, hadir pula Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto dan pimpinan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), PT Bio Farma, serta Satuan Tugas Penanggulangan Vaksin Palsu.
(dam)