DPR Minta Oknum Paspampres Beli Senjata Ilegal Dihukum
A
A
A
JAKARTA - Kabar bahwa seorang Anggota US Army Audi Sumilat didakwa telah menyelundupkan senjata untuk Pasukan Pengaman Presiden dan Wakil Presiden (Paspampres) RI pada 2015 membuat kaget Wakil Ketua Komisi I DPR Tb Hasanuddin. Sebab, tidak ada alokasi anggaran untuk pengadaan senjata bagi Paspampres dalam APBN 2015.
Maka itu, TNI didesak untuk menjelaskan informasi tentang pembelian senjata oleh Paspampres dari seorang anggota US Army. Sebab, ada kekhawatiran Paspampres membeli senjata secara ilegal.
“Sepengetahuan kami di Komisi I DPR, tahun 2015 tidak ada program Mabes TNI untuk membeli senjata genggam sekian pucuk untuk Paspampres. Kami khawatir ini pembelian ilegal yang dilakukan oleh perorangan atau oknum Paspampres yang membeli dari oknum aparat di Amerika Serikat,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya yang diterima Sindonews, Sabtu (9/7/2016).
Mantan sekretaris militer Kepresidenan ini menuturkan, sejauh ini Komisi I DPR juga belum mendapat penjelasan resmi dari TNI. Namun, dia menegaskan, lazimnya pembelian senjata untuk TNI dilakukan secara resmi ke pihak yang resmi pula.
Karenanya, jika benar ada pengadaan senjata untuk Paspampres, Tb Hasanuddin menegaskan, maka seharusnya dilakukan sesuai prosedur yang berlaku, yaitu melalui kontrak pengadaan oleh Mabes TNI. “Tidak boleh langsung oleh Paspampres dengan oknum di USA,” tegasnya.
TNI pun diharapkannya segera memberikan klarifikasi. “Dan kalau benar ada oknum Paspampres yang melakukan pembelian ilegal, seharusnya diambil proses hukum sesuai aturan yang berlaku,” pungkas mantan Kepala Staf Garnisun Wilayah DKI Jakarta ini.
Sekadar informasi, Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Republik Indonesia diduga membeli senjata secara ilegal dari Amerika Serikat (AS). Padahal, lembaga tersebut tidak memiliki kewenangan untuk melakukan transaksi jual-beli senjata.
Kabar ini diketahui dari media asing di AS. New York Times mengulas Audi Sumilat (36) adalah anggota angkatan darat Negeri Paman Sam yang bertanggung jawab atas kasus penyelundupan senjata ini. Tidak hanya ke Indonesia, tetapi ia juga mendistribusikannya ke sejumlah negara, seperti Ghana, Kanada, dan Meksiko.
Kasusnya ini sekrang ditangani Pengadilan Negeri New Hampshire. Jika terbukti bersalah, maka Sumilat terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan sanksi administratif USD250 ribu atau Rp3,2 miliar. Vonisnya akan dijatuhkan pada Oktober 2016.
Bill Morse, asisten jaksa yang menangani perkara ini, mengungkapkan Sumilat sudah mengakui kesalahannya di persidangan. Dia juga mengaku bahwa dalam menjalankan aksinya dibantu oleh tiga anggota lain. Seorang dari mereka telah dijadwalkan lebih dulu, yakni pada 19 Juli 2016.
Penyelundupan itu direncanakan pada 2014, ketika mereka sama-sama diposkan dalam pelatihan militer di Fort Benning, Georgia. Senjata-senjata itu dibeli dari Texas untuk kemudian dia selundupkan ke dalam perahu dan dibawa kepada seorang rekannya yang sudah menunggu di New Hampshire.
Dari sana, senjata teresbut diantarkan ke penjaga yang hendak berkunjung ke Washington DC dan penjaga lain yang akan melakukan perjalanan ke Majelis Umum PBB yang berbasis di New York. Dari situlah, senjata-senjata itu diselundupkan keluar AS.
Maka itu, TNI didesak untuk menjelaskan informasi tentang pembelian senjata oleh Paspampres dari seorang anggota US Army. Sebab, ada kekhawatiran Paspampres membeli senjata secara ilegal.
“Sepengetahuan kami di Komisi I DPR, tahun 2015 tidak ada program Mabes TNI untuk membeli senjata genggam sekian pucuk untuk Paspampres. Kami khawatir ini pembelian ilegal yang dilakukan oleh perorangan atau oknum Paspampres yang membeli dari oknum aparat di Amerika Serikat,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya yang diterima Sindonews, Sabtu (9/7/2016).
Mantan sekretaris militer Kepresidenan ini menuturkan, sejauh ini Komisi I DPR juga belum mendapat penjelasan resmi dari TNI. Namun, dia menegaskan, lazimnya pembelian senjata untuk TNI dilakukan secara resmi ke pihak yang resmi pula.
Karenanya, jika benar ada pengadaan senjata untuk Paspampres, Tb Hasanuddin menegaskan, maka seharusnya dilakukan sesuai prosedur yang berlaku, yaitu melalui kontrak pengadaan oleh Mabes TNI. “Tidak boleh langsung oleh Paspampres dengan oknum di USA,” tegasnya.
TNI pun diharapkannya segera memberikan klarifikasi. “Dan kalau benar ada oknum Paspampres yang melakukan pembelian ilegal, seharusnya diambil proses hukum sesuai aturan yang berlaku,” pungkas mantan Kepala Staf Garnisun Wilayah DKI Jakarta ini.
Sekadar informasi, Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Republik Indonesia diduga membeli senjata secara ilegal dari Amerika Serikat (AS). Padahal, lembaga tersebut tidak memiliki kewenangan untuk melakukan transaksi jual-beli senjata.
Kabar ini diketahui dari media asing di AS. New York Times mengulas Audi Sumilat (36) adalah anggota angkatan darat Negeri Paman Sam yang bertanggung jawab atas kasus penyelundupan senjata ini. Tidak hanya ke Indonesia, tetapi ia juga mendistribusikannya ke sejumlah negara, seperti Ghana, Kanada, dan Meksiko.
Kasusnya ini sekrang ditangani Pengadilan Negeri New Hampshire. Jika terbukti bersalah, maka Sumilat terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan sanksi administratif USD250 ribu atau Rp3,2 miliar. Vonisnya akan dijatuhkan pada Oktober 2016.
Bill Morse, asisten jaksa yang menangani perkara ini, mengungkapkan Sumilat sudah mengakui kesalahannya di persidangan. Dia juga mengaku bahwa dalam menjalankan aksinya dibantu oleh tiga anggota lain. Seorang dari mereka telah dijadwalkan lebih dulu, yakni pada 19 Juli 2016.
Penyelundupan itu direncanakan pada 2014, ketika mereka sama-sama diposkan dalam pelatihan militer di Fort Benning, Georgia. Senjata-senjata itu dibeli dari Texas untuk kemudian dia selundupkan ke dalam perahu dan dibawa kepada seorang rekannya yang sudah menunggu di New Hampshire.
Dari sana, senjata teresbut diantarkan ke penjaga yang hendak berkunjung ke Washington DC dan penjaga lain yang akan melakukan perjalanan ke Majelis Umum PBB yang berbasis di New York. Dari situlah, senjata-senjata itu diselundupkan keluar AS.
(kri)