Vaksin Palsu Tak Kalah Kejam dari Genosida
A
A
A
JAKARTA - Terungkapnya vaksin balita palsu yang sudah beredar kurang lebih 13 tahun di masyarakat dianggap sebagai pukulan sangat menyakitkan dan mengecewakan bagi rakyat Indonesia.
Betapa tidak, vaksin balita yang dipercaya dapat memberikan kekebalan tubuh balita, malah sebaliknya yaitu dapat membunuh balita secara berlahan-lahan. (Baca juga: DPR Minta Polri Usut Tuntas Kasus Vaksin Palsu)
Deputi Direktur Mazhab Djaeng Indonesia, M Jusrianto berpendapat jutaan balita yang digadang-gadang sebagai generasi emas telah menjadi korban mafia vaksin yang dilakukan secara terstruktur dan tersistematis.
"Apakah itu bagian dari agenda mengurangi pertumbuhan penduduk dengan pelan-pelan membunuh generasi emas? Jika seperti itu, maka dapat dipastikan ini adalah kejahatan luar biasa, yang tidak kalah tragisnya dengan kejahatan genosida (pembunuhan massal)," kata dia melalui siaran pers yang diterima Sindonews di Jakarta, Selasa (28/6/2016). (Baca juga Bareskrim Polri Bongkar Jaringan Peredaran Vaksin Palsu)
Menurut dia, masifnya peredaran vaksin balita selama 13 tahun tersebut telah membuktikan kelalaian dan kesalahan besar Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam menjalankan tanggung jawabnya.
Dalam konteks ini, kata dia, Nawa Cita yang ingin diwujudkan pemerintahan Joko Widodo ternodai oleh ketidakmampuan Kemenkes dan BPOM menyelesaikan problem kemanusiaan tersebut.
Artinya, kata dia, amanat Jokowi dalam konsepsi Nawa Cita tidak dilaksanakan dan dijalankan dengan baik oleh Kemenkes dan BPOM. Sebab, keamanan kesehatan masyarakat terkhusus balita yang tersirat dalam Nawa Cita tiada arti.
"Kejadian ini berpotensi melemahkan kekuatan pemerintahan Jokowi yang ingin mewujudkan generasi emas yang sehat dan unggul pada segala bidang. Mafia vaksin palsu lebih berorientasi pada komersialisasi vaksin palsu yang nyatanya telah merugikan bukan hanya balita tetapi segenap rakyat Indonesia," tuturnya.
Menurut Jusrianto, kelalaian dan kejahatan beredarnya vaksin palsu balita di Tanah Air, mau tidak mau harus diusut tuntas dengan melibatkan aparat hukum. Penuntasan kejahatan kemanusian tersebut diyakininya bisa terwujud jika Jokowi dapat mengambil langkah-langkah konkret dan tegas.
"Pertama, Jokowi secepatnya mengambil langkah-langkah konkret, tegas dan berani, seperti meminta pertanggungjawaban penuh Menkes dan Kepala BPOM terkait kasus tersebut," katanya.
Kedua, lanjut Jusrianto, aparat hukum harus mampu mengusut tuntas kasus itu sampai ke akar-akarnya. "Mafia kejahatan vaksin palsu tersebut harus dihukum mati agar memberikan efek jera," katanya.
Dengan demikian, cita-cita pemerintahan Jokowi ingin menyelamatkan generasi emas yang sehat bisa mewujud.
Betapa tidak, vaksin balita yang dipercaya dapat memberikan kekebalan tubuh balita, malah sebaliknya yaitu dapat membunuh balita secara berlahan-lahan. (Baca juga: DPR Minta Polri Usut Tuntas Kasus Vaksin Palsu)
Deputi Direktur Mazhab Djaeng Indonesia, M Jusrianto berpendapat jutaan balita yang digadang-gadang sebagai generasi emas telah menjadi korban mafia vaksin yang dilakukan secara terstruktur dan tersistematis.
"Apakah itu bagian dari agenda mengurangi pertumbuhan penduduk dengan pelan-pelan membunuh generasi emas? Jika seperti itu, maka dapat dipastikan ini adalah kejahatan luar biasa, yang tidak kalah tragisnya dengan kejahatan genosida (pembunuhan massal)," kata dia melalui siaran pers yang diterima Sindonews di Jakarta, Selasa (28/6/2016). (Baca juga Bareskrim Polri Bongkar Jaringan Peredaran Vaksin Palsu)
Menurut dia, masifnya peredaran vaksin balita selama 13 tahun tersebut telah membuktikan kelalaian dan kesalahan besar Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam menjalankan tanggung jawabnya.
Dalam konteks ini, kata dia, Nawa Cita yang ingin diwujudkan pemerintahan Joko Widodo ternodai oleh ketidakmampuan Kemenkes dan BPOM menyelesaikan problem kemanusiaan tersebut.
Artinya, kata dia, amanat Jokowi dalam konsepsi Nawa Cita tidak dilaksanakan dan dijalankan dengan baik oleh Kemenkes dan BPOM. Sebab, keamanan kesehatan masyarakat terkhusus balita yang tersirat dalam Nawa Cita tiada arti.
"Kejadian ini berpotensi melemahkan kekuatan pemerintahan Jokowi yang ingin mewujudkan generasi emas yang sehat dan unggul pada segala bidang. Mafia vaksin palsu lebih berorientasi pada komersialisasi vaksin palsu yang nyatanya telah merugikan bukan hanya balita tetapi segenap rakyat Indonesia," tuturnya.
Menurut Jusrianto, kelalaian dan kejahatan beredarnya vaksin palsu balita di Tanah Air, mau tidak mau harus diusut tuntas dengan melibatkan aparat hukum. Penuntasan kejahatan kemanusian tersebut diyakininya bisa terwujud jika Jokowi dapat mengambil langkah-langkah konkret dan tegas.
"Pertama, Jokowi secepatnya mengambil langkah-langkah konkret, tegas dan berani, seperti meminta pertanggungjawaban penuh Menkes dan Kepala BPOM terkait kasus tersebut," katanya.
Kedua, lanjut Jusrianto, aparat hukum harus mampu mengusut tuntas kasus itu sampai ke akar-akarnya. "Mafia kejahatan vaksin palsu tersebut harus dihukum mati agar memberikan efek jera," katanya.
Dengan demikian, cita-cita pemerintahan Jokowi ingin menyelamatkan generasi emas yang sehat bisa mewujud.
(dam)