Hujan Lebat, Ancaman Banjir dan Puting Beliung Meningkat
A
A
A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memerintahkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di daerah yang berpotensi diguyur hujan lebat untuk meningkatkan kewaspadaan.
Kondisi tersebut dianggap bisa memicu terjadinya bencana, seperti banjir, longsor, puting beliung. "BNPB telah memerintahkan semua BPBD di daerah yang memiliki potensi hujan lebat agar tetap meningkatkan kesiapsiagaan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho melalui siaran pers kepada Sindonews, Sabtu (18/6/2016).
Dia mengingatkan BPBD untuk memerhatikan peta rawan bencana. BPBD juga diminta senantiasa memberikan informasi ancaman bencana kepada masyarakat. "Logistik dan peralatan yang ada di gudang BPBD agar digunakan untuk penanganan darurat," kata Sutopo.
Dia mengungkapkan, Tim Reaksi Cepat BNPB telah disiapkan untuk dapat diterjunkan ke lokasi bencana dalam kurun waktu kurang dari 24 jam untuk mendampingi BPBD dalam penanganan darurat.
Sutopo menjelaskan, dampak perubahan iklim sudah sangat nyata. Cuaca dan musim menjadi kian tak menentu dan sulit diprediksikan. Dia menambahkan, curah hujan dengan intensitas tinggi makin sering terjadi di banyak wilayah di Indonesia. "Dampaknya banjir, longsor dan puting beliung makin meningkat," ujarnya.
Menurut Sutopo, lebih dari 95% bencana di Indonesia adalah bencana hidrometeorologi, yaitu bencana yang dipengaruhi oleh faktor cuaca dan iklim seperti banjir, longsor, puting beliung, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, dan gelombang pasang.
Selama tahun ini, berdasarkan data sementara hingga 17 Juni 2016, telah terjadi 1.053 kejadian bencana di Indonesia yang menyebabkan 157 orang meninggal dunia dan lebih dari 1,7 juta jiwa menderita dan mengungsi.
Menurut dia, ada ratusan ribu rumah rusak akibat bencana. Bencana banjir mendominasi kejadian bencana yaitu 429 kejadian, puting beliung 310 kejadian, dan longsor 255 kali kejadian. "Tercatat 142 orang meninggal akibat banjir dan tanah longsor," kata Sutopo.
Menurut dia, saat ini harusnya sebagian besar wilayah Indonesia memasuki awal musim kemarau. Pertengahan bulan Juni umumnya sudah kemarau. Namun, sambung dia, saat ini hujan berintensitas tinggi masih sering turun.
Fenomena La Nina diperkirakan baru terdeteksi pada Juli, Agustus dan September nanti yang akan berimbas pada meningkatnya hujan selama musim kemarau.
Dia mengungkapkan, musim kemarau mendatang adalah musim kemarau basah. Selama musim kemarau curah hujan masih sering terjadi.Menurut dia, ada dampak positif dan negatif dari fenomena La Nina tesebut. Dampak positif adalah kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan tidak akan parah.
Selain itu, produktivitas pertanian khususnya padi, jagung dan palawija akan meningkat karena pasokan air tetap tersedia. Dalam kondisi tersebut, produksi listrik dari PLTA tidak akan banyak masalah karena debit sungai dan hujan masih cukup memasok waduk, danau dan bendungan.
"Dampak negatifnya adalah potensi banjir, longsor dan puting beliung akan tetap tinggi selama kemarau. Pertanian khususnya tembakau dan bawang merah akan terdampak akibat hujan selama musim kemarau," tuturnya.
Dia memaparkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan dini potensi hujan lebat selama 17-20 Juni 2016.
Potensi hujan lebat terjadi di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Maluku dan Papua.
Potensi hujan lebat dan gelombang tinggi juga berpeluang terjadi di perairan selatan Sumatera, Jawa hingga Bali-NTT.
Kondisi tersebut dianggap bisa memicu terjadinya bencana, seperti banjir, longsor, puting beliung. "BNPB telah memerintahkan semua BPBD di daerah yang memiliki potensi hujan lebat agar tetap meningkatkan kesiapsiagaan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho melalui siaran pers kepada Sindonews, Sabtu (18/6/2016).
Dia mengingatkan BPBD untuk memerhatikan peta rawan bencana. BPBD juga diminta senantiasa memberikan informasi ancaman bencana kepada masyarakat. "Logistik dan peralatan yang ada di gudang BPBD agar digunakan untuk penanganan darurat," kata Sutopo.
Dia mengungkapkan, Tim Reaksi Cepat BNPB telah disiapkan untuk dapat diterjunkan ke lokasi bencana dalam kurun waktu kurang dari 24 jam untuk mendampingi BPBD dalam penanganan darurat.
Sutopo menjelaskan, dampak perubahan iklim sudah sangat nyata. Cuaca dan musim menjadi kian tak menentu dan sulit diprediksikan. Dia menambahkan, curah hujan dengan intensitas tinggi makin sering terjadi di banyak wilayah di Indonesia. "Dampaknya banjir, longsor dan puting beliung makin meningkat," ujarnya.
Menurut Sutopo, lebih dari 95% bencana di Indonesia adalah bencana hidrometeorologi, yaitu bencana yang dipengaruhi oleh faktor cuaca dan iklim seperti banjir, longsor, puting beliung, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, dan gelombang pasang.
Selama tahun ini, berdasarkan data sementara hingga 17 Juni 2016, telah terjadi 1.053 kejadian bencana di Indonesia yang menyebabkan 157 orang meninggal dunia dan lebih dari 1,7 juta jiwa menderita dan mengungsi.
Menurut dia, ada ratusan ribu rumah rusak akibat bencana. Bencana banjir mendominasi kejadian bencana yaitu 429 kejadian, puting beliung 310 kejadian, dan longsor 255 kali kejadian. "Tercatat 142 orang meninggal akibat banjir dan tanah longsor," kata Sutopo.
Menurut dia, saat ini harusnya sebagian besar wilayah Indonesia memasuki awal musim kemarau. Pertengahan bulan Juni umumnya sudah kemarau. Namun, sambung dia, saat ini hujan berintensitas tinggi masih sering turun.
Fenomena La Nina diperkirakan baru terdeteksi pada Juli, Agustus dan September nanti yang akan berimbas pada meningkatnya hujan selama musim kemarau.
Dia mengungkapkan, musim kemarau mendatang adalah musim kemarau basah. Selama musim kemarau curah hujan masih sering terjadi.Menurut dia, ada dampak positif dan negatif dari fenomena La Nina tesebut. Dampak positif adalah kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan tidak akan parah.
Selain itu, produktivitas pertanian khususnya padi, jagung dan palawija akan meningkat karena pasokan air tetap tersedia. Dalam kondisi tersebut, produksi listrik dari PLTA tidak akan banyak masalah karena debit sungai dan hujan masih cukup memasok waduk, danau dan bendungan.
"Dampak negatifnya adalah potensi banjir, longsor dan puting beliung akan tetap tinggi selama kemarau. Pertanian khususnya tembakau dan bawang merah akan terdampak akibat hujan selama musim kemarau," tuturnya.
Dia memaparkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan dini potensi hujan lebat selama 17-20 Juni 2016.
Potensi hujan lebat terjadi di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Maluku dan Papua.
Potensi hujan lebat dan gelombang tinggi juga berpeluang terjadi di perairan selatan Sumatera, Jawa hingga Bali-NTT.
(dam)