Krisis Dunia Peradilan

Jum'at, 27 Mei 2016 - 11:28 WIB
Krisis Dunia Peradilan
Krisis Dunia Peradilan
A A A
”Dunia peradilan kita sudah sangat bobrok. Dunia peradilan kita banyak dikerumuni dan ditongkrongi setan. Jubah hakim jadinya seperti jubah iblis dalam karya-karya Harry Potter. Jubah hakim kadang bukan memancarkan kewibawaan, tapi memancarkan wajah setan yang memuakkan."

KALIMAT yang disampaikan Mahfud MD tersebut menjadi viral dan banyak dikutip media massa di Tanah Air karena dia adalah orang yang tepat yang berada di tempat yang tepat. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang selama ini banyak mengkritisi kinerja peradilan di Tanah Air tengah berada di Bengkulu ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kepahiang, Bengkulu Janner Purba (23/5).

Janner ditangkap bersama hakim adhoc PN Bengkulu Toton dan Panitera PN Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin. Selain mereka, KPK juga mencokok mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD Bengkulu Muhammad Yunus Syafri Syafii serta mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Bemgkulu Yunus Edi Santroni. Janner dkk ditangkap atas kasus suap untuk membebaskan kasus hukum yang mereka tangani.

Apa yang disampaikan Mahfud MD bisa disebut mewakili suara hati dan sumpah serapah publik terhadap perilaku hakim. Bagaimana tidak, di tengah anjloknya kepercayaan publik terhadap rangkaian kasus OTT hakim yang telah terjadi sebelumnya, termasuk yang menyeret Sekretaris MA Nurhadi Abdurachman, masih ada hakim yang mengulangi perbuatan nista tersebut!

Bagaimana mereka senekat itu? Bagaimana para hakim dengan enteng melanggar sumpah dan janjinya untuk menegakkan keadilan, termasuk tidak menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun janji atau pemberian. Bagaimana pula para hakim berani melanggar ”kodrat” mereka sebagai satu-satunya jabatan yang masih absah menghaki konsep keadilan Tuhan, yakni sebagai wakil Tuhan di dunia dalam menegakkan keadilan.

Dalam logika umum, orang menerima suap karena butuh uang. Namun, premis ini mentah jika yang menerima adalah seorang hakim. Sejak pemerintah menetapkan aturan remunerasi, jajaran Mahkamah Agung (MA) termasuk hakim menjadi PNS paling makmur. Sekelas hakim PN seperti Janner bisa menerima total gaji pokok, tunjangan jabatan, hak keuangan, dan fasilitas lainnya hingga Rp30 juta. Janner yang merupakan ketua PN Kepahian tentu bisa mendapat lebih dari itu.

Jika persoalan kebutuhan pokok sudah terpenuhi dan ternyata suap masih terjadi dan terus berulang, satu-satunya jawaban yang tepat adalah rendahnya integritas hakim: Suap telah menjadi kultur yang melekat pada kerja mereka, dan permainan hukum telah menjadi hal biasa mereka lakukan! Dengan demikian, peradilan memang telah rusak atau dalam bahasa Mahfud MD, peradilan telah bobrok.

MA boleh membantah kasus Janner sebagai cermin krisis lembaga peradilan. Tetapi, rangkaian dan tidak berhentinya hakim terseret kasus suap sebagai kegagalan mereka dalam melakukan pembenahan di internal. Berbagai upaya yang telah mereka lakukan seperti menggarami lautan, yakni tidak sepenuhnya mampu membangun integritas hakim dan menegakkan kembali wibawa lembaga peradilan.

Karena itu, MA patut mempertimbangkan langkah pembenahan yang lebih radikal seperti diusulkan Mahfud MD, Komisi Yudisial, dan pemerhati hukum Tanah Air. Di antaranya langkah dimaksud adalah pemotongan satu generasi hakim dan MA jangan lagi terlibat dalam rekrutmen hakim. Muara dari terobosan tersebut hadirnya orang baru yang terbebas dari warisan budaya masa lalu. MA juga perlu lebih transparan sehingga publik bisa turut mengawal pembenahan yang mereka lakukan.

Langkah apa pun, pun yang paling radikal, harus dilakukan demi membentuk integritas hakim karena marwah hakim sesungguhnya adalah integritas: kukuh akan keyakinan menegakkan keadilan dan tahan apa pun bentuk godaan. Hanya dengan demikian hakim bisa mewujudkan apa yang disebut fiat justitia ruat coeleum atau hukum harus tetap ditegakkan biar pun langit runtuh. Tanpa pembenahan lebih serius, boro-boro menjadi wakil Tuhan di dunia, hakim malah menjadi wakil setan!
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9668 seconds (0.1#10.140)