Proyek 35.000 MW Belum 1%
A
A
A
PERJALANAN proyek listrik 35.000 MW masih tertatih-tatih. Bayangkan, dari semua pembangkit yang sudah beroperasi terkait megaproyek tersebut baru dihasilkan sekitar 100 MW, belum sampai 1% dari target yang dipatok pemerintah. Begitu pula pembangunan jaringan transmisi dan gardu-gardu induk juga masih minim. Mendengar perkembangan proyek andalan pemerintah yang belum signifikan itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampaknya ketar-ketir juga sehingga sempat memanggil khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan sejumlah investor untuk mendengar kendala yang mengganjal proyek yang membutuhkan biaya besar itu. Meski tertatih-tatih, pemerintah tetap optimistis bisa merealisasi proyek tersebut.
Kalangan pengusaha yang semula begitu antusias menyambut program listrik 35.000 MW mulai kehilangan selera melihat perjalanan proyek yang begitu lamban. Anehnya, kendala proyek raksasa itu, sebagaimana dibeberkan Wakil Ketua Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN) Agung Wicaksono, justru datang dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pelaksana proyek. Setidaknya terdapat tiga hambatan yang kini kelihatan di permukaan.
Pertama, perusahaan pelat merah itu belum menyerahkan revisi Rencana Umum Pembangkit Tenaga Listrik (RUPTL) kepada Kementerian ESDM. Dampaknya, lelang sejumlah pembangkit yang menghasilkan tenaga 16.000 MW terhambat. Kedua, tanpa alasan jelas, perusahaan negara di bidang kelistrikan itu telah membatalkan lelang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 5. Padahal, PLTU yang berlokasi di Serang, Jawa Barat, dengan kapasitas 2 x 1.000 MW itu adalah salah satu pembangkit terbesar dalam proyek listrik 35.000 MW. Dampaknya bisa ditebak, jadwal pengoperasian PLTU Jawa 5 bergeser alias mundur.
Ketiga, PLN terlalu kreatif dengan membuat aturan yang bertentangan dengan aturan pemerintah soal tarif listrik mikrohidro. Aturan yang dikeluarkan PLN tersebut berpengaruh negatif alias menghambat pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dalam megaproyek listrik yang kini banyak mendapat sorotan ini, tak terkecuali di antara para anggota Kabinet Kerja.
Menanggapi pembatalan lelang PLTU Jawa 5, pihak UP3KN sangat menyayangkan karena lelang pembangkit tersebut sudah pada tahap akhir yang menyisakan dua peserta lelang. PLN tinggal memilih pemenang yang memang layak dipilih. Sekadar menyegarkan ingatan, perencanaan pembangunan PLTU Jawa 5 sudah bergulir sejak dua tahun lalu ketika posisi direktur utama PLN masih dijabat Nur Pamudji dan sudah sesuai dengan RUPTL. Rencananya, PLTU yang berkapasitas 2.000 MW dipersiapkan untuk mengantisipasi krisis listrik di Pulau Jawa yang diprediksi bakal terjadi pada 2019. Karena peran PLTU itu sangat strategis, maka dijadwalkan mulai konstruksi pada akhir 2016. Namun fakta berbicara lain, lelang saja tertunda, dengan sendirinya rencana konstruksi pun molor.
Tak ingin dipojokkan, Direktur Utama PLN Sofyan Basir pun membongkar alasan pembatalan lelang PLTU Jawa 5. Pihak PLN membatalkan lelang tersebut karena secara prosedural dan prinsip tidak sesuai dengan good corporate governance (GCG). Sayangnya Sofyan Basir yang pernah menjabat sebagai direktur utama Bank BRI tidak menjelaskan secara terperinci alasan pembatalan lelang itu. Dia hanya menegaskan bahwa keputusan itu atas nama kepentingan PLN dan masyarakat serta keputusan final hasil lelang adalah hak penuh PLN. Sofyan Basir mengklaim sudah melaporkan secara detail keputusan membatalkan lelang PLTU Jawa 5 ini kepada pemerintah.
Melihat realisasi proyek listrik 35.000 MW yang masih minim, kalangan pelaku usaha cemas apakah pemerintah bisa menghadirkan suplai listrik yang memadai ke depan mengingat listrik adalah salah satu infrastruktur utama sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Memang, sangat disayangkan hambatan pelaksanaan proyek bukan pada minimnya investor yang akan menanamkan modal untuk membangun proyek, tetapi justru ada pada PLN yang terkendala sebagaimana diungkapkan pihak UP3KN. Sungguh ironis, PLN yang seharusnya menjadi ujung tombak suksesnya proyek listrik yang menjadi salah satu proyek utama pemerintah ini justru jadi penghambat.
Kalangan pengusaha yang semula begitu antusias menyambut program listrik 35.000 MW mulai kehilangan selera melihat perjalanan proyek yang begitu lamban. Anehnya, kendala proyek raksasa itu, sebagaimana dibeberkan Wakil Ketua Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN) Agung Wicaksono, justru datang dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pelaksana proyek. Setidaknya terdapat tiga hambatan yang kini kelihatan di permukaan.
Pertama, perusahaan pelat merah itu belum menyerahkan revisi Rencana Umum Pembangkit Tenaga Listrik (RUPTL) kepada Kementerian ESDM. Dampaknya, lelang sejumlah pembangkit yang menghasilkan tenaga 16.000 MW terhambat. Kedua, tanpa alasan jelas, perusahaan negara di bidang kelistrikan itu telah membatalkan lelang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 5. Padahal, PLTU yang berlokasi di Serang, Jawa Barat, dengan kapasitas 2 x 1.000 MW itu adalah salah satu pembangkit terbesar dalam proyek listrik 35.000 MW. Dampaknya bisa ditebak, jadwal pengoperasian PLTU Jawa 5 bergeser alias mundur.
Ketiga, PLN terlalu kreatif dengan membuat aturan yang bertentangan dengan aturan pemerintah soal tarif listrik mikrohidro. Aturan yang dikeluarkan PLN tersebut berpengaruh negatif alias menghambat pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dalam megaproyek listrik yang kini banyak mendapat sorotan ini, tak terkecuali di antara para anggota Kabinet Kerja.
Menanggapi pembatalan lelang PLTU Jawa 5, pihak UP3KN sangat menyayangkan karena lelang pembangkit tersebut sudah pada tahap akhir yang menyisakan dua peserta lelang. PLN tinggal memilih pemenang yang memang layak dipilih. Sekadar menyegarkan ingatan, perencanaan pembangunan PLTU Jawa 5 sudah bergulir sejak dua tahun lalu ketika posisi direktur utama PLN masih dijabat Nur Pamudji dan sudah sesuai dengan RUPTL. Rencananya, PLTU yang berkapasitas 2.000 MW dipersiapkan untuk mengantisipasi krisis listrik di Pulau Jawa yang diprediksi bakal terjadi pada 2019. Karena peran PLTU itu sangat strategis, maka dijadwalkan mulai konstruksi pada akhir 2016. Namun fakta berbicara lain, lelang saja tertunda, dengan sendirinya rencana konstruksi pun molor.
Tak ingin dipojokkan, Direktur Utama PLN Sofyan Basir pun membongkar alasan pembatalan lelang PLTU Jawa 5. Pihak PLN membatalkan lelang tersebut karena secara prosedural dan prinsip tidak sesuai dengan good corporate governance (GCG). Sayangnya Sofyan Basir yang pernah menjabat sebagai direktur utama Bank BRI tidak menjelaskan secara terperinci alasan pembatalan lelang itu. Dia hanya menegaskan bahwa keputusan itu atas nama kepentingan PLN dan masyarakat serta keputusan final hasil lelang adalah hak penuh PLN. Sofyan Basir mengklaim sudah melaporkan secara detail keputusan membatalkan lelang PLTU Jawa 5 ini kepada pemerintah.
Melihat realisasi proyek listrik 35.000 MW yang masih minim, kalangan pelaku usaha cemas apakah pemerintah bisa menghadirkan suplai listrik yang memadai ke depan mengingat listrik adalah salah satu infrastruktur utama sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Memang, sangat disayangkan hambatan pelaksanaan proyek bukan pada minimnya investor yang akan menanamkan modal untuk membangun proyek, tetapi justru ada pada PLN yang terkendala sebagaimana diungkapkan pihak UP3KN. Sungguh ironis, PLN yang seharusnya menjadi ujung tombak suksesnya proyek listrik yang menjadi salah satu proyek utama pemerintah ini justru jadi penghambat.
(poe)