Industri Kapal Bangkit

Selasa, 10 Mei 2016 - 12:01 WIB
Industri Kapal Bangkit
Industri Kapal Bangkit
A A A
INDUSTRI galangan kapal nasional mulai unjuk kemampuan. Prestasi PT PAL Indonesia (Persero), yang berhasil memproduksi kapal perang Strategic Sealift Vessel (SSV) - BRP Tarlac (LD-601) pesanan dari The Departement of National Defence Armed Forces of The Philippines, telah menorehkan sejarah tersendiri bagi Indonesia. Pelepasan kapal perang ekspor itu langsung dari Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) di dok PT PAL Indonesia, Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, akhir pekan lalu.

Kapal perang SSV adalah kapal pengangkut jenis landing platform dock (LPD) yang mampu mengangkut 500 pasukan dan dilengkapi landasan helikopter. Kapal perang yang membutuhkan waktu pengerjaan selama dua tahun itu memiliki panjang 123 meter dan lebar 21,8 meter yang mampu mencapai kecepatan maksimal 16 knot.

Pihak Filipina memesan kapal SSV sebanyak dua unit. Direktur Utama (Dirut) PT PAL Indonesia M Firmansyah Arifin tak bisa menyembunyikan kegembiraannya saat menyaksikan pelepasan perdana kapal perang atas pesanan negeri jiran itu.

Sebagaimana diklaim Firmansyah, kapal perang yang mampu berlayar selama 30 hari adalah hasil desain dan rekayasa engineering putra-putri Indonesia. Selain itu, nakhoda PT PAL Indonesia itu juga mengungkapkan bahwa pesanan kapal perang tersebut berhasil diserahkan tepat waktu.

Penyelesaian tepat waktu sebuah modal kepercayaan tersendiri bagi perseroan untuk ikut bertarung dalam tender internasional pemesanan pembuatan kapal. Kabarnya, sejumlah negara sudah mengirim utusan untuk menjajaki pemesanan kapal untuk berbagai keperluan.

Bergairahnya kembali industri galangan kapal nasional memang berkat kebijakan pemerintah yang secara terbuka kepada sektor industri tersebut yang sempat mati suri dalam 10 tahun terakhir ini. Setidaknya, terdapat tiga kebijakan pemerintah yang telah memberi nafas baru terhadap industri galangan kapal yang jumlahnya tak kurang dari 250 unit.

Pertama, kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang memoratorium kapal eks asing atau kapal buatan asing tidak boleh beroperasi di wilayah perairan Indonesia. Dampak dari kebijakan tersebut adalah permintaan kapal dari dalam negeri tumbuh yang akhirnya menggairahkan industri galangan kapal untuk mengisi kekosongan seiring peningkatan permintaan.

Kedua, kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2015 tentang impor dan penyerahan alat angkutan tertentu yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai (PPN) mampu merangsang industri galangan kapal bergairah kembali. Inti dari PP tersebut adalah membebaskan tanggungan PPN bagi industri galangan kapal, kereta api, pesawat terbang, dan suku cadangnya.

Kebijakan tersebut sudah lama dinanti para pengusaha yang bergerak di bidang perkapalan. Pembebasan PPN tersebut membuat biaya produksi kapal lebih murah. Ketiga, pemberian kredit kepada industri galangan kapal belakangan ini semakin signifikan seiring kebijakan KPK dan Kementerian Perhubungan yang memprogramkan pembelian kapal buatan dalam negeri.

Selama ini sudah menjadi rahasia umum bahwa kebutuhan kapal di dalam negeri lebih banyak dipasok dari luar negeri. Mengapa? Tidak terlepas dari masalah harga yang lebih murah membeli kapal di luar ketimbang memesan di industri galangan kapal domestik. Akibat itu, pemerintah tidak berdaya melarang impor kapal, termasuk pembelian oleh badan usaha milik negara (BUMN) yang notabene di bawah kendali pemerintah.

Dengan sejumlah kebijakan pemerintah terutama pemberian insentif pajak, Menteri Perindustrian Saleh Husin optimistis industri galangan kapal akan mencatat kinerja yang meyakinkan. Apabila industri galangan kapal berkembang positif, setidaknya pemerintah bisa menghemat sebesar Rp15 triliun per tahun.

Sukses PT PAL Indonesia mengekspor kapal perang ke Filipina sepertinya mempertegas larangan Presiden Jokowi agar kementerian/lembaga negara hingga BUMN tidak membeli kapal produksi dari luar negeri. Ini momentum industri galangan kapal untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Memang harus diakui bahwa industri galangan kapal dalam negeri selama ini cenderung ”dianaktirikan”, di mana industri yang seharusnya berjaya di negara maritim.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5072 seconds (0.1#10.140)