Eks Wali Kota Makassar Dituntut 8 Tahun Penjara
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Wali Kota Makassar Periode 2004-2014 Ilham Arief Sirajuddin dengan pidana penjara selama delapan tahun dan uang pengganti Rp5,505 miliar.
"Kami Penuntut Umum dalam perkara ini menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ilham Arief Sirajuddin berupa pidana penjara selama delapan tahun," tegas JPU Iskandar Marwanto saat membacakan surat tuntutan atas nama Ilham Arief di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (16/2/2016) malam.
"Dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp300 juta subsidair tiga bulan kurungan dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," sambungnya.
JPU meyakini Ilham Arief terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dalam kerja sama rehabilitasi, kelola, dan transfer pengelolaan instalasi pengeloahan air (IPA) II Panaikang, Makassar antara PDAM Makassar dengan PT Traya Tirta Makassar tahun 2007-2013.
Dari kasus ini negara mengalami kerugian sebesar Rp45,84 miliar. Ilham dinilai terbukti juga menguntungkan diri sendiri sebesar Rp5,5 miliar. Akibatnya JPU, tegas Iskandar, menuntut agar majelis menjatuhkan hukuman pembayaran uang pengganti.
"Menghukum terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp5,505 miliar dan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti selama waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila harta bendanya tidak mencukupi maka diganti pidana penjara selama tiga tahun," tegas Iskandar.
JPU menuturkan, selain memperkaya diri sendiri, perbuatan Ilham juga turut memperkaya Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar Hengky Widjaja (almarhum) dan perusahaan tersebut sebesar Rp40,339 miliar. Uang ini merupakan perhitungan dari selisih penerimaan pembayaran dari PDAM Makassar dengan pengeluaran PT Traya.
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif kedua," tegas Iskandar.
Dalam penyusunan tuntutan, JPU mempertimbangkan ihwal meringankan dan memberatkan bagi keponakan Wakil Presiden Jusuf Kalla itu. Yang meringankan bagi Ilham yakni, belum pernah dihukum dan berlaku sopan di persidangan.
Pertimbangan memberatkan bagi Ilham ada tiga. Pertama, tidak berterus terang atas perbuatannya. Kedua, tidak menyesali perbuatannya.
"(Ketiga) perbuatan terdakwa selaku Wali Kota Makassar dua periode yaitu tahun 2004-2009 dan 2009-2014 tidak memberi tauladan yang baik yaitu tidak mendukung upaya pemerintah dan negara dalam upaya pemberantasan korupsi," ucap Iskandar.
JPU mengungkapkan, dari uang hasil korupsi itu Ilham menggunakan untuk beberapa kepentingan. Di antaranya, untuk kepentingan mengganti pembayaran uang operasional klub sepak bola PSM Makassar. Ilham menerima keseluruhan uang Rp5,505 miliar dari Hengky Widjaja.
Anggota JPU Kristanti Yuni Purwanti membeberkan, Ilham melakukan beberapa perbuatan untuk memenangkan PT Traya sebagai perusahaan yang melakukan proyek IPA II Panaikang. Pertama, mengarahkan direksi PDAM Makassar agar PT Traya ditunjuk sebagai perusahaan pengelola. Kedua, melakukan pertemuan-pertemuan dengan Hengky untuk memuluskan pengelolaan.
Ketiga, memerintahkan pembayaran air curah yang tidak dianggarkan dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PDAM Makassar. Keempat, memerintahkan agar kerja sama rehabilitasi, operasi, dan transfer pengelohan IPA 2007-2013 tetap dilanjutkan.
"Memberitahukan kepada direksi PDAM selaku bawahan terdakwa bahwa PT Traya adalah investor dan memperkenalkan Hengky Widjaja dengan direksi PDAM adalah bentuk penyalahgunaan kewenangan terdakwa selaku kepala daerah," tegas Kristanti.
PILIHAN:
Soal Dewan Pengawas KPK, Ini Komentar Mahfud MD
Pemberantasan Terorisme Diminta Jangan seperti Syuting Sinetron
"Kami Penuntut Umum dalam perkara ini menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ilham Arief Sirajuddin berupa pidana penjara selama delapan tahun," tegas JPU Iskandar Marwanto saat membacakan surat tuntutan atas nama Ilham Arief di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (16/2/2016) malam.
"Dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp300 juta subsidair tiga bulan kurungan dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," sambungnya.
JPU meyakini Ilham Arief terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dalam kerja sama rehabilitasi, kelola, dan transfer pengelolaan instalasi pengeloahan air (IPA) II Panaikang, Makassar antara PDAM Makassar dengan PT Traya Tirta Makassar tahun 2007-2013.
Dari kasus ini negara mengalami kerugian sebesar Rp45,84 miliar. Ilham dinilai terbukti juga menguntungkan diri sendiri sebesar Rp5,5 miliar. Akibatnya JPU, tegas Iskandar, menuntut agar majelis menjatuhkan hukuman pembayaran uang pengganti.
"Menghukum terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp5,505 miliar dan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti selama waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila harta bendanya tidak mencukupi maka diganti pidana penjara selama tiga tahun," tegas Iskandar.
JPU menuturkan, selain memperkaya diri sendiri, perbuatan Ilham juga turut memperkaya Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar Hengky Widjaja (almarhum) dan perusahaan tersebut sebesar Rp40,339 miliar. Uang ini merupakan perhitungan dari selisih penerimaan pembayaran dari PDAM Makassar dengan pengeluaran PT Traya.
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif kedua," tegas Iskandar.
Dalam penyusunan tuntutan, JPU mempertimbangkan ihwal meringankan dan memberatkan bagi keponakan Wakil Presiden Jusuf Kalla itu. Yang meringankan bagi Ilham yakni, belum pernah dihukum dan berlaku sopan di persidangan.
Pertimbangan memberatkan bagi Ilham ada tiga. Pertama, tidak berterus terang atas perbuatannya. Kedua, tidak menyesali perbuatannya.
"(Ketiga) perbuatan terdakwa selaku Wali Kota Makassar dua periode yaitu tahun 2004-2009 dan 2009-2014 tidak memberi tauladan yang baik yaitu tidak mendukung upaya pemerintah dan negara dalam upaya pemberantasan korupsi," ucap Iskandar.
JPU mengungkapkan, dari uang hasil korupsi itu Ilham menggunakan untuk beberapa kepentingan. Di antaranya, untuk kepentingan mengganti pembayaran uang operasional klub sepak bola PSM Makassar. Ilham menerima keseluruhan uang Rp5,505 miliar dari Hengky Widjaja.
Anggota JPU Kristanti Yuni Purwanti membeberkan, Ilham melakukan beberapa perbuatan untuk memenangkan PT Traya sebagai perusahaan yang melakukan proyek IPA II Panaikang. Pertama, mengarahkan direksi PDAM Makassar agar PT Traya ditunjuk sebagai perusahaan pengelola. Kedua, melakukan pertemuan-pertemuan dengan Hengky untuk memuluskan pengelolaan.
Ketiga, memerintahkan pembayaran air curah yang tidak dianggarkan dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PDAM Makassar. Keempat, memerintahkan agar kerja sama rehabilitasi, operasi, dan transfer pengelohan IPA 2007-2013 tetap dilanjutkan.
"Memberitahukan kepada direksi PDAM selaku bawahan terdakwa bahwa PT Traya adalah investor dan memperkenalkan Hengky Widjaja dengan direksi PDAM adalah bentuk penyalahgunaan kewenangan terdakwa selaku kepala daerah," tegas Kristanti.
PILIHAN:
Soal Dewan Pengawas KPK, Ini Komentar Mahfud MD
Pemberantasan Terorisme Diminta Jangan seperti Syuting Sinetron
(kri)