Lima Hal Ini Perlu Dipertimbangkan Masuk Revisi UU Terorisme

Kamis, 21 Januari 2016 - 08:07 WIB
Lima Hal Ini Perlu Dipertimbangkan...
Lima Hal Ini Perlu Dipertimbangkan Masuk Revisi UU Terorisme
A A A
JAKARTA - Rencana untuk merevisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bergulir keras pasca teror bom Sarinah. Ada yang mendukung, tapi sedikit yang menolak.

Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Muradi mengatakan, esensi revisi Undang-undang (UU) Terorisme tersebut adalah bagaimana mengefektifkan pemberantasan terorisme dalam perspektif penegakan hukum.

"Dalam pengertian bahwa revisi yang dilakukan harus tetap berpijak pada kewenangan yang melekat di masing-masing institusi terkait," ujarnya kepada Sindonews, Kamis (21/1/2016).

Karena itu, lanjut Muradi, perlu dipertimbangkan lima hal yang dapat dimasukkan dalam revisi UU Terorisme. Pertama, kewenangan yang lebih besar untuk Polri guna menangkap personal maupun kelompok yang teridentifikasi berhubungan dengan organisasi teror.

Penangkapan tersebut diperuntukkan bagi penyidikan dan mengindentifikasi keterlibatan dan atau kemungkinan potensi melakukan aksi teror dan penyebaran paham radikal.

"Perluasan kewenangan dalam menangkap dan menyelidiki sejumlah potensi dalam penyebaran paham radikal dan aksi teror tersebut berbatas waktu, yakni jika Polri tidak dapat menemukan keterlibatan dengan jejaring teror, maka maksimal enam bulan harus dibebaskan," jelasnya.

Kedua, revisi UU terorisme juga harus mempertimbangkan pembatasan kewenangan dari BNPT, yang hanya pada dua kewenangan saja. Yakni kewenangan untuk mengoordinasikan institusi terkait dan perencanaan strategi pemberantasan terorisme yang dapat menjadi acuan bagi institusi-institusi terkait.

"Maka otomatis pada kewenangan ketiga, yakni kewenangan BNPT dalam operasional tidak lagi melekat," ucap Muradi.

Ketiga, revisi UU Terorisme juga harus menegaskan pendanaan pemberantasan terorisme. Meski sudah diatur dalam UU Terorisme yang ada saat ini, namun perlu juga dalam revisi nanti ditegaskan pemanfaatan dukungan dan bantuan asing dalam pemberantasan terorisme.

"Hal ini untuk menegaskan bahwa setiap kebijakan dan langkah yang dilakukan oleh pemerintah harus dilihat sebagai kebijakan yang mandiri tanpa ada intervensi asing, karena adanya bantuan pemberantasan terorisme," katanya.

Lalu keempat, kata Muradi, perlu juga dipertimbangkan untuk melakukan spesialisasi fungsi pada sejumlah unit antiteror yang ada, selain Densus 88 dan unit antiteror di militer. Hal ini agar permasalahan leading sector tidak lagi menjadi isu utama dalam pemberantasan terorisme yang menekankan pada penegakan hukum.

Spesialisasi fungsi salah satunya penekanan pada kemampuan yang melekat di masing-masing unit antiteror, dengan tetap menitiktekankan pada penegakan hukum. "Khusus untuk BIN, penting untuk ditegaskan pada koordinasi intelijen dalam pemberantasan terorisme dalam bentuk fusi intelijen," ujarnya.

Yang kelima, penekanan bahwa terorisme adalah kejahatan luar biasa yang mana penanganannya membutuhkan kekhususan, salah satunya ada pada lembaga pemasyarakatan khusus yang mampu mengoptimalkan program deradikalisasi. Dia melihat, kebijakan mencampurkan tahanan teroris dengan tahanan kriminal biasa selama ini justru memperkuat paham radikal.

"Dengan menegaskan di undang-undang, maka ada amanat untuk membangun penjara khusus tahanan teror agar mampu mencegah meluasnya paham radikal," pungkasnya.

PILIHAN:
Ini Kata Panglima TNI Soal Revisi UU Terorisme

Komisi III DPR Minta Jaksa Agung Periksa Menteri ESDM
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9326 seconds (0.1#10.140)