Teror Musuh Bersama

Senin, 18 Januari 2016 - 14:37 WIB
Teror Musuh Bersama
Teror Musuh Bersama
A A A
SERANGAN teroris memang bukan untuk pertama kali dialami masyarakat Indonesia. Sejak Orde Baru, era Reformasi hingga yang terbaru serangan di kawasan Sarinah Jakarta, Indonesia sudah mengalami sejumlah serangan terorisme. Skala serangan, lokasi, target, pola dan pelakunya pun bermacam- macam.

Pemerintah dalam hal ini kepolisian dengan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) adalah dua institusi resmi yang secara khusus dibentuk untuk mencegah, mengantisipasi, dan membasmi terorisme hingga akar-akarnya. Pembentukan dua lembaga itu menandakan keseriusan pemerintah untuk menangkal kejahatan luar biasa yang sering kali memakan korban jiwa, mencoreng citra Indonesia sebagai negara yang aman bagi wisatawan dan investor.

Setelah serangan Bom Bali I yang menewaskan ratusan warga sipil dan turis asing, image Indonesia sebagai negara tidak aman sangat mengganggu. Bukan hanya itu, akibat ulah segelintir pelaku terorisme, gerak-gerik semua warga Indonesia yang bepergian atau tinggal di luar negeri selalu menjadi sorotan. Tidak sedikit mereka dicap sebagai teroris karena kebetulan memiliki ciri-ciri fisik yang mirip dengan pelaku terorisme. Kejadian seperti ini berlangsung lumayan lama sehingga akhirnya masyarakat dan pemerintah mampu meyakinkan kepada semua warga dunia bahwa radikalisme dan terorisme bukanlah watak bangsa Indonesia.

Indonesia adalah bangsa yang murah senyum, santun, pekerja keras, cinta damai dan pasti antikekerasan. Karena itu, pengembangbiakan bibit-bibit radikalisme yang tertanam secara tersembunyi di tanah Indonesia itu adalah bagian kecil yang terlewatkan. Karena radikalisme tidak berakar di hati masyarakat luas, teroris berusaha menciptakan komunitas dan jaringan sendiri yang biasanya eksklusif, tidak toleran, dan mencangkokkan ideologi yang dibawa dari luar. Karena itu, para pelaku teroris sehari-harinya berperilaku seperti ciri-ciri gerakan radikal itu.

Karena sudah ke sekian kali serangan teroris dilakukan dan sekian kali pula penangkapan dilakukan Densus 88, masyarakat menjadi terbiasa dengan hal itu. Teroris yang semula menjadi momok yang menakutkan karena dampak serangannya yang masif dan destruktif, turun pamor hanya menjadi sesuatu yang mengejutkan.

Serangan bom dan aksi penembakan di Jalan MH Thamrin Jakarta, Kamis (14/1), lalu membuktikan indikasi itu. Saat ledakan keras terdengar beberapa kali di kawasan Ring 1, banyak anggota masyarakat yang penasaran ingin mendekat ke sumber ledakan. Rentetan tembakan dari pelaku yang kemudian dibalas dengan tembakan petugas polisi di lapangan membuat suasana seperti mencekam bagi orang yang menyaksikannya melalui media massa. Tapi di lokasi, serangan ini suasananya tidak setegang dan sedahsyat seperti digambarkan di televisi. Warga tetap santai mengerubungi dan berdesakan untuk melihat dari dekat siapa pelakunya dan berapa jumlah korbannya.

Perilaku warga ini memang sangat berbahaya. Saat situasi chaos, siapa saja bisa ditembak, tertembak, atau terluka terkena serpihan bom. Semestinya warga berlari menjauhi lokasi penembakan dan serangan bom. Malah, ada yang tertangkap kamera sedang asyik makan sate sambil duduk-duduk di lokasi yang jaraknya 50 meteran dari sumber suara tembak-menembak antara Polri dan pelaku.

Fenomena serangan teroris ini memang berbeda dari serangan teror yang pernah terjadi sebelumnya. Kali ini publik tidak terlalu terpesona dengan pesan-pesan simbolik yang sepertinya ingin disampaikan pelaku dengan aksi koboi mereka. Justru masyarakat dan netizen merespons serangan itu dengan tagar #kamitidaktakut. Keberanian publik melawan terorisme itu adalah modal besar bagi pemerintah untuk mengikis habis para pentolan dan anak buahnya. Sementara tim pencegahan bisa menggandeng tokoh agama, tokoh masyarakat, pemuda, pelajar, mahasiswa, media massa untuk bersama-sama menutup peluang berkembangnya radikalisme. Terorisme harus menjadi musuh bersama.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0777 seconds (0.1#10.140)