Indikasi Kejagung Gagal Ungkap Kasus Freeport
A
A
A
JAKARTA - Upaya Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengungkap adanya dugaan pemufakatan jahat yang diduga melibatkan mantan Ketua DPR Setya Novanto diragukan keberhasilannya. Alasannya, mengacu pada dokumen dan pendapat hukum (legal opinion), tidak dapat diterapkan tindak pidana pemufakatan jahat atas pertemuan ketiga pihak tersebut.
Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda menjelaskan, dalam Pasal 15 Jo Pasal 12 huruf e UU Tipikor hanya dapat diterapkan dalam hal terjadi kesepakatan antara dua orang atau lebih yang memiliki kualitas khusus sebagai pegawai negeri.
"Dalam Pasal 1 angka 2 UU Tipikor dan Pasal 1 angka 1 UU No 28 Tahun 1999 bahwa dalam kejadian pertemuan di Hotel Ritz Carlton hanya satu orang yang mempunyai kualitas sebagai penyelenggara negara yaitu Setya Novanto," jelas Chairul kepada wartawan, Jakarta, Minggu (10/1/2016).
Menurutnya, orang yang bukan berkualitas sebagai pegawai negeri dalam pasal tersebut tidak menjadi sasaran norma (adderessaat norm). Sementara, kasus pemufakatan jahat, kata dia memiliki pengertian dan unsur-unsur sesuai dalam pasal 15 Jo pasal 12 huruf e UU No 31 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor).
"Artinya, Maroef dan Riza Chalid tidak dapat diklasifikasi sebagai subjek tindak pidana, Karena bukan pegawai negeri dan penyelenggara negara. Oleh karenanya kesepakatan dua orang atau lebih dalam pemufkatan jahat tidak akan dapat terpenuhi," ucapnya.
Dia menambahkan, dugaan pemufakatan jahat yang di usut Kejagung melibatkan mantan Ketua DPR Setya Novanto, Presdir PT Freeport Maroef Syamsudin dan
pengusaha Riza Chalid, merupakan salah satu bentuk perluasan ketentuan tindak pidana seperti penyertaan, pembantuan ataupun percobaan.
"Dalam hal ini telah ada pemufakatan jahat apabila dua orang tau lebih telah bersepakat akan melakukan kejahatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 KUHP," tandasnya.
Dia menegaskan, suatu tindak pidana pemufakatan jahat dapat dipidana jika ada kesepakatan dua orang atau lebih untuk melakukan kejahatan tersebut dengan kesengajaan (opzettelijke). "Artinya pihak-pihak yang melakukan kesepakatan itu harus menyadari dan menghendaki hal tersebut," tegasnya.
Baca: Kejagung Klaim Sudah Tahu Inisiator Pertemuan Kasus Freeport.
Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda menjelaskan, dalam Pasal 15 Jo Pasal 12 huruf e UU Tipikor hanya dapat diterapkan dalam hal terjadi kesepakatan antara dua orang atau lebih yang memiliki kualitas khusus sebagai pegawai negeri.
"Dalam Pasal 1 angka 2 UU Tipikor dan Pasal 1 angka 1 UU No 28 Tahun 1999 bahwa dalam kejadian pertemuan di Hotel Ritz Carlton hanya satu orang yang mempunyai kualitas sebagai penyelenggara negara yaitu Setya Novanto," jelas Chairul kepada wartawan, Jakarta, Minggu (10/1/2016).
Menurutnya, orang yang bukan berkualitas sebagai pegawai negeri dalam pasal tersebut tidak menjadi sasaran norma (adderessaat norm). Sementara, kasus pemufakatan jahat, kata dia memiliki pengertian dan unsur-unsur sesuai dalam pasal 15 Jo pasal 12 huruf e UU No 31 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor).
"Artinya, Maroef dan Riza Chalid tidak dapat diklasifikasi sebagai subjek tindak pidana, Karena bukan pegawai negeri dan penyelenggara negara. Oleh karenanya kesepakatan dua orang atau lebih dalam pemufkatan jahat tidak akan dapat terpenuhi," ucapnya.
Dia menambahkan, dugaan pemufakatan jahat yang di usut Kejagung melibatkan mantan Ketua DPR Setya Novanto, Presdir PT Freeport Maroef Syamsudin dan
pengusaha Riza Chalid, merupakan salah satu bentuk perluasan ketentuan tindak pidana seperti penyertaan, pembantuan ataupun percobaan.
"Dalam hal ini telah ada pemufakatan jahat apabila dua orang tau lebih telah bersepakat akan melakukan kejahatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 KUHP," tandasnya.
Dia menegaskan, suatu tindak pidana pemufakatan jahat dapat dipidana jika ada kesepakatan dua orang atau lebih untuk melakukan kejahatan tersebut dengan kesengajaan (opzettelijke). "Artinya pihak-pihak yang melakukan kesepakatan itu harus menyadari dan menghendaki hal tersebut," tegasnya.
Baca: Kejagung Klaim Sudah Tahu Inisiator Pertemuan Kasus Freeport.
(kur)