Pencurian di Bandara
A
A
A
MASYARAKAT kembali dikejutkan dengan aksi para komplotan pencuri yang beraksi membobol tas penumpang pesawat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, pada Sabtu lalu (2/1). Kejadian pencurian barang milik penumpang pesawat tersebut sangat memalukan dan mencoreng wajah Indonesia di mata dunia internasional.
Bandara Soekarno-Hatta bisa dikatakan merupakan jendela Indonesia. Sebab rata-rata warga asing yang pergi ke Jakarta mereka dipastikan melewati bandara terbesar di Indonesia tersebut. Karena itu, apa pun peristiwa yang terjadi di bandara internasional tersebut akan mendapat sorotan tajam, termasuk kasus pencurian barang penumpang pesawat. Karena itu, kejadian ini harus benar-benar mendapatkan perhatian serius dari seluruh pihak-pihak terkait.
Keseriusan dalam menangani kejahatan di bandara ini sangat penting karena citra negara ini dipertaruhkan. Karena citra yang buruk dalam hal keadaan bandara pasti akan sangat berpengaruh pada kunjungan warga asing ke Tanah Air. Apalagi Presiden Joko Widodo baru saja menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 20 juta pada 2018 mendatang. Kalau masalah ini tidak ditangani serius, target tersebut dipastikan akan gagal. Bagaimana mungkin mereka mau datang ke negara yang tidak ada jaminan keamanannya? Karena itu sudah seharusnya pemerintah dan pihak terkait lainnya mencari solusi yang efektif guna menghilangkan kejahatan yang kerap terjadi tidak saja di Bandara Soekarno-Hatta, tetapi juga di berbagai bandara di Tanah Air.
Apalagi kejadian pencurian di bandara ini tidak terjadi sekali atau dua kali. Ada yang mau melapor, ada juga yang enggan melakukannya karena tidak mau repot. Korbannya pun tidak saja warga lokal, para warga asing juga pernah menjadi sasaran pencurian tas. Adalah Wakil Duta Besar Brunei Darussalam Ahmad Nasri yang pada 2 Februari 2014 menjadi korban kejahatan di Bandara Soekarno-Hatta. Tasnya tiba-tiba raib dibawa kabur pencuri. Tentu kejadian ini sangat memalukan karena bandara ini tak mampu menjamin keamanan para penumpangnya.
Ada sejumlah faktor mengapa kejahatan di bandara masih terus terjadi. Pertama, kita terlalu permisif terhadap kejahatan di bandara. Sikap yang cenderung abai ini menyebabkan para stakeholder yang terkait dengan penyelenggaraan di bandara tidak serius dalam soal pengamanannya. Misalnya kemarin sampai terungkap ternyata ada empat porter maskapai yang secara sistematis dan sudah berulang kali membobol tas penumpang pesawat. Apalagi ternyata setelah penyelidikan dikembangkan, tindakan tidak terpuji itu diduga juga melibatkan petugas keamanan maskapai yang bersangkutan. Kalau serius mengamankan, tentu hal ini tidak sampai terjadi berulang kali. Adanya laporan kejadian pencurian meski hanya satu harusnya menjadi celah untuk membongkar secara serius kejahatan tersebut sehingga tidak sampai berlarut-larut dan banyak menelan korban.
Kedua, ringannya hukuman bagi sang pencuri membuat hal itu tidak memberikan efek jera. Sudah menjadi rahasia umum, kasus pencurian seperti ini tidak pernah memiliki hukuman yang berat. Jika terjadi kasus pencurian demikian, biasanya yang terkena sanksi hanya pelaku di lapangan. Untuk memberikan efek jera, sudah seharusnya pejabat-pejabat yang dinilai bertanggung jawab atas kejadian tersebut juga diberi sanksi keras. Karena mereka sebagai pihak yang harusnya menjaga keamanan bandara ternyata tidak melakukan tugasnya dengan baik.
Ketiga, kurangnya koordinasi antarlembaga terkait di bandara. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa masalah koordinasi merupakan masalah serius di Republik ini. Ego sektoral yang tinggi membuat mereka enggan untuk berkoordinasi dengan lembaga yang lain. Bahkan, tak jarang mereka suka saling lempar tanggung jawab jika ada kejadian seperti pencurian ini.
Kejadian pencurian yang sangat sistematis di Bandara Soekarno-Hatta ini harus juga dijadikan pelajaran bagi bandara-bandara lain di Indonesia. Karena potensi untuk munculnya kejahatan serupa sangat mungkin terjadi. Semua pihak harus waspada melakukan tugas masing-masing untuk memastikan kejadian memalukan ini tak terulang. Hal ini tentu perlu adanya koordinasi dan kerja sama yang simultan dari para stakeholder yang ada. Tanpa hal itu, pengamanan bandara tidak akan efektif.
Bandara Soekarno-Hatta bisa dikatakan merupakan jendela Indonesia. Sebab rata-rata warga asing yang pergi ke Jakarta mereka dipastikan melewati bandara terbesar di Indonesia tersebut. Karena itu, apa pun peristiwa yang terjadi di bandara internasional tersebut akan mendapat sorotan tajam, termasuk kasus pencurian barang penumpang pesawat. Karena itu, kejadian ini harus benar-benar mendapatkan perhatian serius dari seluruh pihak-pihak terkait.
Keseriusan dalam menangani kejahatan di bandara ini sangat penting karena citra negara ini dipertaruhkan. Karena citra yang buruk dalam hal keadaan bandara pasti akan sangat berpengaruh pada kunjungan warga asing ke Tanah Air. Apalagi Presiden Joko Widodo baru saja menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 20 juta pada 2018 mendatang. Kalau masalah ini tidak ditangani serius, target tersebut dipastikan akan gagal. Bagaimana mungkin mereka mau datang ke negara yang tidak ada jaminan keamanannya? Karena itu sudah seharusnya pemerintah dan pihak terkait lainnya mencari solusi yang efektif guna menghilangkan kejahatan yang kerap terjadi tidak saja di Bandara Soekarno-Hatta, tetapi juga di berbagai bandara di Tanah Air.
Apalagi kejadian pencurian di bandara ini tidak terjadi sekali atau dua kali. Ada yang mau melapor, ada juga yang enggan melakukannya karena tidak mau repot. Korbannya pun tidak saja warga lokal, para warga asing juga pernah menjadi sasaran pencurian tas. Adalah Wakil Duta Besar Brunei Darussalam Ahmad Nasri yang pada 2 Februari 2014 menjadi korban kejahatan di Bandara Soekarno-Hatta. Tasnya tiba-tiba raib dibawa kabur pencuri. Tentu kejadian ini sangat memalukan karena bandara ini tak mampu menjamin keamanan para penumpangnya.
Ada sejumlah faktor mengapa kejahatan di bandara masih terus terjadi. Pertama, kita terlalu permisif terhadap kejahatan di bandara. Sikap yang cenderung abai ini menyebabkan para stakeholder yang terkait dengan penyelenggaraan di bandara tidak serius dalam soal pengamanannya. Misalnya kemarin sampai terungkap ternyata ada empat porter maskapai yang secara sistematis dan sudah berulang kali membobol tas penumpang pesawat. Apalagi ternyata setelah penyelidikan dikembangkan, tindakan tidak terpuji itu diduga juga melibatkan petugas keamanan maskapai yang bersangkutan. Kalau serius mengamankan, tentu hal ini tidak sampai terjadi berulang kali. Adanya laporan kejadian pencurian meski hanya satu harusnya menjadi celah untuk membongkar secara serius kejahatan tersebut sehingga tidak sampai berlarut-larut dan banyak menelan korban.
Kedua, ringannya hukuman bagi sang pencuri membuat hal itu tidak memberikan efek jera. Sudah menjadi rahasia umum, kasus pencurian seperti ini tidak pernah memiliki hukuman yang berat. Jika terjadi kasus pencurian demikian, biasanya yang terkena sanksi hanya pelaku di lapangan. Untuk memberikan efek jera, sudah seharusnya pejabat-pejabat yang dinilai bertanggung jawab atas kejadian tersebut juga diberi sanksi keras. Karena mereka sebagai pihak yang harusnya menjaga keamanan bandara ternyata tidak melakukan tugasnya dengan baik.
Ketiga, kurangnya koordinasi antarlembaga terkait di bandara. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa masalah koordinasi merupakan masalah serius di Republik ini. Ego sektoral yang tinggi membuat mereka enggan untuk berkoordinasi dengan lembaga yang lain. Bahkan, tak jarang mereka suka saling lempar tanggung jawab jika ada kejadian seperti pencurian ini.
Kejadian pencurian yang sangat sistematis di Bandara Soekarno-Hatta ini harus juga dijadikan pelajaran bagi bandara-bandara lain di Indonesia. Karena potensi untuk munculnya kejahatan serupa sangat mungkin terjadi. Semua pihak harus waspada melakukan tugas masing-masing untuk memastikan kejadian memalukan ini tak terulang. Hal ini tentu perlu adanya koordinasi dan kerja sama yang simultan dari para stakeholder yang ada. Tanpa hal itu, pengamanan bandara tidak akan efektif.
(hyk)