Impor Mulai Naik Lagi
A
A
A
Kenaikan nilai impor telah memicu defisit neraca perdagangan untuk pertama kalinya sepanjang tahun ini. Nilai impor tercatat melonjak sekitar 3,61% dari USD11,1 miliar pada Oktober 2015 menjadi USD11,51 miliar pada November lalu.Kenaikan nilai impor tersebut justru dinilai positif oleh pemerintah karena hal itu menandakan perekonomian nasional sudah mulai bergairah, seiring dengan bergeraknya pembangunan yang dilaksanakan saat ini. Kini perhatian pemerintah lebih tercurah pada kinerja ekspor bagaimana menembus pasar nontradisional yang masih potensial untuk digarap. Secara umum, neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari sampai dengan November 2015 masih terdapat surplus sebesar USD7,91 miliar.Sejumlah komponen yang masih harus diimpor adalah barang modal terkait dengan permesinan dan peralatan. Berdasarkan data yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) awal pekan ini, komponen impor didominasi mesin dan peralatan listrik yang meningkat dari senilai USD1,25 miliar atau Rp17,5 triliun pada Oktober 2015 menjadi USD1,4 miliar atau Rp19,6 triliun pada November 2015 dengan persentase kenaikan mencapai sekitar 11,71%.Sedangkan impor barang dari besi dan baja mencatat kenaikan dari senilai USD258 juta atau Rp3,62 triliun menjadi USD314,8 juta atau Rp4,4 triliun. Melihat komponen impor yang berhubungan langsung dengan pembangunan terutama dalam bidang infrastruktur, rupanya itu yang menjadikan pemerintah tidak khawatir dengan kenaikan nilai impor kali ini.Masih berdasarkan publikasi dari BPS, tiga negara yang menjadi sumber terbesar komponen impor sepanjang Januari hingga November 2015, adalah Negeri Panda senilai USD26,45 miliar, disusul Negeri Matahari Terbit USD12,24 miliar dan Negeri Jiran Singapura sekitar USD8,17 miliar. Adapun impor nonmigas untuk berbagai komponen lainnya yang naik tinggi pada November lalu tercatat perhiasan senilai USD297,8 juta dibandingkan sebesar USD42,1 juta pada Oktober.Pemerintah menilai kenaikan nilai impor masih wajar karena komponen yang masuk memang masih sulit disediakan di dalam negeri. Lain halnya kalau nilai impor melonjak yang dipicu oleh komponen pangan. Karena itu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution tidak mempersoalkan meski neraca perdagangan November tercetak defisit.Terlepas dari persoalan defisit neraca perdagangan pada November lalu, pemerintah sedikit mulai bernapas lega dengan naiknya belanja modal sejak kuartal ketiga 2015. Bank Dunia memandang perekonomian Indonesia ke depan sedikit mulai memberi kecerahan.Sebagaimana diungkapkan Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves dalam Indonesia Economic Quarterly (IQ) awal pekan ini, meski pendorong utama pertumbuhan perekonomian Indonesia melalui konsumsi rumah tangga domestik melambat, masih ada optimisme dari implementasi tujuh kebijakan ekonomi yang telah diterbitkan pemerintah yang diharapkan dapat meningkatkan sentimen positif investor.Dengan melihat berbagai indikator ekonomi yang mulai menunjukkan tren membaik, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 5,3% untuk tahun depan. Angka pertumbuhan ekonomi tersebut lebih tinggi dari proyeksi tahun ini yang hanya berada di level 4,7%. Meski lembaga internasional itu memberi proyeksi positif pada pertumbuhan ekonomi tahun depan, pemerintah tetap harus bekerja keras untuk memastikan implementasi tujuh kebijakan ekonomi berjalan sebagaimana yang diharapkan.Dan, tetap mewaspadai perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang Negeri Paman Sam yang kini menembus di atas Rp14.000 dalam sepekan ini. Selain itu, faktor regional yang harus diantisipasi dengan strategi khusus adalah pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun depan. Jujur saja, kinerja perdagangan Indonesia di kawasan ASEAN masih mencetak defisit pada sejumlah negara, di antaranya Singapura dan Thailand masing-masing senilai USD242,8 juta dan USD250,6 juta.Hal ini menjadi tantangan serius pemerintah agar Indonesia dapat merebut manfaat pada perdagangan bebas ASEAN yang menyimpan banyak potensi.
(bhr)