Apa Maunya DPR

Senin, 30 November 2015 - 07:58 WIB
Apa Maunya DPR
Apa Maunya DPR
A A A
DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai parlemen yang dititipi tugas untuk menjaga kepentingan rakyat selalu berdebat itu wajar. Nama parlemen bahkan berasal dari bahasa Prancis kuno “parler “ yang artinya bicara. Jadi, mereka itu didudukkan rakyat di kursi empuknya dan digaji dengan uang rakyat memang ditugasi untuk berbicara. Namun pembicaraan apa yang seharusnya mereka lontarkan? Tentu pembicaraan mengenai kepentingan rakyat yang diwakilinya. Mungkin akan terdengar naif ketika kita bicara seperti ini, tapi apa mau dikata, perlu ada langkah mengingatkan yang konstan agar mereka tidak terlena.

Saat ini kita sebagai rakyat harus kembali mengingatkan DPR dengan keras agar selalu berjalan di atas rel kepentingan rakyat. Tantangan bangsa ini sudah sedemikian besarnya sehingga waktu dan perhatian bangsa terlalu berharga untuk disia-siakan dengan melihat tarik-menarik kepentingan yang tak ada juntrungannya di Senayan. Saat ini kita menghadapi masalah di semua sektor mulai dari ekonomi, politik, keamanan hingga sosial maupun budaya. Namun kesemua tantangan itu punya jalan keluar, dengan satu syarat, semua stakeholder negeri ini, termasuk parlemen, mencurahkan perhatiannya dalam menggapai kemajuan bangsa ini.

Kalau kita lihat aksi para wakil rakyat beberapa minggu terakhir, tak ayal kemarahan yang menggelegak hadir di hati. Di saat negeri ini masih pontang-panting menghadapi pemberantasan korupsi, para wakil rakyat malah menggantungkan nasib seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di saat kegaduhan mengenai skandal Freeport menyeruak di hadapan publik dan membuat wibawa parlemen kian rusak, penegakan marwah DPR yang harus dilakukan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) malah diwarnai kegaduhan tambahan.

Tentu tidak salah ketika kita dengan letih bertanya, apa sebenarnya maunya DPR?

Lihat saja untuk masalah seleksi calon pimpinan KPK yang sudah molor. Pada program ini DPR terlihat seperti bersantai menghadapi masalah yang tenggat waktunya sudah sangat dekat, yaitu 16 Desember nanti saat para pimpinan KPK yang baru sudah harus dilantik. Dari 10 nama yang sudah melalui seleksi, DPR melalui Komisi III harus memilih 5 nama yang akan menjadi pimpinan KPK periode 2015-2020. Ini agenda rutin dan seleksi ini adalah yang ketiga kali dilakukan di negeri ini. Kebertele-telean ini tentu berisiko menghambat proses pemberantasan korupsi di Indonesia. Yang lebih membuat rumit lagi adalah pada titik ini keinginan DPR tidak jelas. Ada beberapa masalah yang dilontarkan, tetapi posisi firm DPR dalam seleksi calon pimpinan KPK ini belum muncul.

Sementara itu dalam persiapan sidang di MKD terlihat ada kegaduhan yang membuat rakyat bertanya-tanya mengenai keseriusan DPR dalam menegakkan kehormatannya. Tanpa berpretensi mengenai pihak-pihak mana yang dianggap bersalah, sudah seharusnya DPR memperlakukan MKD ini secara serius, bukan hanya serius mengubah line up anggota perwakilan dari partai masing-masing yang membuat publik bertanya-tanya mengenai maksudnya. Sidang MKD yang harusnya menjadi tempat suci untuk menegakkan kehormatan Dewan malah menjadi tempat pertarungan politik.

Apalagi dalam persiapan sidang MKD ini muncul pengakuan dari anggota DPR yang mengatakan ada yang menawarkan uang hingga Rp20 miliar dengan harapan bisa memengaruhi keputusan anggota MKD DPR. Namun yang sangat aneh adalah sang anggota Dewan menolak untuk membeberkan nama orang yang menawarinya uang suap. Padahal jika memang sang anggota Dewan berniat baik dan punya nyali dalam berpolitik, langkah yang harus dilakukannya adalah menjerat orang yang berniat memberikan suap itu.

Dua kasus ini adalah contoh mutakhir betapa umumnya para anggota Dewan kita yang hadir ke hadapan publik bersikap dan bertingkah jauh dari apa yang diharapkan. Publik pun jadinya bak pungguk merindukan bulan ketika berharap anggota Dewan menjadi representasi yang menggembirakan dan menenangkan hati.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7162 seconds (0.1#10.140)