MK Kukuhkan Kewenangan Polri Terbitkan SIM, STNK, dan BPKB
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengukuhkan kewenangan Polri menerbitan surat izin mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).
Hal itu tertuang dalam putusan atas perkara uji materi nomor 89/PUU-XIII/2015. Gugatan ini terkait dengan pokok perkara Pengujian UU Nomor 2/2002 tentang Kepolisian, yakni Pasal 15 ayat 2 huruf b dan huruf c serta Pengujian UU Nomor 22 /2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Dalam UU LLAJ ada sembilan pasal yang diuji yakni, Pasal 64 ayat 4 dan ayat 6, Pasal 67 ayat 3, Pasal 68 ayat 6, Pasal 69 ayat 2 dan ayat 3, Pasal 72 ayat 1 dan ayat 3, Pasal 75, Pasal 85 ayat 5, Pasal 87 ayat 2 dan Pasal 88.
Norma materi yang diuji khususnya terkait Pasal 15 ayat 2 huruf b dan c UU Kepolisian tentang dua kewenangan.
Pertama, menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor, yang wujudnya BPKB dan STNK.
Kedua, memberikan surat izin mengemudi (SIM) kendaraan bermotor. Para pemohon secara keseluruhan meminta MK mengabulkan agar dua kewenangan tersebut dicabut karena bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945.
Para pemohon, yakni Alissa Q Munawaroh Rahman, Hari Kurniawan, Malang Corruption Watch (MCW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah yang meminta agar kewenangan tersebut diberikan kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Mengadili, menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/11/2015).
Hakim konstitusi Manahan MP Sitompul menuturkan, tugas kepolisian yang menjaga keamanan, ketertiban, dan melayani masyarakat adalah fungi dan tugas dari pemerintahan dan negara.
Oleh karena itu, kata dia, pemberian kewenangan untuk melakukan registrasi dan indentifikasi kendaraan bermotor serta memberikan SIM kendaraan bemotor kepada kepolisian sudah tepat.
Hakim menilai, menerbitkan SIM juga harus dilihat dari relevansinya, terutama dalam keahlian forensik jika terjadi kejahatan.
"Mengingat kemampuan instansi pemerintahan dalam bidang penegakan hukum khususnya kemampuan forensik, terutama kemampuan yang dimiliki kepolisian dalam rangka mengungkap tindak pidana, sehingga pemberian kewenangan tersebut kepada kepolisian adalah efektif dan efisien," tutur Manahan membacakan pertimbangan Mahkamah.
Menurut hakim, pemberian kewenangan registrasi dan indentifikasi kendaraan bermotor serta memberikan SIM kepada kepolisian merupakan salah satu bentuk pelayanan administrasi negara dan administrasi pemerintahan yang penting dan efektif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan bernegara.
Yang salah satu wujudnya adalah terselenggaranya keamanan dan ketertiban berlalulintas.
Manahan menggariskan, para pemohon dalam petitum perbaikan permohonannya tidak menjelaskan lebih lanjut siapa dan/atau lembaga mana yang memiliki kewenangan konstitusional dalam penyelenggaraan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta memberikan SIM.
"Apabila permohonan para pemohon dikabulkan maka akan terjadi kekosongan hukum yang justru sudah pasti mengakibatkan ketidakpastian di masyarakat dan administrasi pemerintahan," tuturnya.
Mahkamah, lanjut Manahan, berpendapat mengalihkan kewenangan yang dmiliki kepolisian dalam penyelenggaraan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta memberikan SIM kepada instansi lain tidak dapat meneyelesaikan masalah.
Terlebih lagi, sambung dia, tidak ada jaminan apabila lembaga lain atau lembaga baru yang diberikan kewenangan tersebut aka lebih baik.
Hakim menilai yang lebih penting untuk diperhatikan dan dilakukan adalah meningkatkan kualitas pelayanan oleh kepolisian dalam penyelenggaraan kewenangan tersebut.
"Terutama tidak melakukan penyimpangan dan melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku. Khususnya dugaan tindakan-tindakan yang dapat diasosiasikan dengan perilaku-perilaku penyalahgunaan kewenangan dan bersifat koruptif," katanya.
Dengan demikian, kata hakim, Mahkamah berpendapat permohonan para pemohon tidak berlasan menurut hukum.
PILIHAN:
Setya Novanto Hargai Laporan Sudirman Said ke MKD
Hal itu tertuang dalam putusan atas perkara uji materi nomor 89/PUU-XIII/2015. Gugatan ini terkait dengan pokok perkara Pengujian UU Nomor 2/2002 tentang Kepolisian, yakni Pasal 15 ayat 2 huruf b dan huruf c serta Pengujian UU Nomor 22 /2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Dalam UU LLAJ ada sembilan pasal yang diuji yakni, Pasal 64 ayat 4 dan ayat 6, Pasal 67 ayat 3, Pasal 68 ayat 6, Pasal 69 ayat 2 dan ayat 3, Pasal 72 ayat 1 dan ayat 3, Pasal 75, Pasal 85 ayat 5, Pasal 87 ayat 2 dan Pasal 88.
Norma materi yang diuji khususnya terkait Pasal 15 ayat 2 huruf b dan c UU Kepolisian tentang dua kewenangan.
Pertama, menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor, yang wujudnya BPKB dan STNK.
Kedua, memberikan surat izin mengemudi (SIM) kendaraan bermotor. Para pemohon secara keseluruhan meminta MK mengabulkan agar dua kewenangan tersebut dicabut karena bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945.
Para pemohon, yakni Alissa Q Munawaroh Rahman, Hari Kurniawan, Malang Corruption Watch (MCW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah yang meminta agar kewenangan tersebut diberikan kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Mengadili, menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/11/2015).
Hakim konstitusi Manahan MP Sitompul menuturkan, tugas kepolisian yang menjaga keamanan, ketertiban, dan melayani masyarakat adalah fungi dan tugas dari pemerintahan dan negara.
Oleh karena itu, kata dia, pemberian kewenangan untuk melakukan registrasi dan indentifikasi kendaraan bermotor serta memberikan SIM kendaraan bemotor kepada kepolisian sudah tepat.
Hakim menilai, menerbitkan SIM juga harus dilihat dari relevansinya, terutama dalam keahlian forensik jika terjadi kejahatan.
"Mengingat kemampuan instansi pemerintahan dalam bidang penegakan hukum khususnya kemampuan forensik, terutama kemampuan yang dimiliki kepolisian dalam rangka mengungkap tindak pidana, sehingga pemberian kewenangan tersebut kepada kepolisian adalah efektif dan efisien," tutur Manahan membacakan pertimbangan Mahkamah.
Menurut hakim, pemberian kewenangan registrasi dan indentifikasi kendaraan bermotor serta memberikan SIM kepada kepolisian merupakan salah satu bentuk pelayanan administrasi negara dan administrasi pemerintahan yang penting dan efektif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan bernegara.
Yang salah satu wujudnya adalah terselenggaranya keamanan dan ketertiban berlalulintas.
Manahan menggariskan, para pemohon dalam petitum perbaikan permohonannya tidak menjelaskan lebih lanjut siapa dan/atau lembaga mana yang memiliki kewenangan konstitusional dalam penyelenggaraan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta memberikan SIM.
"Apabila permohonan para pemohon dikabulkan maka akan terjadi kekosongan hukum yang justru sudah pasti mengakibatkan ketidakpastian di masyarakat dan administrasi pemerintahan," tuturnya.
Mahkamah, lanjut Manahan, berpendapat mengalihkan kewenangan yang dmiliki kepolisian dalam penyelenggaraan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta memberikan SIM kepada instansi lain tidak dapat meneyelesaikan masalah.
Terlebih lagi, sambung dia, tidak ada jaminan apabila lembaga lain atau lembaga baru yang diberikan kewenangan tersebut aka lebih baik.
Hakim menilai yang lebih penting untuk diperhatikan dan dilakukan adalah meningkatkan kualitas pelayanan oleh kepolisian dalam penyelenggaraan kewenangan tersebut.
"Terutama tidak melakukan penyimpangan dan melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku. Khususnya dugaan tindakan-tindakan yang dapat diasosiasikan dengan perilaku-perilaku penyalahgunaan kewenangan dan bersifat koruptif," katanya.
Dengan demikian, kata hakim, Mahkamah berpendapat permohonan para pemohon tidak berlasan menurut hukum.
PILIHAN:
Setya Novanto Hargai Laporan Sudirman Said ke MKD
(dam)