Prancis, Suriah, dan Palestina
A
A
A
DUNIA mengecam keras aksi teror sejumlah orang bersenjata yang menewaskan ratusan warga sipil di Paris, Prancis. Tragedi berdarah di salah satu kota wisata terfavorit dunia itu memang pantas disebut sebagai tindakan keji. Bagaimana tidak, sekelompok orang bersenjata berpakaian hitam-hitam lengkap dengan bom di badan melakukan serangan membabi buta di enam titik terpisah yang merupakan pusat keramaian di kota itu. Digambarkan, korban keganasan penembakan ini bergelimpangan bersimbah darah di restoran, stadion olahraga, dan gedung teater yang sedang penuh pengunjung. Ratusan korban tewas, dan ratusan lainnya terluka parah akibat tembakan maupun ledakan bom yang diduga dilakukan dengan bunuh diri. Jadi, pantaslah jika solidaritas masyarakat dunia langsung tercurah ke Paris, Prancis.
Atas nama apa pun, tindakan kekerasan kelompok bersenjata yang membunuh warga sipil tidak dibenarkan. Ini adalah pelanggaran serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian yang diperjuangkan oleh semua bangsa dan semua agama. Prancis pantas marah dan menyatakan perang terhadap aksi terorisme yang diyakini dilakukan kelompok ISIS, kelompok bersenjata yang memiliki pasukan dan persenjataan lengkap yang kini sepak terjangnya sangat merepotkan negara-negara di Timur Tengah. Tak hanya merepotkan, kekejaman ISIS terhadap warga sipil di Suriah dan Irak sudah memakan banyak korban. Entah sudah berapa jumlah korban tewas dari warga sipil di dua negara itu yang menjadi korban keganasan ISIS dalam dua tahun terakhir. Bisa jadi ribuan atau bahkan puluhan ribu. Ini bisa terlihat dari pengungsian besar-besaran warga Suriah ke negara-negara Eropa yang jumlahnya mencapai jutaan orang. Warga Suriah mengungsi untuk menyelamatkan diri dan mencari kehidupan baru karena negaranya sudah luluh lantak karena perang yang tiada berkesudahan.
Apa yang terjadi di Suriah adalah tragedi kemanusiaan yang dahsyat. Negara gagal melindungi warganya. Lembaga-lembaga dunia seolah tak berdaya meredakan konflik di Suriah yang terus memakan korban warga sipil. Di mana pun, kapan pun, dan oleh siapa pun, kekerasan bersenjata pasti akan memakan korban warga sipil yang seharusnya dilindungi. Namun, justru merekalah yang menjadi korban pertama dan paling menderita dari perang dan konflik.
Demikian pula yang terjadi di Palestina, baik di Jalur Gaza maupun Tepi Barat. Hampir setiap hari darah tertumpah akibat kekejaman tentara pendudukan Israel. Tidak peduli perempuan atau anak-anak, semua dihabisi jika dianggap mengancam keamanan warga maupun tentara Israel. Tentara Israel menembak dan menyiksa warga sipil Palestina, termasuk wanita dan anak-anak yang mencoba melawan kekejaman itu hanya dengan lemparan batu. Mengapa mereka sendiri yang harus melawan pasukan bersenjata itu? Karena otoritas Palestina belum mampu melindungi mereka. Demikian pula badan-badan dunia seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun Dewan Keamanan (DK), belum ada upaya sungguh-sungguh untuk mencegah pembunuhan keji tentara Israel yang terjadi hampir setiap hari itu. Sejak meletus konflik Israel-Palestina, hingga kini sulit menghitung sudah berapa banyak warga sipil Palestina yang menjadi korban. Mungkin puluhan, atau ratusan ribu atau bahkan mencapai jutaan orang. Ini juga tragedi kemanusiaan, pelanggaran hak asasi manusia, dan aksi teror luar biasa yang harus dikecam dunia.
Karena itu, bisa dipahami jika dalam tragedi Paris ini muncul suara yang menginginkan kesetaraan solidaritas dari warga dunia. Selamatkan Prancis, selamatkan Suriah, selamatkan Palestina, dan selamatkan Irak. Kecam serangan teror di Paris, kecam juga teror di Gaza, Baghdad, Damaskus, dan kota-kota lain yang sedang menghadapi keganasan para penebar teror. Solidaritas warga dunia juga harus mendesak para pemimpin negara (terutama negara-negara Barat), para pemimpin badan-badan dunia, untuk bekerja keras dan berani ambil risiko untuk menyelamatkan penduduk bumi dengan operasi perdamaian dan operasi kemanusiaan. Hanya pemimpin dan tatanan dunia yang adil yang mampu mengembalikan dunia pada perdamaian dan keharmonisan.
Atas nama apa pun, tindakan kekerasan kelompok bersenjata yang membunuh warga sipil tidak dibenarkan. Ini adalah pelanggaran serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian yang diperjuangkan oleh semua bangsa dan semua agama. Prancis pantas marah dan menyatakan perang terhadap aksi terorisme yang diyakini dilakukan kelompok ISIS, kelompok bersenjata yang memiliki pasukan dan persenjataan lengkap yang kini sepak terjangnya sangat merepotkan negara-negara di Timur Tengah. Tak hanya merepotkan, kekejaman ISIS terhadap warga sipil di Suriah dan Irak sudah memakan banyak korban. Entah sudah berapa jumlah korban tewas dari warga sipil di dua negara itu yang menjadi korban keganasan ISIS dalam dua tahun terakhir. Bisa jadi ribuan atau bahkan puluhan ribu. Ini bisa terlihat dari pengungsian besar-besaran warga Suriah ke negara-negara Eropa yang jumlahnya mencapai jutaan orang. Warga Suriah mengungsi untuk menyelamatkan diri dan mencari kehidupan baru karena negaranya sudah luluh lantak karena perang yang tiada berkesudahan.
Apa yang terjadi di Suriah adalah tragedi kemanusiaan yang dahsyat. Negara gagal melindungi warganya. Lembaga-lembaga dunia seolah tak berdaya meredakan konflik di Suriah yang terus memakan korban warga sipil. Di mana pun, kapan pun, dan oleh siapa pun, kekerasan bersenjata pasti akan memakan korban warga sipil yang seharusnya dilindungi. Namun, justru merekalah yang menjadi korban pertama dan paling menderita dari perang dan konflik.
Demikian pula yang terjadi di Palestina, baik di Jalur Gaza maupun Tepi Barat. Hampir setiap hari darah tertumpah akibat kekejaman tentara pendudukan Israel. Tidak peduli perempuan atau anak-anak, semua dihabisi jika dianggap mengancam keamanan warga maupun tentara Israel. Tentara Israel menembak dan menyiksa warga sipil Palestina, termasuk wanita dan anak-anak yang mencoba melawan kekejaman itu hanya dengan lemparan batu. Mengapa mereka sendiri yang harus melawan pasukan bersenjata itu? Karena otoritas Palestina belum mampu melindungi mereka. Demikian pula badan-badan dunia seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun Dewan Keamanan (DK), belum ada upaya sungguh-sungguh untuk mencegah pembunuhan keji tentara Israel yang terjadi hampir setiap hari itu. Sejak meletus konflik Israel-Palestina, hingga kini sulit menghitung sudah berapa banyak warga sipil Palestina yang menjadi korban. Mungkin puluhan, atau ratusan ribu atau bahkan mencapai jutaan orang. Ini juga tragedi kemanusiaan, pelanggaran hak asasi manusia, dan aksi teror luar biasa yang harus dikecam dunia.
Karena itu, bisa dipahami jika dalam tragedi Paris ini muncul suara yang menginginkan kesetaraan solidaritas dari warga dunia. Selamatkan Prancis, selamatkan Suriah, selamatkan Palestina, dan selamatkan Irak. Kecam serangan teror di Paris, kecam juga teror di Gaza, Baghdad, Damaskus, dan kota-kota lain yang sedang menghadapi keganasan para penebar teror. Solidaritas warga dunia juga harus mendesak para pemimpin negara (terutama negara-negara Barat), para pemimpin badan-badan dunia, untuk bekerja keras dan berani ambil risiko untuk menyelamatkan penduduk bumi dengan operasi perdamaian dan operasi kemanusiaan. Hanya pemimpin dan tatanan dunia yang adil yang mampu mengembalikan dunia pada perdamaian dan keharmonisan.
(hyk)