Keuangan Negara Terancam

Kamis, 12 November 2015 - 06:48 WIB
Keuangan Negara Terancam
Keuangan Negara Terancam
A A A
MESKI sulit direalisasikan, pemerintah tetap optimistis bisa memaksimalkan penarikan pajak hingga sebesar Rp300 triliun dalam waktu kurang dari dua bulan. Batas angka sekitar Rp300 triliun itu untuk memastikan kekurangan penerimaan pajak (shortfall) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 tidak melebihi sebesar Rp160 triliun. Saat ini kondisi keuangan negara cukup memprihatinkan di mana realisasi penerimaan pajak masih rendah sekitar 60% dari target. Bayangkan, penerimaan pajak hingga awal November baru mencapai Rp774,4 triliun dari target yang dipatok pemerintah sebesar Rp1.295 triliun. Realisasi penerimaan pajak diperkirakan hanya mencapai sebesar Rp1.100 triliun sampai penutupan tahun ini.

Realisasi penerimaan pajak yang masih rendah wajar saja membuat pemerintah ”panas-dingin” mengingat sekitar 80% penopang anggaran belanja negara bersumber dari pajak. Beredar sinyalemen bahwa penyebab tidak maksimalnya pemasukan pajak karena banyaknya insentif pajak terkait penerbitan paket kebijakan ekonomi. Namun, sinyalemen itu dibantah keras Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution yang menyatakan insentif pajak yang telah diterbitkan belum berpengaruh terhadap penerimaan pajak tahun ini. Sementara itu, Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito mengaku sudah mengeluarkan berbagai jurus untuk mengisi pundi-pundi pajak. Tapi, karena target yang telah dipatok memang sangat tinggi, tetap tidak maksimal.

Kalau sekadar mencari alasan pembenaran mengapa realisasi penerimaan pajak dalam 10 bulan terakhir ini begitu rendah, tidaklah sulit. Pertama, iklim dan suasana perekonomian nasional yang melesu sehingga membuat kinerja dunia usaha melemah akibatnya kewajiban membayar pajak pun terkoreksi. Kedua, sejumlah regulasi yang disiapkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk mendongkrak pendapatan pajak tidak terimplementasi yang menyebabkan hilangnya potensi pendapatan pajak sebesar Rp152 triliun. Kebijakan yang dimaksud adalah Perdirjen Pajak No PER-01/PJ/2015 tentang pemotongan pajak deposito, dan Perdirjen No PER-10 tentang tata cara pemungutan pajak pertambahan nilai atas penyerahan jasa jalan tol, serta pengenaan bea meterai untuk transaksi ritel.

Yang harus dicermati akibat rendahnya realisasi penerimaan pajak adalah sejauh mana konsekuensinya terhadap kondisi keuangan negara? Data terbaru dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang terpublikasi tercatat penyerapan APBN-P 2015 sudah menembus sekitar 71% dari pagu sebesar Rp1.984,1 triliun, sedangkan penerimaan negara baru mencapai sekitar 63% dari target sebesar Rp1.761,6 triliun. Dengan kondisi keuangan negara seperti itu, boleh jadi pemerintah membatalkan sejumlah proyek untuk menjaga defisit anggaran tidak membengkak atau keluar dari target yang dipatok dalam APBN-P 2015. Memang ada opsi lain yang cukup instan adalah menambal defisit anggaran dengan utang.

Namun, pemerintah tetap percaya diri bahwa defisit anggaran yang dipatok sekitar 2,5% terhadap produk domestik bruto (PDB) bakal tetap terkendali hingga akhir tahun. Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro meyakini defisit anggaran tidak akan bermasalah dengan melihat kondisi terkini realisasi belanja dan pendapatan negara. Apalagi Dirjen Pajak akan mengeluarkan semua jurus pamungkas untuk menarik pajak yang kini tersisa kurang dua bulan. Kita berharap, prediksi menkeu soal defisit anggaran tidak meleset meski realisasi penerimaan pajak sudah menjauh dari target yang dipatok pemerintah.

Menyoalkan rendahnya realisasi penerimaan pajak tahun ini sudah tidak ada gunanya. Sekarang yang harus dipikirkan oleh lembaga penarik pajak di negeri ini adalah strategi yang jitu untuk mengumpulkan pajak tahun depan yang dipatok sebesar Rp1.350 triliun atau naik sekitar 17% dari target pajak pada tahun ini. Potensi pajak yang besar belum terjamah secara maksimal. Untuk menggarap potensi itu tidak hanya dibutuhkan kerja keras, tetapi juga kerja cerdas. Petugas pajak yang sudah digaji besar jangan hanya memburu pemilik deposito dan pengguna jalan tol sebab hasilnya belum tentu signifikan.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3045 seconds (0.1#10.140)