Melindungi Anak

Jum'at, 09 Oktober 2015 - 13:52 WIB
Melindungi Anak
Melindungi Anak
A A A
Kekerasan terhadap anak seolah datang silih berganti. Berbagai upaya yang sudah dilakukan, termasuk tingginya perhatian publik terhadap setiap kasus yang menimpa anak, belum mampu menyurutkan langkah pelaku dengan berbagai motifnya untuk melakukan kekerasan.Teranyar menimpa gadis kecil berinisial PNF, 9. Nasib yang menimpa murid kelas dua sekolah dasar tersebut begitu memprihatinkan. Dia ditemukan dalam kardus yang diletakkan di pinggiran jalan tol di kawasan Kalideres, Jakarta Barat (2/10) setelah sehari hilang.Kasus yang menimpa PNF kembali mengingatkan kekerasan yang menimpa Engeline, murid cantik yang menjadi korban kekerasan keluarga angkatnya di Bali beberapa waktu lalu, dan sejumlah rangkaian kekerasan lain yang membetot perhatian publik, seperti pencabulan sejumlah anak TK di Jakarta Internasional School (JIS), dan lainnya.Fakta-fakta tersaji tersebut pun bermuara pada kesimpulan: kekerasan masih terus mengincar anak-anak kita. Data yang dihimpun Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan bahwa kekerasan anak dengan berbagai bentuknya ternyata terus meningkat dari waktu ke waktu. Pada 2012 terjadi 3.512 kasus, 2013 (4.311), 2014 (5.066).Menilik kasus PNF, Engeline, dan anak TK JIS, kekerasan anak bisa terjadi di mana saja: di lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah, hingga lingkungan keluarga. Bahkan, hasil monitoring dan evaluasi KPAI pada 2012 di sembilan provinsi menemukan 91% kekerasan anak terjadi di lingkungan keluarga. Lantas, di mana lagi anak bisa mendapat perlindungan secara aman jika ancaman terhadap mereka bisa terjadi kapan pun dan di mana pun?Bisa dipahami jika kondisi saat ini sudah menapak darurat kekerasan anak. Kondisi demikian tentu tidak bisa dibiarkan hingga kekerasan anak terus terjadi, terjadi, dan terjadi. Konstitusi sudah mengamanatkan perlindungan anak dari kekerasan. UU Perlindungan Anak juga sudah menegaskan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang secara normal.Lebih dari itu, anak adalah generasi muda penerus bangsa yang kelak mewarnai bangsa ini ke depan. Mereka sudah seharusnya menjadi fokus perhatian, termasuk melindungi dari ancaman kekerasan. Karena itu, sudah menjadi kewajiban negara untuk selalu hadir kapan pun dan di mana pun untuk melindungi anak.Mengingat tren kekerasan yang terus meningkat, termasuk level sadistisnya, penjabaran implementasi Nawacita menjadi strategi perlindungan anak harus jauh lebih komprehensif dan konkret dari yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini bisa diwujudkan dengan terlebih dahulu mengevaluasi keberadaan kelembagaan yang ada—seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, KPAI, Polri, pemerintah daerah, dan lainnya—apakah peran mereka sudah cukup kuat.Peran pemerintah daerah, misalnya, perlu dievaluasi karena merekalah yang menguasai wilayah. Bisa dibayangkan peran daerah diperkuat dengan mendorong mereka menghadirkan satpol bukan hanya pasar-pasar untuk mengawasi PKL, melainkan juga di sekolah-sekolah atau pusat-pusat aktivitas anak.Selain peran-peran kelembagaan, beberapa hal lain tak kalah penting untuk diperhatikan, seperti dukungan pendanaan selama ini apakah sudah cukup mampu mendukung implementasi program perlindungan anak, apakah penegakan hukum selama ini mampu menghadirkan efek jera.Juga apakah kampanye untuk membangun kesadaran masyarakat secara luas akan pentingnya melindungi anak yang telah ada selama ini sudah konsisten dan masif atau masih hangat-hangat tahi ayam. Namun, rasanya untuk menghadapi darurat kekerasan anak tidaklah cukup menggantungkan pada institusi negara. Peran serta masyarakat luas—baik itu ormas, LSM, media, dan lainnya juga sangat dibutuhkan.Pada lingkup lebih kecil, partisipasi warga di lingkungan masing-masing sangat diperlukan karena merekalah yang memahami satu persatu orang dan segala potensi yang bisa mengarah pada terjadinya kekerasan anak. Dan akhirnya, perlindungan anak bermuara pada orang tua dan keluarga untuk tidak pernah lengah melindungi anak.
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7483 seconds (0.1#10.140)