MK Kembali Uji Permohonan Calon Tunggal dalam Pilkada

Rabu, 30 September 2015 - 17:43 WIB
MK Kembali Uji Permohonan...
MK Kembali Uji Permohonan Calon Tunggal dalam Pilkada
A A A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang Pemeriksaan Pendahuluan perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota ,enjadi Undang-Undang (UU Pilkada).

Pengujian dilakukan pada hari ini, Rabu (30/9/2015) pada pukul 15.00 WIB di Ruang Sidang Pleno MK.

Permohonan yang diregistrasi dengan nomor perkara 115/PUU-XIII/2015 ini diajukan oleh Pasangan Calon Bupati-Wakil Bupati Timor Tengah Utara atas nama Raymundus Sau Fernandes-Aloysius Kobes, Calon Bupati-Wakil Bupati Blitar atas nama Rijanto-Marhaenis, dan Calon Wakil Bupati Tasikmalaya atas nama Ade Sugianto beserta pendukungnya.

Menurut para Pemohon Pasal 50 ayat (8) dan ayat (10), Pasal 52 ayat (2), serta Pasal 54 ayat (4) UU Pilkada merupakan pangkal terjadinya fenomena penundaan Pilkada karena keberadaan pasangan calon tunggal. Ketentuan tersebut pun telah menyebabkan Pemohon berpotensi tidak dapat melanjutkan ke tahap selanjutnya proses Pilkada Serentak Tahun 2015, karena tidak ada calon lain yang mendaftar sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati di daerah pemilihan masing-masing Pemohon.

Sebelumnya, pada Selasa 29 September kemarin, MK telah mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 (UU Pilkada) yang diregistrasi dengan nomor 100/PUU-XIII/2015 dan dimohonkan oleh akademisi Effendi Ghazali.

Dalam putusan tersebut, MK menyatakan Pilkada yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon dapat dilaksanakan apabila telah diusahakan dengan sungguh-sungguh terpenuhinya syarat paling sedikit dua pasangan calon. Untuk itu, Pilkada tidak lagi semata-mata digantungkan pada keharusan paling sedikit adanya dua pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.

Menurut Mahkamah, dalam UU Pilkada, tampak bahwa pembentuk Undang-Undang ingin kontestasi Pilkada setidaknya diikuti dua pasangan calon. Namun, pembentuk Undang-Undang tidak memberikan jalan keluar apabila syarat paling kurang dua pasangan calon tersebut tidak terpenuhi.

Dengan demikian, akan ada kekosongan hukum manakala syarat paling kurang dua pasangan calon tersebut tidak terpenuhi. MK menilai adanya kekosongan hukum tersebut telah mengancam tidak terlaksananya hak hak rakyat untuk dipilih dan memilih karena dua alasan.

Pertama, penundaan ke Pemilihan serentak berikutnya sesungguhnya telah menghilangkan hak rakyat untuk dipilih dan memilih pada Pemilihan serentak saat itu. Kedua, apabila penundaan demikian dapat dibenarkan, tetap tidak ada jaminan bahwa pada Pemilihan serentak berikutnya itu, hak rakyat untuk dipilih dan memilih akan dapat dipenuhi.

Pasalnya, penyebab tidak dapat dipenuhinya hak rakyat untuk dipilih dan memilih itu tetap ada, yaitu ketentuan yang mempersyaratkan paling sedikit adanya dua pasangan calon dalam kontestasi Pilkada.

Oleh karena itu, menurut MK, Pilkada yang ditunda sampai pemilihan berikutnya hanya karena tak terpenuhinya syarat paling sedikit dua pasangan calon bertentangan dengan UUD 1945.



Tentang Mahkamah Konstitusi


Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang dibentuk berdasarkan Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945 perubahan ketiga. Pembentukannya dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, serta wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-undang Dasar.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi Humas Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Telepon/faks: 08121017130/ 021.3512456, pin bb: 2AFB9FF2. Twitter. @Humas_MKRI . laman: www.mahkamahkonstitusi.go.id.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7184 seconds (0.1#10.140)