Semangat Bambu Runcing
A
A
A
Diakui atau tidak, Jepang merupakan salah satu negara maju di dunia yang layak dijadikan contoh oleh negara-negara berkembang khususnya negara Timur— termasuk Indonesia.
Segala aspek ekonomi, sosial, dan politik pantas disanjung karena kemajuan di bidangbidang tersebut yang menjadikan Jepang sebagai negara yang disegani, terlebih dalam hal tatanan sosial dan budayanya. Kemajuan Jepang diyakini karena sumber daya manusianya yang memiliki integritas. Disiplin dan pekerja keras, itulah yang dikenal banyak orang.
Bukan sebuah kebetulan, ternyata Jepang memiliki kualitas ini secara turun-temurun yang berasal dari para ksatria Jepang dari zaman Kamakura (Tahun1185-1333) terus berkembang sampai sekarang. Ajaran atau falsafah ini dikenal dengan istilah semangat Bushido . Sikap berani mati demi mempertahankan negeri.
Meski sekarang jarang sekali terjadi perang, nilai-nilai Bushido tetap tertanam di benak penduduk Jepang, yang menurut Surajaya dalam Beasley (2003) bushido mengajarkantentangkesetiaan, etika, sopansantun, tata krama, disiplin, kerelaan berkorban, kerja keras, kebersihan, hemat, kesabaran, ketajaman berpikir, kesederhanaan, kesehatan jasmani dan rohani.
Sebagai contoh pengunduran diri mantan PM Jepang Naoto Kan yang mendapatkan tekanan besar pasca terjadinya Tsunami. Ia merasa gagal dalam membangun Jepang bangkit dari keterpurukan, sikap ini menunjukkan rasa malu, malu jika dirinya tidak bisa mengangkat Jepang. Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Apakah punya prinsip, semangat atau falsafah hidup seperti Jepang? Tentu punya! Indonesia punya semangat bambu runcing!
Semangat yang bisa diartikan dengan kesederhanaan dan keberanian. Kesederhanaan yang nampak pada senjata dan keberanian yang tertanam di jiwa para pahlawan layak dijadikan falsafah hidup rakyat Indonesia. Semangat ini sangat cocok menjadi modal memperkuat salah satu pilar negeri ini, yaitu sektor ekonomi.
Terlebih bambu runcing merupakan bagian dari cerita dahulu, berangkat dari ketiadaan namun perjuangan harus tetap dilanjutkan, gerakan bambu runcing yang digalakkan para kiai berhasil mengusir tank-tank yang jauh lebih kuat dari sekadar bambu. Lantas, apakah semangat ini masih mengalir—atau ada—dalam darah Indonesia?
Seperti halnya bushido , tidak sebatas dongeng para veteran, kisahnya sudah meresap dan jadi karakter warga negaranya. Indonesia patut meresapi nilai-nilai bambu runcing terlebih saya rasa Indonesia sedang kehilangan identitasnya sebagai bangsa yang menganut budaya timur. keperkasaan nilai-nilai barat yang menjajah lewat food, fun, fashion harus dibendung oleh identitas dan kekuatan budaya lokal yang bersinergi.
Karena sejarah mencatat, salah satu akibat dari terjadinya penjajahan adalah lemahnya budaya lokal hingga budaya luar masuk dan menjajah dari dalam.
RAGIB FIRDAUS
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Universitas Padjajaran
Segala aspek ekonomi, sosial, dan politik pantas disanjung karena kemajuan di bidangbidang tersebut yang menjadikan Jepang sebagai negara yang disegani, terlebih dalam hal tatanan sosial dan budayanya. Kemajuan Jepang diyakini karena sumber daya manusianya yang memiliki integritas. Disiplin dan pekerja keras, itulah yang dikenal banyak orang.
Bukan sebuah kebetulan, ternyata Jepang memiliki kualitas ini secara turun-temurun yang berasal dari para ksatria Jepang dari zaman Kamakura (Tahun1185-1333) terus berkembang sampai sekarang. Ajaran atau falsafah ini dikenal dengan istilah semangat Bushido . Sikap berani mati demi mempertahankan negeri.
Meski sekarang jarang sekali terjadi perang, nilai-nilai Bushido tetap tertanam di benak penduduk Jepang, yang menurut Surajaya dalam Beasley (2003) bushido mengajarkantentangkesetiaan, etika, sopansantun, tata krama, disiplin, kerelaan berkorban, kerja keras, kebersihan, hemat, kesabaran, ketajaman berpikir, kesederhanaan, kesehatan jasmani dan rohani.
Sebagai contoh pengunduran diri mantan PM Jepang Naoto Kan yang mendapatkan tekanan besar pasca terjadinya Tsunami. Ia merasa gagal dalam membangun Jepang bangkit dari keterpurukan, sikap ini menunjukkan rasa malu, malu jika dirinya tidak bisa mengangkat Jepang. Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Apakah punya prinsip, semangat atau falsafah hidup seperti Jepang? Tentu punya! Indonesia punya semangat bambu runcing!
Semangat yang bisa diartikan dengan kesederhanaan dan keberanian. Kesederhanaan yang nampak pada senjata dan keberanian yang tertanam di jiwa para pahlawan layak dijadikan falsafah hidup rakyat Indonesia. Semangat ini sangat cocok menjadi modal memperkuat salah satu pilar negeri ini, yaitu sektor ekonomi.
Terlebih bambu runcing merupakan bagian dari cerita dahulu, berangkat dari ketiadaan namun perjuangan harus tetap dilanjutkan, gerakan bambu runcing yang digalakkan para kiai berhasil mengusir tank-tank yang jauh lebih kuat dari sekadar bambu. Lantas, apakah semangat ini masih mengalir—atau ada—dalam darah Indonesia?
Seperti halnya bushido , tidak sebatas dongeng para veteran, kisahnya sudah meresap dan jadi karakter warga negaranya. Indonesia patut meresapi nilai-nilai bambu runcing terlebih saya rasa Indonesia sedang kehilangan identitasnya sebagai bangsa yang menganut budaya timur. keperkasaan nilai-nilai barat yang menjajah lewat food, fun, fashion harus dibendung oleh identitas dan kekuatan budaya lokal yang bersinergi.
Karena sejarah mencatat, salah satu akibat dari terjadinya penjajahan adalah lemahnya budaya lokal hingga budaya luar masuk dan menjajah dari dalam.
RAGIB FIRDAUS
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Universitas Padjajaran
(ftr)