Paradoks Nasib UMKM
A
A
A
Jika kesejahteraan rakyat adalah atap dari sebuah rumah, UMKM adalah tiang yang menyangganya. Rakyat dan UMKM adalah dua hal yang tidak bisa dilepaskan ketika kita membicarakan perekonomian Indonesia.
UMKM merupakan tulang punggung bagi 101.722.458 tenaga kerja yang bergerak di sektor riil. Jumlah ini sekitar 97,24% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada (bps.go.id, 2011). Dari jumlah tersebut, terlihat jelas bahwa sumber ekonomi terbesar bagi rakyat Indonesia saat ini berasal dari usaha yang dibangun oleh rakyat sendiri dalam skala mikro, kecil, dan menengah, yang notabene menyerap tenaga kerja sangat banyak.
Hal tersebut juga diperkuat dengan data laporan dari Departemen Koperasi Kementerian KUMKM yang menunjukkan bahwa usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) merupakan pelaku usaha terbesar dengan persentase 99% dari total pelaku usaha nasional pada 2011. Peran UMKM terhadap PDB nasional juga sangat besar, sekitar 57,94% dari total PDB, atau sebesar Rp4.303,6 triliun pada 2011 (depkop.go.id ).
Dari data tersebut, bisa disimpulkan bahwa apabila UMKM tidak bergerak atau stagnan dalam satu periode tahunan, negara akan kehilangan lebih dari setengah sumber PDB nasional pada tahun berjalan. Hal ini tentu sangat berpengaruh besar terhadap pergerakan roda ekonomi. Tetapi, fakta tersebut ternyata tidak direspons dengan begitu baik oleh pemerintah.
Dapat dilihat pada APBN 2015 misalnya, belanja pemerintah pusat dalam peningkatan ketersediaan infrastruktur untuk Kementerian Koperasi dan UMKM masih sangat kecil yaitu Rp1,5 triliun atau sekitar 0.07% dari total belanja negara. Penyaluran subsidi bunga kredit untuk pengembangan UMKM pun hanya sekitar Rp 2triliun atau 2.8% dari total subsidi nonenergi.
Alokasi ABPN masih banyak disalurkan untuk subsidi energi yang notabene bukanlah sektor produktif bagi peningkatan ekonomi. Dari hal tersebut, kita dapat melihat bagaimana keseriusan pemerintah dalam meningkatkan peran UMKM terhadap peningkatan ekonomi rakyat.
Meskipun pemerintah mengetahui betapa pentingnya keberadaan UMKM bagi rakyat dan perekonomian nasional, peran pemerintah dalam mengakomodasi dan memfasilitasi masyarakat untuk mengembangkan UMKM masih sangat kecil. Hal ini menjadi paradoks ketika keinginan untuk meningkatkan fondasi ekonomi rakyat tidak diikuti dengan usaha yang maksimal dalam mewujudkannya.
Pemerintah seharusnya dapat belajar dari krisis ekonomi pada 1998 tentang bagaimana ketahanan UMKM terhadap krisis yang begitu kuat. UMKM juga telah mempercepat laju pertumbuhan ekonomi karena banyak menyerap tenaga kerja.
Dengan belajar dari pengetahuan dan pengalaman tersebut, seharusnya pemerintah dapat berusaha lebih maksimal untuk meningkatkan peran UMKM yaitu dengan cara meningkatkan anggaran dan subsidi bagi UMKM dalam APBN 2016.
TRI BAGU UTAMA
Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
UMKM merupakan tulang punggung bagi 101.722.458 tenaga kerja yang bergerak di sektor riil. Jumlah ini sekitar 97,24% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada (bps.go.id, 2011). Dari jumlah tersebut, terlihat jelas bahwa sumber ekonomi terbesar bagi rakyat Indonesia saat ini berasal dari usaha yang dibangun oleh rakyat sendiri dalam skala mikro, kecil, dan menengah, yang notabene menyerap tenaga kerja sangat banyak.
Hal tersebut juga diperkuat dengan data laporan dari Departemen Koperasi Kementerian KUMKM yang menunjukkan bahwa usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) merupakan pelaku usaha terbesar dengan persentase 99% dari total pelaku usaha nasional pada 2011. Peran UMKM terhadap PDB nasional juga sangat besar, sekitar 57,94% dari total PDB, atau sebesar Rp4.303,6 triliun pada 2011 (depkop.go.id ).
Dari data tersebut, bisa disimpulkan bahwa apabila UMKM tidak bergerak atau stagnan dalam satu periode tahunan, negara akan kehilangan lebih dari setengah sumber PDB nasional pada tahun berjalan. Hal ini tentu sangat berpengaruh besar terhadap pergerakan roda ekonomi. Tetapi, fakta tersebut ternyata tidak direspons dengan begitu baik oleh pemerintah.
Dapat dilihat pada APBN 2015 misalnya, belanja pemerintah pusat dalam peningkatan ketersediaan infrastruktur untuk Kementerian Koperasi dan UMKM masih sangat kecil yaitu Rp1,5 triliun atau sekitar 0.07% dari total belanja negara. Penyaluran subsidi bunga kredit untuk pengembangan UMKM pun hanya sekitar Rp 2triliun atau 2.8% dari total subsidi nonenergi.
Alokasi ABPN masih banyak disalurkan untuk subsidi energi yang notabene bukanlah sektor produktif bagi peningkatan ekonomi. Dari hal tersebut, kita dapat melihat bagaimana keseriusan pemerintah dalam meningkatkan peran UMKM terhadap peningkatan ekonomi rakyat.
Meskipun pemerintah mengetahui betapa pentingnya keberadaan UMKM bagi rakyat dan perekonomian nasional, peran pemerintah dalam mengakomodasi dan memfasilitasi masyarakat untuk mengembangkan UMKM masih sangat kecil. Hal ini menjadi paradoks ketika keinginan untuk meningkatkan fondasi ekonomi rakyat tidak diikuti dengan usaha yang maksimal dalam mewujudkannya.
Pemerintah seharusnya dapat belajar dari krisis ekonomi pada 1998 tentang bagaimana ketahanan UMKM terhadap krisis yang begitu kuat. UMKM juga telah mempercepat laju pertumbuhan ekonomi karena banyak menyerap tenaga kerja.
Dengan belajar dari pengetahuan dan pengalaman tersebut, seharusnya pemerintah dapat berusaha lebih maksimal untuk meningkatkan peran UMKM yaitu dengan cara meningkatkan anggaran dan subsidi bagi UMKM dalam APBN 2016.
TRI BAGU UTAMA
Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
(ftr)