Polri Ragukan Data ICW
A
A
A
KEPALA Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Agus Rianto menyangsikan hasil penelitian ICW yang menyimpulkan institusinya paling rendah dalam penanganan kasus korupsi sampai ke tingkat penuntutan.
Agus menilai, data yang disampaikan ICW tidak akurat karena tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Agus mengatakan, mustahil selama 2010-2014 kepolisian hanya menyidik 536 kasus korupsi dan hanya 232 kasus yang naik ke penuntutan. Dia mengklaim, pada 2014 saja Polri telah menyidik ribuan kasus korupsi.
”Kalau menurut data itu, setiap polda berarti cuma menangani tiga kasus korupsi setiap tahun. Itu tidak mungkin. Jangan memberikan informasi yang menyesatkan,” tandasnya. Persoalan penanganan kasus korupsi di kepolisian yang tak kunjung naik ke penuntutan, menurut Agus, perlu diidentifikasi terlebih dahulu terhadap kasus-kasus tersebut sebelum memberikan kesimpulan.
Masing-masing kasus memiliki konstruksi hukum tersendiri. Peningkatan status dari penyidikan ke penuntutan membutuhkan waktu yang panjang karena di dalamnya ada proses pemberkasan. ”Kita perlu cek dulu kasus-kasusnya yang mana dan kenapa belum sampai penuntutan,” katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi SP mengakui kinerja KPK selama semester pertama 2015 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan KPK banyak disibukkan menanggapi praperadilan para tersangka korupsi. Di samping itu, juga disibukkan dengan situasi dan kondisi internal KPK. ”Kondisi itu dapat dimaklumi kalau ukurannya jumlah kasus yang ditangani,” kata Johan Budi.
Kondisi internal KPK yang menurunkan kinerja, ungkap Johan, di antaranya pimpinan KPK yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pidana seperti Ketua KPK nonaktif Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto. Penetapan tersangka keduanya itu menimbulkan kekosongan kepemimpinan di KPK selama beberapa waktu. ”Energi kami habis untuk mengurusi itu,” tandas Johan.
Meski demikian, Johan menyatakan penurunan kinerja itu tidak terjadi lama. KPK pun langsung melakukan recovery. Dari catatan yang ada, ungkapnya, banyak perkara- perkara besar yang kemudian diungkap. ”Kami berupaya mulai moveon ,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Amir Yanto menyatakan, naik dan turun sebuah penyidikan dalam instansi penegak hukum merupakan hal yang wajar.
Perkara yang ditangani itu tidak akan sama dengan perkara tahun sebelumnya. ”Yang penting saat ini kita masih tetap semangat dan tidak ada kendor-kendornya dalam pemberantasan korupsi,” tandas Amir.
Khoirul muzzaki/ Ilham sahfutra/ Hasyim ashari
Agus menilai, data yang disampaikan ICW tidak akurat karena tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Agus mengatakan, mustahil selama 2010-2014 kepolisian hanya menyidik 536 kasus korupsi dan hanya 232 kasus yang naik ke penuntutan. Dia mengklaim, pada 2014 saja Polri telah menyidik ribuan kasus korupsi.
”Kalau menurut data itu, setiap polda berarti cuma menangani tiga kasus korupsi setiap tahun. Itu tidak mungkin. Jangan memberikan informasi yang menyesatkan,” tandasnya. Persoalan penanganan kasus korupsi di kepolisian yang tak kunjung naik ke penuntutan, menurut Agus, perlu diidentifikasi terlebih dahulu terhadap kasus-kasus tersebut sebelum memberikan kesimpulan.
Masing-masing kasus memiliki konstruksi hukum tersendiri. Peningkatan status dari penyidikan ke penuntutan membutuhkan waktu yang panjang karena di dalamnya ada proses pemberkasan. ”Kita perlu cek dulu kasus-kasusnya yang mana dan kenapa belum sampai penuntutan,” katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi SP mengakui kinerja KPK selama semester pertama 2015 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan KPK banyak disibukkan menanggapi praperadilan para tersangka korupsi. Di samping itu, juga disibukkan dengan situasi dan kondisi internal KPK. ”Kondisi itu dapat dimaklumi kalau ukurannya jumlah kasus yang ditangani,” kata Johan Budi.
Kondisi internal KPK yang menurunkan kinerja, ungkap Johan, di antaranya pimpinan KPK yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pidana seperti Ketua KPK nonaktif Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto. Penetapan tersangka keduanya itu menimbulkan kekosongan kepemimpinan di KPK selama beberapa waktu. ”Energi kami habis untuk mengurusi itu,” tandas Johan.
Meski demikian, Johan menyatakan penurunan kinerja itu tidak terjadi lama. KPK pun langsung melakukan recovery. Dari catatan yang ada, ungkapnya, banyak perkara- perkara besar yang kemudian diungkap. ”Kami berupaya mulai moveon ,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Amir Yanto menyatakan, naik dan turun sebuah penyidikan dalam instansi penegak hukum merupakan hal yang wajar.
Perkara yang ditangani itu tidak akan sama dengan perkara tahun sebelumnya. ”Yang penting saat ini kita masih tetap semangat dan tidak ada kendor-kendornya dalam pemberantasan korupsi,” tandas Amir.
Khoirul muzzaki/ Ilham sahfutra/ Hasyim ashari
(ftr)