Berharap pada KUR
A
A
A
Pemerintah meyakini penurunan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) bisa menjadi penggerak roda usaha kecil dan menengah (UKM) di tengah perlambatan laju pertumbuhan perekonomian nasional.
Suku bunga KUR yang sebelumnya bertengger di level 22% per tahun kini dipatok sekitar 12% per tahun. Pemerintah telah mematok target penyaluran dan KUR sebesar Rp30 triliun hingga akhir tahun ini. Dari data yang dipublikasi Kementerian Koperasi dan UKM tercatat sebanyak Rp700 miliar dana KUR sudah dinikmati masyarakat hingga awal September ini.
Pemerintah berjanji untuk terus menekan suku bunga KUR, setidaknya untuk tahun depan pengusaha UKM bisa menikmati suku bunga satu digit atau sekitar 9%. Sejak lima bulan lalu, pemerintah sudah membahas secara serius penurunan suku bunga KUR yangdinilai terlalu tinggi selama ini sehingga menyulitkan pengusaha UKM untuk memanfaat fasilitas keuangan yang disediakan pemerintah.
Dalam keputusan final pemerintah memutuskan untuk menambah subsidi dana KUR. Penetapan besaran subsidi dana KUR berpayung pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 146/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga untuk KUR.
PMK yang diterbitkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 30 Juli 2015 menetapkan besaran subsidi bunga KUR yang dibayarkan pada bank pelaksana terdiri atas; kredit mikro sebesar 7% per tahun, kredit ritel sekitar 3% per tahun, dan kredit tenaga kerja Indonesia mencapai 12% per tahun.
Selanjutnya, pembayaran subsidi bunga berdasarkan besaran subsidi bunga dikalikan outstanding KUR dari waktu ke waktu. Untuk menekan suku bunga KUR ke level 12%, pemerintah telah menaikkan dana subsidi dari Rp400 miliar menjadi Rp1 triliun.
Berdasarkan publikasi Kemenkeu tambahan dana subsidi sebesar Rp600 miliar berasal dari realokasi dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015. Penurunan suku bunga KUR tentu bukan hanya memberi nafas baru bagi pelaku usaha UKM di tengah lesunya kondisi perekonomian, juga menjadi angin segar kalangan perbankan terutama pihak bank yang ditunjuk sebagai penyalur KUR.
Selain terjadi penurunan suku bunga, para nasabah juga mendapat kemudahan dengan dinaikkannya plafon pinjaman dari Rp20 juta menjadi Rp25 juta tanpa agunan untuk kredit mikro. Bagaimana dengan risiko kredit bermasalah? Pemerintah mengakui bahwa dalam setiap penyaluran kredit pasti ada risiko bermasalah.
Namun, terkait dengan KUR, pemerintah tidak khawatir dengan kredit bermasalah alias macet karena risiko telah dijamin dengan membayar premi risiko pada Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo). Karena itu, pemerintah optimistis program KUR bisa menopang kelangsungan hidup UKM di tengah kondisi perekonomian nasional yang tidak bersahabat.
Perum Jamkrindo adalah perusahaan negara di bidang penjaminan yang menargetkan volume penjaminan sebesar Rp81,78 triliun hingga akhir tahun ini. Sebagai lembaga penjamin, kinerja Jamkrindo cukup meyakinkan setidaknya terlihat dari perolehan laba bersih yang terus meningkat.
Laba bersih perusahaan tercatat naik sebesar 16,02% menjadi sejumlah Rp314,04 miliar pada periode semester pertama 2015 dibanding periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp270,68 miliar.
Meski penuh rasa optimistis target penyaluran KUR sebesar Rp30 triliun yang terdiri atas kredit mikro sebesar Rp20 triliun, kredit ritel sejumlah Rp9,8 triliun, dan sekitar Rp200 miliar untuk kredit tenaga kerja Indonesia terealisasi tahun ini, tak sedikit yang meragukan dengan melihat kondisi perekonomian yang masih lesu.
Meski demikian, langkah pemerintah menurunkan suku bunga dan menaikkan plafon KUR mikro memang sudah semestinya. Suku bunga kredit perbankan di Indonesia tercatat paling tinggi di antara negara ASEAN. Akibat suku bunga kredit yang tinggi salah satu persoalan yang menyebabkan daya saing produk dari negeri ini sulit berkompetisi.
Kita berharap penyaluran KUR bisa tepat sasaran dalam artian tersalurkan untuk sektor produktif yang selama ini memang tidak tersentuh oleh perbankan dengan baik misalnya sektor nelayan dan pertanian yang justru menjadi sumber potensial negeri ini.
Suku bunga KUR yang sebelumnya bertengger di level 22% per tahun kini dipatok sekitar 12% per tahun. Pemerintah telah mematok target penyaluran dan KUR sebesar Rp30 triliun hingga akhir tahun ini. Dari data yang dipublikasi Kementerian Koperasi dan UKM tercatat sebanyak Rp700 miliar dana KUR sudah dinikmati masyarakat hingga awal September ini.
Pemerintah berjanji untuk terus menekan suku bunga KUR, setidaknya untuk tahun depan pengusaha UKM bisa menikmati suku bunga satu digit atau sekitar 9%. Sejak lima bulan lalu, pemerintah sudah membahas secara serius penurunan suku bunga KUR yangdinilai terlalu tinggi selama ini sehingga menyulitkan pengusaha UKM untuk memanfaat fasilitas keuangan yang disediakan pemerintah.
Dalam keputusan final pemerintah memutuskan untuk menambah subsidi dana KUR. Penetapan besaran subsidi dana KUR berpayung pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 146/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga untuk KUR.
PMK yang diterbitkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 30 Juli 2015 menetapkan besaran subsidi bunga KUR yang dibayarkan pada bank pelaksana terdiri atas; kredit mikro sebesar 7% per tahun, kredit ritel sekitar 3% per tahun, dan kredit tenaga kerja Indonesia mencapai 12% per tahun.
Selanjutnya, pembayaran subsidi bunga berdasarkan besaran subsidi bunga dikalikan outstanding KUR dari waktu ke waktu. Untuk menekan suku bunga KUR ke level 12%, pemerintah telah menaikkan dana subsidi dari Rp400 miliar menjadi Rp1 triliun.
Berdasarkan publikasi Kemenkeu tambahan dana subsidi sebesar Rp600 miliar berasal dari realokasi dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015. Penurunan suku bunga KUR tentu bukan hanya memberi nafas baru bagi pelaku usaha UKM di tengah lesunya kondisi perekonomian, juga menjadi angin segar kalangan perbankan terutama pihak bank yang ditunjuk sebagai penyalur KUR.
Selain terjadi penurunan suku bunga, para nasabah juga mendapat kemudahan dengan dinaikkannya plafon pinjaman dari Rp20 juta menjadi Rp25 juta tanpa agunan untuk kredit mikro. Bagaimana dengan risiko kredit bermasalah? Pemerintah mengakui bahwa dalam setiap penyaluran kredit pasti ada risiko bermasalah.
Namun, terkait dengan KUR, pemerintah tidak khawatir dengan kredit bermasalah alias macet karena risiko telah dijamin dengan membayar premi risiko pada Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo). Karena itu, pemerintah optimistis program KUR bisa menopang kelangsungan hidup UKM di tengah kondisi perekonomian nasional yang tidak bersahabat.
Perum Jamkrindo adalah perusahaan negara di bidang penjaminan yang menargetkan volume penjaminan sebesar Rp81,78 triliun hingga akhir tahun ini. Sebagai lembaga penjamin, kinerja Jamkrindo cukup meyakinkan setidaknya terlihat dari perolehan laba bersih yang terus meningkat.
Laba bersih perusahaan tercatat naik sebesar 16,02% menjadi sejumlah Rp314,04 miliar pada periode semester pertama 2015 dibanding periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp270,68 miliar.
Meski penuh rasa optimistis target penyaluran KUR sebesar Rp30 triliun yang terdiri atas kredit mikro sebesar Rp20 triliun, kredit ritel sejumlah Rp9,8 triliun, dan sekitar Rp200 miliar untuk kredit tenaga kerja Indonesia terealisasi tahun ini, tak sedikit yang meragukan dengan melihat kondisi perekonomian yang masih lesu.
Meski demikian, langkah pemerintah menurunkan suku bunga dan menaikkan plafon KUR mikro memang sudah semestinya. Suku bunga kredit perbankan di Indonesia tercatat paling tinggi di antara negara ASEAN. Akibat suku bunga kredit yang tinggi salah satu persoalan yang menyebabkan daya saing produk dari negeri ini sulit berkompetisi.
Kita berharap penyaluran KUR bisa tepat sasaran dalam artian tersalurkan untuk sektor produktif yang selama ini memang tidak tersentuh oleh perbankan dengan baik misalnya sektor nelayan dan pertanian yang justru menjadi sumber potensial negeri ini.
(ftr)