UU Desa dan Pertanian

Senin, 14 September 2015 - 10:10 WIB
UU Desa dan Pertanian
UU Desa dan Pertanian
A A A
Salah satu pilar penting perekonomian Indonesia ialah pertanian. Gonjang-ganjing kenaikan harga bahan pangan akhir-akhir ini menyiratkan ada yang tidak beres dalam pengelolaan sektor padat karya tersebut.

Jika dikaitkan dengan lesunya perekonomian dunia serta melemahnya nilai tukar rupiah, setidaknya ada beberapa permasalahan mendasar. Pertama, meskipun selama ini Indonesia disebut sebagai negara agraris, ternyata angka ketergantungan impor kebutuhan pangan semakin meningkat.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), impor pangan pada 2003 tercatat USD3,34 miliar, sedangkan 2013 impor pangan mencapai USD14,90 miliar, atau naik empat kali lipat. Ketika nilai tukar rupiah melemah dari nilai dolar, tingginya kebutuhan impor pasti menjadi problem pelik bagi neraca perdagangan Indonesia.

Kedua, jika diselisik lebih jauh, problem di atas terkait erat dengan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian yang terus menurun. Dalam survei bidang pertanian yang dilakukan oleh BPS, jumlah rumah tangga usaha tani di Indonesia pada 2003 diketahui masih 31,17 juta. Tapi sepuluh tahun kemudian (2013), jumlahnya menyusut jadi 26,13 juta.

Turun sekitar 5 juta selama sepuluh tahun. Atau kalau dirata-ratakan turun 1,75 persen per tahun. Ketiga, dalam beberapa dekade terakhir, data lapangan menunjukkan bahwa lahan pertanian semakin menyempit, baik karena alih fungsi sebagai lahan permukiman maupun lahan industri. Lantas, langkah apa yang bisa diupayakan?

Sesuai dengan UU No 6 Tahun 2014 atau yang sering dikenal dengan Undang-Undang Desa, khususnya dalam pasal 80, ada dua amanat prioritas yang sangat terkait dengan upaya mengatasi problem di atas. Pertama, pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif. Sebagaimana telah ditetapkan oleh pemerintah, mulai awal 2015 kemarin, setiap desa mendapatkan anggaran dana dari APBN pusat sebesar Rp750 juta per tahun.

Nominal anggaran tersebut sangat strategis untuk mengembangkan pertanian, mulai pembangunan sarana irigasi, bantuan pupuk, pengadaan bibit unggul, sampai pendampingan tenaga ahli. Kedua, pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi desa, salah satunya sektor pertanian.

Jadi, secara legalitas-formal, Undang-Undang Desa telah memberikan kucuran modal finansial dan langkah strategis bagi pengukuhan pilar-pilar perekonomian di desa yang selama ini diabaikan. Kini, tinggal tugas kita adalah berpartisipasi dan aktif melakukan pengawasan agar amanat undang-undang tersebut dapat terejawantahkan . Semoga!

MUHAMMAD HANIFUDDIN
Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik, Aktivis The Political Literacy Institute Jakarta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4758 seconds (0.1#10.140)