Ironi Rangkap Jabatan

Sabtu, 12 September 2015 - 10:34 WIB
Ironi Rangkap Jabatan
Ironi Rangkap Jabatan
A A A
Di tengah hiruk-pikuk kegaduhan di internal pemerintahan terkait proyek listrik 35.000 megawatt, penanganan kasus Pelindo II yang kemudian diikuti pergantian posisi kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Budi Waseso (Buwas), hingga kontroversi proyek kereta cepat, ada satu isu yang hampir luput dari perhatian kita.

Ialah soal rangkap jabatan dari tiga kader PDIP yang duduk di kabinet, yaitu Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumulo, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Menurut catatan sekretariat DPR, hingga kini belum ada pergantian antar-waktu (PAW) terhadap Puan, Tjahjo, dan Pramono.

Ini berarti posisi rangkap menteri sekaligus anggota DPR bagi Puan dan Tjahjo sudah berjalan lebih dari 10 bulan. Pramono baru masuk kabinet saat Presiden Joko Widodo melakukan reshuffle terhadap sejumlah menteri pada Agustus lalu. Pramono menjabat sekretaris kabinet menggantikan Andi Wijayanto. Dari sisi etika politik, rangkap jabatan jelas tidak baik dan kurang mendidik. Apalagi posisi yang dirangkap adalah di eksekutif dan legislatif. Dua lembaga yang harusnya saling mengontrol.

Tentu saja akan terjadi konflik kepentingan yang demikian kuat dalam diri ketiga kader PDIP itu saat menjalankan tugas-tugas mereka sebagai pembantu presiden. Dalam berbagai kesempatan Puan, Tjahjo, maupun Pramono menepis tuduhan mereka rangkap jabatan. Seperti disampaikan ketiganya, begitu menjabat jadi menteri mereka sudah mengirimkan surat ke Fraksi PDIP DPR agar segera diganti lewat PAW.

Namun, DPP PDIP hingga kini belum mengirimkan surat kepada pimpinan DPR untuk melakukan PAW. Kelambanan PDIP untuk mengganti posisi tiga kader terbaiknya di DPR itu menimbulkan sejumlah spekulasi. Salah satunya disebutsebut ada salah satu atau salah dua di antara ketiganya akan dipersiapkan menjadi salah satu pimpinan DPR.

Keinginan PDIP sebagai parpol penguasa yang menopang pemerintahan Jokowi (Koalisi Indonesia Hebat/KIH) untuk menguasai parlemen sangatlah beralasan. Jika cita-cita itu tercapai, salah satu kursi pimpinan DPR jatuh ke tangan Puan, misalnya, posisi pemerintahan akan lebih mudah saat berhadapan dengan DPR yang selama ini didominasi oleh wakil-wakil rakyat dari blok Koalisi Merah Putih (KMP). Program-program pemerintah bisa dikawal dan diamankan di parlemen.

Apalagi, saat ini posisi KIH sedang mendapat angin segar setelah bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN). Atas situasi ini, maka pertimbangan PDIP menunda PAW bagi tiga kadernya menjadi sangat rasional. Tapi, mari kita lihat apa yang dilakukan parpol koalisi KIH lain yang kadernya juga masuk ke kabinet Jokowi.

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) telah melakukan PAW tiga kadernya di kabinet, yaitu Menpora Imam Nahrawi, Menaker Hanif Dhakiri, dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar. Proses PAW itu dilakukan dengan cepat tanpa hambatan berarti, begitu yang dikatakan Sekjen PKB Abdul Kadir Karding. Hal serupa juga sudah dilakukan Partai Hanura.

Posisi Menteri Perindustrian Saleh Husin sudah digantikan kader Hanura lain dari dapilnya: NTT. Secara moral politik, tidak ada alasan untuk mempertahankan rangkap jabatan. Atas alasan apa pun rangkap jabatan menunjukkan sikap keserakahan yang tidak pantas dicontoh. Kita tidak meragukan integritas ketiga kader PDIP itu.

Namun, ungkapan mengatakan kekuasaan akan cenderung korup dan memabukkan. Karena itu antisipasi untuk menghindari rangkap jabatan di legislatif dan eksekutif memiliki poin tinggi. Parpol yang enggan melakukannya akan dicatat oleh rakyat. Demikian pula terhadap kader-kader yang bersangkutan akan muncul persepsi negatif jika posisinya masih merangkap. Apalagi kolega-kolega mereka dari parpol koalisi KIH sudah melakukan PAW terlebih dahulu.

Selain desakan dan sorotan publik yang tajam, PDIP sebagai partai berkuasa juga harus mempertimbangkan integritas pemerintahan Jokowi-JK di mata publik. Jangan sampai kelambanan sikap mereka menambah amunisi untuk menyerang Presiden Jokowi yang kini sedang bekerja keras memulihkan kondisi ekonomi.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0600 seconds (0.1#10.140)