Gresik Migas, Menuju BUMD Terkemuka
A
A
A
Badan usaha milik daerah (BUMD) sejatinya menjadi salah satu sumber penerimaan keuangan pemerintah daerah. BUMD sebagai wujud dari peran pemerintah daerah dalam pembangunan ekonomi daerah seharusnya menjadi solusi bagi keuangan daerah.
Namun, harapan itu sering jauh panggang dari api. BUMD, pada kenyataannya, sering menjadi persoalan bagi pemerintah daerah. Alihalih menjadi sumber penerimaan, BUMD malah menjadi beban bagi keuangan daerah. Pertanyaannya, mengapa hal itu terjadi? Ada beberapa alasan untuk menjelaskan hal tersebut.
Pertama, pengelolaan BUMD tidak dilakukan secara profesional. Dalam banyak kasus, para direksi yang ditempatkan di sebuah BUMD tidak memiliki kapasitas memadai. Mereka ditempatkan hanya karena pertimbangan kedekatan dengan kepala daerah atau partai politik yang berkuasa di sebuah daerah.
Kedua, BUMD hanya menjadi ”sapi perah” para pejabat dan politisi daerah untuk kepentingan politiknya. BUMD sering kali sulit melakukan terobosan atau ekspansi bisnis karena dana yang dimilikinya diselewengkan untuk kepentingan tertentu. Ketiga, BUMD digerogoti korupsi. Tidak heran jika banyak pejabat daerah, termasuk direksi BUMD, terjerat kasus korupsi. Banyak di antara kasus itu yang melibatkan BUMD migas.
Hal ini bisa dimaklumi menimbang banyaknya dana yang berputar dalam BUMD migas. Di antara cerita miris pengelolaan BUMD (migas), ada beberapa kisah sukses yang diraih. Sebut saja, PT Petrogas Jatim Utama milik Provinsi Jawa Timur, PT Bina Bangun Wibawa Mukti Bekasi, milik Kabupaten Bekasi, dan Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan.
Selain itu, PT Bojonegoro Bangun Sarana, milik Kabupten Bojonegoro, dan PT Bumi Siak Pusako, milik Kabupaten Siak. Satu di antara BUMD migas yang memiliki kisah sukses dan menjadi kebanggaan pemerintahan daerah yaitu PT Gresik Migas, milik Pemerintah Kabupaten Gresik. Kiat sukses pengelolaan BUMD Gresik Migas ini bisa ditemukan dalam buku Bisnis BUMD Migas, Gresik Way , yang diterbitkan Energi Nusantara pada April 2015.
Buku ini sangat menarik karena ditulis oleh praktisi yang juga direktur utama PT Gresik Migas, Bukhari. Pengalaman dan sejumlah terobosan yang dilakukan Bukhari selama memimpin BUMD migas itu sejak 2010 dituangkan dalam buku setebal 156 halaman ini.
Gresik Way
PT Gresik Migas didirikan pada 2006 oleh Pemerintah Kabupaten Gresik, Jawa Timur, berdasarkan Peraturan Darah Nomor 2/2006 tentang PT Gresik Migas. Sesuai Perda tersebut, PT Gresik Migas memiliki visi menjadi sebuah perusahaan BUMD terkemuka di Indonesia yang bergerak terutama di sektor hilir migas, antara lain penyaluran migas yang dalam hal ini diperoleh dari PT Kodeco, yang kemudian diambil alih oleh PT Pertamina Hulu, yang memiliki kuasa pertambangan di Laut Jawa.
Kabupaten Gresik merupakan pasar besar bagi bisnis migas. Di daerah ini demand dan market sama besarnya. Kontraktor dan industri tumbuh pesat di kabupaten berpenduduk 1,3 juta jiwa ini. Karena itu, Gresik Migas menetapkan bidang niaga sebagai core bisnis. Walau demikian, bisnis Gresik Migas tidak mulus. Bahkan, sebelum ditangani direksi baru, BUMD migas ini pernah mengalami neraca negatif.
Menyikapi masalah ini, para pemegang saham melakukan rapat umum pemegang saham (RUPS) pada 10 November 2010. RUPS akhirnya menunjuk Bukhari sebagai direktur utama, menggantikan Sumardiman Digdowirogo. Saat pergantian manajemen baru tersebut neraca keuangan PT Gresik Migas dalam posisi minus Rp1 miliar.
Berbekal sejumlah pengalaman yang dimilikinya, seperti menjadi Direktur Utama PT Alamigas Mega Energi (2006- 2010), suami Ana Solichati dan ayah tiga anak ini optimistis Gresik Migas bisa mendatangkan keuntungan. Seusai dilantik Bukhari pun melakukan beberapa terobosan, yang menjadi langkah awal bagi kesuksesan selanjutnya.
Salah satu terobosan itu yakni melakukan renegosiasi kontrak penyaluran gas yang telah berjalan sejak perusahaan berdiri. Bukhari menilai kontrak penyaluran gas dengan sebuah perusahaan itu merugikan Migas Gresik. Kendati berjalan alot, kesepakatan baru bisa tercapai. Kesepakatan ini bisa mendatangkan keuntungan bagi Gresik Migas hingga 300 persen.
Sesuai misinya, yakni sebagai perusahaan yang bergerak di sektor hilir migas, Gresik Migas mengambil konsentrasi bidang usaha niaga sebagai lahan bisnis. Konsekuensinya, Gresik Migas harus membangun dan memiliki fasilitas yang berkaitan dengan niaga migas, seperti jaringan pipa gas. Memiliki pipa gas sendiri bagi Gresik Migas merupakan sebuah keharusan.
Karena itu, program awal yang dilakukan direksi baru yaitu membangun fasilitas metering gas, dengan nilai investasi mencapai USD2 juta. Bukhari mengibaratkan fasilitas metering gas ini dengan jalan tol. Jika sudah terbangun maka akan memberi dampak yang sangat besar.
Keberhasilan membangun jaringan pipa gas ini mencatatkan Gresik Migas sebagai BUMD migas pertama di Indonesia yang membangun dan memiliki pipa gas sendiri. Ini bisa menjadi best practice bagi BUMD yang lain. Perlahan namun pasti, PT Gresik Migas, yang kini menjadi kebanggaan Pemerintah Kabupaten Gresik, semakin berkembang.
Jika pada 2009 dan 2010 perusahaan merugi, maka sejak 2011 Gresik Migas bisa mengantongi laba yang terus meningkat. Pada 2012 laba perusahaan mencapai Rp408 miliar, meningkat pada 2013 menjadi Rp608 miliar dan naik lagi menjadi Rp1,2 triliun pada 2014. Keberhasilan inilah yang menyebabkan Bukhari menerima trofi BUMD terbaik kedua yang diselenggarakan majalah Business Review pada 2014.
Saat ini Gresik Migas sedang melakukan proses pembangunan integrated gas metering station . Fasilitas tersebut akan dipasang di Java Integrated Industrial Ports Estate (JIIPE) yang dibangun di kawasan pelabuhan di Kota Gresik, dengan nilai investasi sebesar USD30 juta.
PT Gresik Migas juga akan membangun jaringan pipa dengan total sepanjang 30 kilometer. Dengan jaringan pipa tersebut Gresik Migas menargetkan bisa menjual gas sebesar 100 bbtu pada 2017, setara dengan Rp2 triliun. Karena itu, Bukhari optimistis target laba sebesar Rp2 triliun pada 2017 bisa tercapai. Apa saja kunci sukses Gresik Migas?
Bagi Bukhari, memiliki pengetahuan atau keahlian dalam hal migas saja belum cukup. Ada hal lain yang justru sangat penting, yaitu manajemen keuangan dan pemasaran. Hal lain yang tidak kalah penting yaitu adanya keberpihakan kepala daerah.
Dukungan kepala daerah kepada BUMD untuk mandiri dan berkembang di bawah direksi/ tenaga profesional yang dipercaya merupakan separuh jalan keberhasilan.
Very Herdiman
Editor Business Review Online (www.BR-online.co), Jakarta.
Namun, harapan itu sering jauh panggang dari api. BUMD, pada kenyataannya, sering menjadi persoalan bagi pemerintah daerah. Alihalih menjadi sumber penerimaan, BUMD malah menjadi beban bagi keuangan daerah. Pertanyaannya, mengapa hal itu terjadi? Ada beberapa alasan untuk menjelaskan hal tersebut.
Pertama, pengelolaan BUMD tidak dilakukan secara profesional. Dalam banyak kasus, para direksi yang ditempatkan di sebuah BUMD tidak memiliki kapasitas memadai. Mereka ditempatkan hanya karena pertimbangan kedekatan dengan kepala daerah atau partai politik yang berkuasa di sebuah daerah.
Kedua, BUMD hanya menjadi ”sapi perah” para pejabat dan politisi daerah untuk kepentingan politiknya. BUMD sering kali sulit melakukan terobosan atau ekspansi bisnis karena dana yang dimilikinya diselewengkan untuk kepentingan tertentu. Ketiga, BUMD digerogoti korupsi. Tidak heran jika banyak pejabat daerah, termasuk direksi BUMD, terjerat kasus korupsi. Banyak di antara kasus itu yang melibatkan BUMD migas.
Hal ini bisa dimaklumi menimbang banyaknya dana yang berputar dalam BUMD migas. Di antara cerita miris pengelolaan BUMD (migas), ada beberapa kisah sukses yang diraih. Sebut saja, PT Petrogas Jatim Utama milik Provinsi Jawa Timur, PT Bina Bangun Wibawa Mukti Bekasi, milik Kabupaten Bekasi, dan Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan.
Selain itu, PT Bojonegoro Bangun Sarana, milik Kabupten Bojonegoro, dan PT Bumi Siak Pusako, milik Kabupaten Siak. Satu di antara BUMD migas yang memiliki kisah sukses dan menjadi kebanggaan pemerintahan daerah yaitu PT Gresik Migas, milik Pemerintah Kabupaten Gresik. Kiat sukses pengelolaan BUMD Gresik Migas ini bisa ditemukan dalam buku Bisnis BUMD Migas, Gresik Way , yang diterbitkan Energi Nusantara pada April 2015.
Buku ini sangat menarik karena ditulis oleh praktisi yang juga direktur utama PT Gresik Migas, Bukhari. Pengalaman dan sejumlah terobosan yang dilakukan Bukhari selama memimpin BUMD migas itu sejak 2010 dituangkan dalam buku setebal 156 halaman ini.
Gresik Way
PT Gresik Migas didirikan pada 2006 oleh Pemerintah Kabupaten Gresik, Jawa Timur, berdasarkan Peraturan Darah Nomor 2/2006 tentang PT Gresik Migas. Sesuai Perda tersebut, PT Gresik Migas memiliki visi menjadi sebuah perusahaan BUMD terkemuka di Indonesia yang bergerak terutama di sektor hilir migas, antara lain penyaluran migas yang dalam hal ini diperoleh dari PT Kodeco, yang kemudian diambil alih oleh PT Pertamina Hulu, yang memiliki kuasa pertambangan di Laut Jawa.
Kabupaten Gresik merupakan pasar besar bagi bisnis migas. Di daerah ini demand dan market sama besarnya. Kontraktor dan industri tumbuh pesat di kabupaten berpenduduk 1,3 juta jiwa ini. Karena itu, Gresik Migas menetapkan bidang niaga sebagai core bisnis. Walau demikian, bisnis Gresik Migas tidak mulus. Bahkan, sebelum ditangani direksi baru, BUMD migas ini pernah mengalami neraca negatif.
Menyikapi masalah ini, para pemegang saham melakukan rapat umum pemegang saham (RUPS) pada 10 November 2010. RUPS akhirnya menunjuk Bukhari sebagai direktur utama, menggantikan Sumardiman Digdowirogo. Saat pergantian manajemen baru tersebut neraca keuangan PT Gresik Migas dalam posisi minus Rp1 miliar.
Berbekal sejumlah pengalaman yang dimilikinya, seperti menjadi Direktur Utama PT Alamigas Mega Energi (2006- 2010), suami Ana Solichati dan ayah tiga anak ini optimistis Gresik Migas bisa mendatangkan keuntungan. Seusai dilantik Bukhari pun melakukan beberapa terobosan, yang menjadi langkah awal bagi kesuksesan selanjutnya.
Salah satu terobosan itu yakni melakukan renegosiasi kontrak penyaluran gas yang telah berjalan sejak perusahaan berdiri. Bukhari menilai kontrak penyaluran gas dengan sebuah perusahaan itu merugikan Migas Gresik. Kendati berjalan alot, kesepakatan baru bisa tercapai. Kesepakatan ini bisa mendatangkan keuntungan bagi Gresik Migas hingga 300 persen.
Sesuai misinya, yakni sebagai perusahaan yang bergerak di sektor hilir migas, Gresik Migas mengambil konsentrasi bidang usaha niaga sebagai lahan bisnis. Konsekuensinya, Gresik Migas harus membangun dan memiliki fasilitas yang berkaitan dengan niaga migas, seperti jaringan pipa gas. Memiliki pipa gas sendiri bagi Gresik Migas merupakan sebuah keharusan.
Karena itu, program awal yang dilakukan direksi baru yaitu membangun fasilitas metering gas, dengan nilai investasi mencapai USD2 juta. Bukhari mengibaratkan fasilitas metering gas ini dengan jalan tol. Jika sudah terbangun maka akan memberi dampak yang sangat besar.
Keberhasilan membangun jaringan pipa gas ini mencatatkan Gresik Migas sebagai BUMD migas pertama di Indonesia yang membangun dan memiliki pipa gas sendiri. Ini bisa menjadi best practice bagi BUMD yang lain. Perlahan namun pasti, PT Gresik Migas, yang kini menjadi kebanggaan Pemerintah Kabupaten Gresik, semakin berkembang.
Jika pada 2009 dan 2010 perusahaan merugi, maka sejak 2011 Gresik Migas bisa mengantongi laba yang terus meningkat. Pada 2012 laba perusahaan mencapai Rp408 miliar, meningkat pada 2013 menjadi Rp608 miliar dan naik lagi menjadi Rp1,2 triliun pada 2014. Keberhasilan inilah yang menyebabkan Bukhari menerima trofi BUMD terbaik kedua yang diselenggarakan majalah Business Review pada 2014.
Saat ini Gresik Migas sedang melakukan proses pembangunan integrated gas metering station . Fasilitas tersebut akan dipasang di Java Integrated Industrial Ports Estate (JIIPE) yang dibangun di kawasan pelabuhan di Kota Gresik, dengan nilai investasi sebesar USD30 juta.
PT Gresik Migas juga akan membangun jaringan pipa dengan total sepanjang 30 kilometer. Dengan jaringan pipa tersebut Gresik Migas menargetkan bisa menjual gas sebesar 100 bbtu pada 2017, setara dengan Rp2 triliun. Karena itu, Bukhari optimistis target laba sebesar Rp2 triliun pada 2017 bisa tercapai. Apa saja kunci sukses Gresik Migas?
Bagi Bukhari, memiliki pengetahuan atau keahlian dalam hal migas saja belum cukup. Ada hal lain yang justru sangat penting, yaitu manajemen keuangan dan pemasaran. Hal lain yang tidak kalah penting yaitu adanya keberpihakan kepala daerah.
Dukungan kepala daerah kepada BUMD untuk mandiri dan berkembang di bawah direksi/ tenaga profesional yang dipercaya merupakan separuh jalan keberhasilan.
Very Herdiman
Editor Business Review Online (www.BR-online.co), Jakarta.
(bbg)