Membenahi Hubungan Bermasyarakat

Minggu, 06 September 2015 - 09:38 WIB
Membenahi Hubungan Bermasyarakat
Membenahi Hubungan Bermasyarakat
A A A
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir memandang penelitian IKI perlu berorientasi ke akhlak, perilaku, atau gaya hidup masyarakat pada tindakan yang baik (muamalah ), bukan sekadar perilaku verbal seperti peraturan semata.

Menurut Haedar, syariat adalah sebuah hukum yang selalu terkait dengan tujuan syariat, yakni berkehidupan yang baik. ”Maka jika suatu daerah telah memiliki perda syariah, tetapi masih terdapat kekurangan di berbagai aspek seperti pendidikan, kesehatan, dan toleransi beragama, berarti banyak yang perlu dibenahi,” ungkapnya.

Dia mengingatkan ada 10 indikator kebaikan yang menjadi tujuan syariat. Pertama , berketuhanan dan beragama, yakni mengakui bahwa setiap orang yang bertuhan harus juga mengakui perbedaan agama sebagai sunnatullah . Kedua , sepersaudaraan, yakni keragaman dalam hal agama dan budaya harus dibingkai dalam sebuah tali persaudaraan.

Ketiga , berakhlak dan beradab, yakni memahami mana yang menjadi kewajiban dan hak diri sehingga dapat membangun kebudayaan dan peradaban. Keempat , berhukum syariat, yakni menjalankan syariat dalam bermuamalah atau tindakan konkret yang baik dalam mendukung kemajuan peradaban.

Kelima , berkesejahteraan. Ini adalah sebuah hasil dari tindakan bermuamalah. Keenam , bermusyawarah, yaitumengakomodasisetiapelemen masyarakat yang ada lintasagama dan budaya dalam menyelesaikan permasalahan. Ketujuh , berihsan atau berkebajikan, yakni kerukunan hidup dan hanya berlomba-lomba pada kebaikan.

Kedelapan , berkemajuan, yaitu mengedepankan kemajuan diberbagai bidang baik pendidikan, kesehatan maupun teknologi. Kesembilan , berkepemimpinan, yaitu sikap gotong-royong yang tecermin antarsesama. Kesepuluh adalah tertib dalam segala aktivitas hidup. Selanjutnya, IKI dapat dilihat karena bersinergi pada bingkai keindonesiaan dan kemanusiaan.

Menurut Ketua PBNU Marsudi Syuhud, sebagai agama universal Islam tentunya juga mengatur hubungan antarsesama manusia. Begitu juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dikenal baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur , sebuah negeri yang subur dan makmur, adil dan aman.

Di dalamnya yang berhak akan mendapatkan haknya, yang berkewajiban akan melaksanakan kewajibannya, dan yang berbuat baik akan mendapat anugerah sebesar kebaikannya. Sayangnya, lanjut Marsudi, banyak kota yang sebagian besar penduduknya muslim tidak Islami. Justru kota yang sebagian besar penduduknya nonmuslim, disadari ataupun tidak, malah menerapkannya.

”Menurut saya banyak sekali kota kendati mayoritas penduduknya nonmuslim banyak yang sudah lebih Islami. Misalkan saja kota-kota di Eropa, Jepang, dan lainnya,” ungkap Marsudi. Hal itu, menurut dia, terlihat dari peradaban yang dibangun di kota tersebut.

Moral penduduknya yang berakhlak, kota yang bersih, teratur, dan berbudaya. Di sisi lain, pelaksanaan hak asasi manusia terjaga. Yang besar melindungi yang kecil, yang kecil menghormati yang besar. Seperti itulah kira-kira gambaran Kota Madinah pada era Nabi Muhammad.

”Jika hal itu bisa diterapkan dalam pembangunan daerah di Indonesia tentunya akan sangat baik. Peradaban Indonesia bisa jauh lebih maju. Kota-kotanya tertata rapi, jalanannya bagus dan bersih. Masyarakatnya ramah, tidak korup dan tertib,” kata Marsudi.

Kesalehan Sosial

Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Rizaul Haq mengungkapkan, penelitian IKI ini terinspirasi oleh hasil penelitian yang pernah dilakukan Hossein Askari, seorang guru besar politik dan bisnis internasional di Universitas George Washington, AS, dan rekannya, Scheherazade S Rehman.

Mereka melakukan sebuah penelitian sosial bertema How Islamic are Islamic Countries? yang dipublikasikan dalam Global Economy Journal (Berkeley Electronic Press, 2010). Sayangnya, dari hasil riset tersebut, negaranegara yang mendapatkan urutan teratas justru negara-negara berpenduduk non-Islam (lihat infografis ).

Dari hasil riset itu, Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim dan merupakan negara muslim terbesar di dunia berada pada urutan ke-104. Ajaran dasar Islam yang dijadikan indikator diambil dari Alquran dan hadis yang dikelompokkan menjadi lima aspek:

(1) ajaran Islam mengenai hubungan seseorang dengan Tuhan dan hubungan sesama manusia, (2) sistem ekonomi dan prinsip keadilan dalam politik serta kehidupan sosial, (3) sistem perundangundangan dan pemerintahan, (4) hak asasi manusia dan hak politik, serta (5) ajaran Islam berkaitan dengan hubungan internasional dan masyarakat nonmuslim.

”Indikator penelitian tidak ditekankan pada aspekritualkeagamaan. Namun pertanyaan yang dimunculkan Askari dan Rehman adalah sejauh mana atau seberapa jauh ajaran atau nilai-nilai keislaman membentuk kesalehan sosial seperti yang diajarkan Alquran dan hadis,” kata Fajar.

Hasil penelitian itu menyatakan bahwa negara-negara muslim masih menggunakan agama sebagai instrumen dan simbol semata. Seperti yang dilansir Telegraph (10/6/14), Askari menjelaskan bahwa kebanyakan negara muslim menggunakan agama hanya sebagai pengendali atau kontrol pemerintahan (kekuasaan).

Imas damayanti/ Hermansah/Hunaifi mas’oed
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0769 seconds (0.1#10.140)