Pemerintah Beralih ke Kereta Sedang

Sabtu, 05 September 2015 - 09:25 WIB
Pemerintah Beralih ke...
Pemerintah Beralih ke Kereta Sedang
A A A
JAKARTA - Setelah membatalkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, pemerintah kini menggagas kereta berkecepatan sedang untuk rute yang sama. Rencana ini pun tetap menuai kritik keras dari sejumlah kalangan.

Pemerintah beralasan, pembangunan kereta nonkonvensional ini akan mampu menumbuhkan perekonomian di sepanjang kawasan tersebut. Dalam proposal yang diajukan China maupun Jepang sebelumnya, dengan kereta cepat waktu tempuh Jakarta-Bandung hanya 34 menit. Sementara waktu tempuh rute yang sama dengan kereta sedang diperkirakan 44 menit atau lebih lama 10 menit.

”Keputusan Presiden adalah jangan kereta cepat, cukup kereta berkecepatan menengah atau sekitar 200-250 km/jam,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di kantornya, Jakarta, kemarin. Dengan perubahan kategori ini, Darmin yakin biaya yang dibutuhkan dalam proyek ini juga akan turun antara 30% hingga 40%.

Dia mengungkapkan, pemerintah berencana membuat kerangka acuan kereta api berkecepatan sedang dari segi spesifikasi kereta, standar perawatan, konektivitas dengan angkutan lain seperti bus dan kereta api konvensional, serta properti. Dia meyakini model proyek yang baru ini akan menguntungkan Indonesia. ”Artinya kita yang menentukan, kereta macam apa yang kita perlukan, akan berpotongan dengan bus yang mana dan di mana, kereta api yang mana dan di mana, akan dibangun properti di mana dan stasiun di mana,” ujarnya.

Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu pun optimistis proyek kereta berkecepatan sedang itu memiliki banyak peminat. Selain Jepang dan China, Darmin akan mengundang negara- negara lain seperti Jerman, Prancis, Korea Selatan, Spanyol, dan Inggris. ”Supaya dapat tawaran yang terbaik,” kata dia.

Kontes proyek kereta berkecepatan sedang tersebut menggunakan sistem penawar (bidder) unggulan. Jika dianggap tidak memuaskan, pemerintah pun bisa masuk ke daftar berikutnya atau di luar bidder unggulan. Namun Darmin enggan menyebut siapa saja yang masuk dalam daftar bidder unggulan. Sementara untuk kerangka acuan proyek, dia mengatakan hal itu akan dipersiapkan dalam waktu dekat.

Dia menjelaskan, salah satu alasan Pemerintah Indonesia menolak kereta cepat adalah jarak Jakarta-Bandung yang hanya 140-150 km sehingga keberadaannya menjadi tidak optimal. Alasan kedua adalah masalah pembiayaan proyek tersebut yang masih melibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam proyek kereta berkecepatan sedang pun pemerintah menegaskan tetap akan menggunakan skema murni bisnis.

”Dariawalsudahdigariskan tidak akan membebani APBN baik langsung maupun tidak langsung,” tegasnya. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengatakan proses persiapan dan pengerjaan kereta cepat menengah atau kereta sedang ini akan diserahkan kepada Kementerian BUMN dengan skema business to business (B to B).

Pemerintah, menurut Sofyan, hanya akan menjadi regulator dalam pengadaan kereta cepat menengah ini. Kereta sedang ini diestimasi memiliki kecepatan 250 km/ jam dan akan memangkas waktu perjalanan darat Jakarta- Bandung dari 2-3 jam menjadi 43 menit. Adapun proyek kereta cepat yang telah dibatalkan diestimasi memiliki kecepatan melebihi 300 km/jam dan akan memangkas waktu perjalanan darat Jakarta-Bandung dari 2-3 jam menjadi sekitar 30 menit.

Proyek kereta sedang dibutuhkan sebagai pelengkap sarana konektivitas dalam rencana pengembangan wilayah antara Jakarta dan kota pusat industri tekstil Bandung. ”Filosofi pembangunan kereta itu adalah pembangunan wilayah. Wilayah akan berkembang jika stasiun dibuka,” ujarnya.

Menteri BUMN Rini Soemarno meyakini proyek kereta Jakarta-Bandung dapat memberikan dorongan pembangunan ekonomi dan menciptakan kota-kota baru. Terlebih lagi, menurut Rini, saat ini BUMN PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII memiliki lahan seluas 2.952 hektare yang rencananya akan dikembangkan untuk ekowisata, agroindustri, dan pendidikan.

Dengan demikian, keberadaan kereta nonkonvensional ini dinilai sangat dibutuhkan. Mantan Direktur Utama Astra International itu mengatakan, pihaknya akan melakukan kajian bisnis pembangunan kereta tersebut. Dalam hal ini, kementerian akan menugasi konsorsium BUMN, yakni PT Wijaya Kaya (Wika), PT Jasa Marga, PTPN VIII, dan PT Kereta Api Indonesia (KAI), untuk mengkaji proyek tersebut.

Sementara itu, Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasuaki Tanizaki menyesalkan keputusan Pemerintah Indonesia yang membatalkan megaproyek itu. Dia mengatakan salah satu alasan Jepang melakukan studi kelayakan (feasibility study) kereta cepat karena merupakan permintaan dari pemerintah Indonesia.

Tak Mendesak

Rencana pembangunan kereta sedang sebagai pengganti kereta cepat ini dinilai belum mendesak. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) misalnya meminta pemerintah sebaiknya fokus terlebih dahulu membangun infrastruktur transportasi yang terjangkau dan terintegrasi dengan sektor pembangunan lain.

”Bukan fokus proyek kereta cepat yang padat modal, padat teknologi, tapi miskin pengalaman,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya. Menurut dia, saat ini yang terpenting adalah merevitalisasi angkutan umum di kotakota besar. ”Hal ini jauh lebih bermartabat daripada kereta api cepat yang hanya memanjakan investor,” tuturnya.

Dia menilai proyek baru kereta Jakarta-Bandung dapat memperlebar tingkat kesenjangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa. Sebaiknya pembangunan transportasi dengan paradigma untuk kesetaraan fasilitas transportasi antarwilayah menjadi fokus pemerintah. ”Lebih baik membangun kereta api di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera atau merevitalisasi kereta api di Jawa,” ujarnya.

Kritik keras sebelumnya kerap dilontarkan berbagai tokoh tentang rencana pengerjaan proyek kereta cepat Jakarta- Bandung ini. Mantan Menteri Perhubungan Emil Salim menilai proyek kereta cepat yang lokasinya di Pulau Jawa bisa memperlebar ketimpangan ekonomi mengingat kondisi transportasi di pulau lain masih sangat tidak memadai.

Rahmat fiansyah/ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6637 seconds (0.1#10.140)