Proyek Gagah-gagahan

Rabu, 02 September 2015 - 08:42 WIB
Proyek Gagah-gagahan
Proyek Gagah-gagahan
A A A
Indonesia bersiap-siap memiliki kereta cepat rute Jakarta- Bandung. Dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, sepertinya Indonesia tertinggal dengan urusan kereta cepat.

Malaysia-Singapura berkolaborasi juga segera membangun kereta cepat yang menghubungkan kedua negara. Sedangkan Thailand saat ini juga sudah selesai penandatanganan nota kesepahaman dengan Jepang untuk membangun kereta cepat. India pun setali tiga uang, dan memilih menggandeng China untuk membangun sistem kereta cepat.

Bagi negara-negara di Eropa dan beberapa negara Asia (Jepang, China, Taiwan, dan Korea Selatan), kereta cepat bukan barang baru. Mereka bahkan telah memiliki teknologi untuk mengembangkan sendiri sistem kereta cepat. Kereta cepat di negaranegara tersebut merupakan sebuah kebutuhan setelah sistem transportasi mereka sudah tertata dengan baik.

Baik sistem transportasi darat (bus umum, kereta api, MRT, ataupun LRT) sudah tertata dengan baik. Demikian pula dengan infrastruktur jalan maupun yang lainnya sudah mereka selesaikan. Pemerataan sistem transportasi massal dan pembangunan infrastruktur mereka bahkan sudah merata. Dengan begitu, gampang bagi mereka untuk membangun kereta cepat.

Sistem transportasi massal dan pemerataan pembangunan infrastruktur adalah persoalan mendasar dari membangun sistem transportasi di sebuah negara. Artinya, negara-negara maju tersebut sudah tidak terlalu direpotkan dengan sistem transportasi massal dan pemerataan pembangunan infrastruktur.

Negara-negara tersebut sudah mumpuni dalam menata transportasi massal dan infrastruktur sehingga memiliki kereta cepat adalah kebutuhan berikutnya. Seolah menata transportasi massal dan infrastruktur adalah syarat bagi setiap negara untuk memiliki kereta cepat.

Pemilikan kereta cepat bukan lagi proyek mercusuar atau sekadar proyek gagahgagahan, namun menjadi sebuah kebutuhan. Bagaimana dengan Indonesia? Persoalan sistem transportasi massal dan pemerataan pembangunan infrastruktur masih menjadi pekerjaan rumah negeri.

Di ibu kota Indonesia yaitu Jakarta, sistem transportasi massal bahkan belum tertata dengan bagus. Memang ada peningkatan dalam sistem kereta api, tapi apakah sudah ideal? Lalu, bagaimana dengan penataan bus umum yang terus menerus memunculkan persoalan di jalanan.

Belum lagi, kota-kota besar di provinsi. Masih jauh dengan transportasi massal yang ideal. Lalu, persoalan infrastruktur (baik jalan, bandara, pelabuhan, maupun jembatan) yang hanya bisa dinikmati oleh rakyat di Pulau Jawa. Sedangkan masyarakat di pulau-pulau lebih besar seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua masih jauh dari infrastruktur yang layak.

Melihat kondisi tersebut, bagi Indonesia, proyek kereta cepat adalah proyek gagah-gagahan dan sama sekali tidak menyentuh kata kebutuhan transportasi. Jika alasan tidak menggunakan uang negara atau APBN, alasan tersebut tampaknya kurang bijak. Bukankah dengan adanya proyek kereta cepat ini, energi pemerintah seolah tertumpah pada proyek gagah-gagahan ini?

Bukankah lebih baik energi dan pikiran lebih ditumpahkan untuk memikirkan bagaimana sistem transportasi massal dibenahi seperti saat ini yang tengah dilakukan Kementerian Perhubungan? Bukankah akan lebih indah jika selalu fokus membangun jalur kereta api dan jalan tol di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua?

Jadi, tepatlah jika proyek kereta cepat yang tengah diperebutkan antara China dan Jepang ini sekadar ambisi tanpa urgensi. Ekonom senior yang juga mantan Kepala Bappenas Emil Salim pun mengkritik dan mempertanyakan urgensi pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung ini (KORAN SINDO , 1/9).

Anggota Komisi V DPR Nusyirwan Soejono juga sudah menyentil pemerintah agar lebih fokus pada kebutuhan transportasi memadai di luar Pulau Jawa. Jakarta-Bandung sudah sangat mudah dijangkau oleh masyarakat yaitu dengan kereta api (Parahayangan) dan tol. Bukankah itu sudah cukup?

Lalu, kalau sudah cukup, sedangkan daerah lain belum cukup, apakah proyek kereta api cepat sebagai langkah yang tepat? Semestinya pemerintah bisa berpikir ulang tentang proyek ini dan fokus pada kebutuhan masyarakat, bukan sekadar memberikan kebanggaan.
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8231 seconds (0.1#10.140)