Merdeka dari China dan Amerika

Rabu, 02 September 2015 - 08:42 WIB
Merdeka dari China dan...
Merdeka dari China dan Amerika
A A A
Dewasa ini, untuk membentuk negara yang sesuai dengan cita luhur, tentunya tak semudah seperti membalikkan telapak tangan.

Namun, usaha keras dan tekat kuat harus senantiasa tumbuh dalam setiap individu rakyat Indonesia. Sinergi antara sosial, hukum, ekonomi, dan moral menjadi poin penting dalam menciptakan visi mulia tersebut. Apabila empat poin tersebut cacat salah satunya saja, ketimpangan atau kekarut- marutan pasti menjadi fenomena yang lazim.

Maka itu, memasuki tahun ekonomi atau disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), menjadi salah satu acuan penting untuk menunjukkan jadi diri bangsa supaya menciptakan kehidupan bangsa yang sesuai jalur konstitusi. Dalam konteks ini, MEA bisa dijadikan sebagai ”penggembira” bangsa Indonesia untuk menunjukkan segala daya-karya yang dimilikinya.

Dalam dunia MEA yang akan berlangsung, seluruh masyarakat, terkhusus wilayah ASEAN, bebas menyalurkan apa saja yang bisa diperjualbelikan. Hemat penulis, jika Indonesia kalah dalam menyikapi saingan MEA, akan berimplikasi terhadap ”loyonya” mata uang rupiah. Terlebih jika saat ini rupiah telah ”dihancurkan” oleh mata uang China dan Amerika.

Untuk menyikapi, dalam peribahasanya adalah sedia payung sebelum hujan, itu adalah merevolusi konsep mata uang rupiah. Tujuannya, walaupun bebasnya persaingan pasar telah terjadi, rupiah akan selalu eksis dan stabil. Dalam konteks ini, Indonesia perlu memanfaatkan sumberdaya alamnya (SDA) untuk menunjang kemakmuran rakyat.

Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Pasal 33 Ayat 3 yang menyebutkan bahwa seluruh kekayaan bumi serta yang terkandung didalamnya semata hanya untuk kemakmuran rakyat. Sebab itu, adanya perusahaan asing yang dewasa ini mengeksploitasi kekayaan Indonesia seperti kekayaan tambang yang menggaruk emas milik Negeri Pertiwi sesungguhnya itu perbuatan yang zalimi.

Maka itu, kiranya hal tersebut harus disakapi pemerintah dengan bijak. Jika analisis dan dikalkulasi, Indonesia hanya mendapat imbalan pajak yang tak banyak dari hasil pengumpulan emas yang dilakukan negara asing yang menguasai pertambangan Indonesia misalnya PT Freeport.

Pabrik tambang milik warga Amerika Serikat ini hanya memberi pajak kurang-lebih hanya 2% dari kekayaan yang berhasil didapatkannya. Tentunya hal ini tak sepadan dengan apa yang diharapkan. Yang lebih ironis, eksploitasi emas tersebut berdamak buruk terhadap kehidupan perekonomian negeri ini.

Dengan kata lain, nilai tukar mata uang mengalami perubahan yakni rupiah semakin tak ada harganya dibandingkan mata uang dolar Amerika Serikat (USD). Kembali lagi pada kebijakan pemerintah, jika eksploitasi emas bisa dihentikan dan berani mengubah nilai mata uang kertas menjadi logam emas, bisa diprediksi negara Indonesia akan bisa mengambil alih kedudukan perekonomian dunia.

Sekarang bergantung kebijakan pemerintah untuk menentukan pilihan. Apakah masih tetap ingin menjadi ”babu” Amerika dan China ataukah ingin memajukan kesejahteraan masyarakat Indonesia yang sesuai dengan landasan konstitusi? Wallahu alam bi al-Shawab

AHMAD ANWAR MUSYAFA
Mahasiswa Jurusan Ahwal al-Syahsiyah, Fakultas Syari, Mahasiswa Jurusan Ahwal al-Syahsiyah, Fakultas Syariah UIN Walisongo
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0695 seconds (0.1#10.140)