Membangun Mental Merdeka

Selasa, 01 September 2015 - 09:40 WIB
Membangun Mental Merdeka
Membangun Mental Merdeka
A A A
Diki Saefurohman
Mahasiswa Jurusan Hasil Hutan

Kemerdekaan bangsa yang merupakan kemerdekaan kolektif selalu diawali oleh kemerdekaan individu.

Sebelum proklamasi kemerdekaan, jiwa-jiwa merdeka sudah tertanam dalam hati dan benak para pejuang kemerdekaan dari generasi Tuanku Imam Bonjol sampai generasi Soekarno.

Secara psikologi, mereka sudah merdeka walaupun secara fisik masih terjajah. Tidak ada satu kekuatan pun yang membuat para pejuang menjadi fatalis, menyerah terhadap keadaan. Bagi mereka, hidup dengan identitas yang jelas sebagai bangsa Indonesia yang majemuk dan kaya akan budaya, hidup secara berdikari dalam keadaan ekonomi serbaterbatas, dan hidup dengan pilihan yang bebas sesuai nilai-nilai yang mengakar pada masyarakat Indonesia adalah suatu kehormatan yang patut diperjuangkan.

Dari kemerdekaan individu itulah kemerdekaan kolektif tercapai dengan dibacakannya proklamasi kemerdekaan Indonesia pada Jumat pagi, 17 Agustus 1945. Setelah melalui rentetan perjuangan yang sangat panjang, melelahkan, dan menuntut pengorbanan harta, jiwa, dan raga, akhirnya negara ini merdeka secara sah. Berikutnya datanglah berbagai pengakuan dunia akan kemerdekaan negara ini melalui tangan dingin para delegasi dari Indonesia.

Sempurnalah kemerdekaan kolektif. Kini genap 70 tahun Indonesia merdeka. Keadaan sudah banyak berubah dibanding zaman prakemerdekaan. Tapi, kemudian banyak yang menggugat kembali makna kemerdekaan karena melihat fenomena bangsa dan negara yang karut-marut. Konflik sosial yang kerap muncul di berbagai wilayah, perekonomian yang anjlok, ketergantungan terhadap produk pangan impor yang menggerus petani, peternak, dan nelayan, kenakalan remaja yang makin beraneka macam bentuknya, hingga aneka kejahatan birokrat mewarnai wajah Indonesia kini.

Merdeka menjadi nama tanpa isi. Ada ruh kemerdekaan yang hilang. Tapi, bukan ruh kemerdekaan kolektif karena kemerdekaan kolektif selalu terekspresikan setiap tanggal 17 Agustus melalui berbagai seremonial tahunan. Ruh kemerdekaan individulah yang hilang. Para pemimpin bangsa ini harus lebih dahulu menghidupkan ruh itu kembali agar menjadi magnet bagi masyarakat untuk mengikutinya.

Kemerdekaan individu berupa rasa percaya diri akan identitas bangsa yang majemuk ini, keyakinan atas kebenaran nilai-nilai ekonomi kerakyatan untuk hidup berdikari, dan keberanian hidup sesuai dengan nilai-nilai yang mengakar pada masyarakat Indonesia harus dibangun kembali. Jadi mental merdeka sebelum pengetahuan dan kesejahteraan mutlak dijadikan acuan untuk menyelamatkan masa depan bangsa dan negara ini.

Zaman pascakemerdekaan sekarang ini merupakan proses menuntaskan kemerdekaan itu. Di tengah gelombang globalisasi, penjajahan dalam bentuk selain kolonialisme bisa saja menimpa kembali bangsa yang sudah secara de facto dan de jure merdeka, khususnya bangsa dari negara-negara berkembang.

Ekonomi dan budaya akan menjadi dua objek yang sangat dinamis dengan melenturnya batas-batas politik akibat persinggungan umat manusia di muka bumi. Jika mental individu belum merdeka, penjajahan dengan wajahnya yang baru akan bertebaran di mana-mana, bahkan bisa lebih buruk lagi, manusia akan saling menjajah!
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8884 seconds (0.1#10.140)