Justam Tak Pernah Berhenti Jadi Aktivis
A
A
A
Sekali aktivis, tetap aktivis. Begitulah sosok Judilherry Justam digambarkan melalui judul tulisan pengantar buku biografi Anak Tentara Melawan Orba . Dalam tulisan pengantar tersebut, profesor riset Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti memandang Judilherry sebagai aktivis yang tak pernah mati.
Judilherry, mantan aktivis peristiwa Malari 1974 dan perintis kelompok Petisi 50, itu terus mengembara bersenjata idealisme dan integritasnya mengarungi perubahan zaman. Gambaran Ikrar tentang Judilherry dalam pengantar tersebut mewakili pandangan undangan dan tamu yang hadir dalam peluncuran buku tersebut di Gedung Badan Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (28/8).
Siang itu sejumlah mantan aktivis dan tokoh pergerakan mahasiswa era 1970- an hadir di antaranya tokoh Malari dan mantan Ketua Dewan Mahasiswa UI Hariman Siregar, aktivis 66 yang juga tokoh Malari Rahman Tolleng, aktivis Bambang Sulistomo, mantan Menteri Hukum dan HAM Marsilam Simanjuntak, mantan Kepala BNP2TKI M Jumhur Hidayat, dan para aktivis dari berbagai angkatan.
Tampak hadir pula politikus Ahmad Yani dan Ketua Dewan Pembina Konsultatif Nasional Komisi Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi. Rahman Tolleng yang tampil sebagai pembahas mengatakan, buku biografi Judilherry tersebut bukan sematamata mengisahkan perjalanan hidup seorang ”anak kolong”.
Lebih dari itu, Anak Tentara Melawan Orba menggambarkan kehidupan para aktivis mahasiswa serta mencekamnya suasana politik menjelang, pada saat, dan setelah peristiwa Malapetaka 15 Januari atau yang dikenal dengan Malari. ”Judil sangat konsisten dalam perjuangannya. Tidak seperti aktivis lain yang hilang idealisme dan konsistensinya seturut perubahan umur dan kepentingan.
Ciri itu yang tidak dimiliki aktivis kebanyakan,” tutur Rahman Tolleng. Judil lahir di Bukittinggi pada 27 September 1948. Ayahnya merupakan anggota TNI asal Kayu Tanam, Bukittinggi. Meski dibesarkan dalam lingkungan pendidikan sekolah Katolik sejak SD hingga SMA, Judil tetap seorang muslim sejati. Dia bahkan telah khatam Alquran di usia SD.
Begitu diterima di FKUI, Judil banyak berkecimpung dalam berbagai kegiatan dan aktif di Senat Mahasiswa FKUI dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sejak saat itu, aktivitas Judil dalam pergerakan mahasiswa untuk mengkritisi pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto kian dalam.
Puncaknya adalah demonstrasi besar-besaran menentang investasi Jepang yang berujung dengan kerusuhan massal pada 15 Januari 1974. Itulah peristiwa politik pertama sejak Orde Baru berkuasa. Malari dianggap mengilhami gerakan mahasiswa 1998 yang akhirnya menumbangkan Soeharto.
Lalu, apa pandangan Judilherry mengenai dunia pergerakan mahasiswa dewasa ini? ”Saya kira, masanya memang berbeda dengan masa saya dulu. Barangkali kondisi saat ini belum dirasakan mahasiswa cukup kuat untuk mendorong lahirnya sebuah gerakan,” ucap Judilherry di selasela peluncuran bukunya.
Meski begitu, Judilherry mengatakan buku biografinya tersebut tidak bermaksud menonjolkan perannya dalam pergerakan mahasiswa pada masanya. Dia hanya berharap buku tersebut bisa memberikan inspirasi bagi para mahasiswa, lebih khusus aktivis mahasiswa setelah masanya. ”Saya hanya ingin memberikan sesuatu yang bisa memotivasi generasi setelah saya,” ujar Judilherry.
Muhibudin kamali
Judilherry, mantan aktivis peristiwa Malari 1974 dan perintis kelompok Petisi 50, itu terus mengembara bersenjata idealisme dan integritasnya mengarungi perubahan zaman. Gambaran Ikrar tentang Judilherry dalam pengantar tersebut mewakili pandangan undangan dan tamu yang hadir dalam peluncuran buku tersebut di Gedung Badan Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (28/8).
Siang itu sejumlah mantan aktivis dan tokoh pergerakan mahasiswa era 1970- an hadir di antaranya tokoh Malari dan mantan Ketua Dewan Mahasiswa UI Hariman Siregar, aktivis 66 yang juga tokoh Malari Rahman Tolleng, aktivis Bambang Sulistomo, mantan Menteri Hukum dan HAM Marsilam Simanjuntak, mantan Kepala BNP2TKI M Jumhur Hidayat, dan para aktivis dari berbagai angkatan.
Tampak hadir pula politikus Ahmad Yani dan Ketua Dewan Pembina Konsultatif Nasional Komisi Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi. Rahman Tolleng yang tampil sebagai pembahas mengatakan, buku biografi Judilherry tersebut bukan sematamata mengisahkan perjalanan hidup seorang ”anak kolong”.
Lebih dari itu, Anak Tentara Melawan Orba menggambarkan kehidupan para aktivis mahasiswa serta mencekamnya suasana politik menjelang, pada saat, dan setelah peristiwa Malapetaka 15 Januari atau yang dikenal dengan Malari. ”Judil sangat konsisten dalam perjuangannya. Tidak seperti aktivis lain yang hilang idealisme dan konsistensinya seturut perubahan umur dan kepentingan.
Ciri itu yang tidak dimiliki aktivis kebanyakan,” tutur Rahman Tolleng. Judil lahir di Bukittinggi pada 27 September 1948. Ayahnya merupakan anggota TNI asal Kayu Tanam, Bukittinggi. Meski dibesarkan dalam lingkungan pendidikan sekolah Katolik sejak SD hingga SMA, Judil tetap seorang muslim sejati. Dia bahkan telah khatam Alquran di usia SD.
Begitu diterima di FKUI, Judil banyak berkecimpung dalam berbagai kegiatan dan aktif di Senat Mahasiswa FKUI dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sejak saat itu, aktivitas Judil dalam pergerakan mahasiswa untuk mengkritisi pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto kian dalam.
Puncaknya adalah demonstrasi besar-besaran menentang investasi Jepang yang berujung dengan kerusuhan massal pada 15 Januari 1974. Itulah peristiwa politik pertama sejak Orde Baru berkuasa. Malari dianggap mengilhami gerakan mahasiswa 1998 yang akhirnya menumbangkan Soeharto.
Lalu, apa pandangan Judilherry mengenai dunia pergerakan mahasiswa dewasa ini? ”Saya kira, masanya memang berbeda dengan masa saya dulu. Barangkali kondisi saat ini belum dirasakan mahasiswa cukup kuat untuk mendorong lahirnya sebuah gerakan,” ucap Judilherry di selasela peluncuran bukunya.
Meski begitu, Judilherry mengatakan buku biografinya tersebut tidak bermaksud menonjolkan perannya dalam pergerakan mahasiswa pada masanya. Dia hanya berharap buku tersebut bisa memberikan inspirasi bagi para mahasiswa, lebih khusus aktivis mahasiswa setelah masanya. ”Saya hanya ingin memberikan sesuatu yang bisa memotivasi generasi setelah saya,” ujar Judilherry.
Muhibudin kamali
(bbg)