Swasta Mulai Dilibatkan
A
A
A
Para petinggi negeri ini bersama para pengusaha berkumpul di Istana Bogor, Jawa Barat, membicarakan bagaimana mengatasi perekonomian yang kini dalam kondisi sulit.
Dalam situasi yang tidak menentu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak semua pihak punya tekad, bahasa yang satu, dan respons yang cepat sehingga problem ekonomi yang ada dapat segera diatasi.
Sebelum berbicara dengan kalangan pengusaha yang merepresentasikan dari 20 emiten besar yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), Presiden sudah memberi arahan kepada pemerintah daerah, kepala kepolisian daerah, dan pihak kejaksaan tinggi terkait rendahnya penyerapan anggaran.
Presiden menyatakan heran bahwa untuk membelanjakan duit yang ada begitu sulit, padahal harapan terbesar memutar roda perekonomian kini bersandar pada belanja pemerintah. Langkah pemerintah merapatkan barisan menghadapi perekonomian nasional yang meredup dengan melibatkan berbagai unsur, termasuk pihak swasta, adalah sebuah keputusan yang patut diapresiasi.
Memang, pemerintah selain membuat kebijakan-kebijakan strategis dalam mengantisipasi dampak pelemahan ekonomi global dan memutar roda perekonomian domestik, juga harus membuka telinga lebar-lebar dari kalangan pengusaha yang merasakan dampak langsung dari keterpurukan ekonomi, terutama berkaitan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus tertekan dan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang kian mendekati level 4.000.
Dua indikator awal yang sering dijadikan sehat atau tidaknya perekonomian (nilai tukar dan indeks saham) membuat pemerintah tidak bisa lagi menutupi rasa cemas yang timbul. Tengok saja, IHSG tertekan sangat dalam hingga mendekati 4% pada penutupan perdagangan di BEI, kemarin, sebagai dampak dari sentimen negatif perekonomian global yang membuat para investor melakukan aksi jual saham.
Sejak perdagangan dibuka, indeks sudah anjlok 94,646 poin ke level 4.241,307 atau sekitar 2,18%. Bahkan sebelum sesi perdagangan pertama ditutup, di mana indeks anjlok 189,576 poin di level 4.146,377 atau 4,37%, indeks sempat amblas ke level 4.111,112 seiring tekanan jual yang dilakukan investor asing.
Namun, menjelang penutupan perdagangan awal pekan ini, tekanan perdagangan sedikit berkurang sehingga pelemahan indeks tercatat 172,224 poin pada level 4.163,729 atau anjlok 3,97%. Perdagangan di bursa Indonesia pun ikut irama bursa-bursa Asia yang juga mencatatkan pelemahan.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akhirnya catat rekor baru lagi dengan posisi di atas Rp14.000 per USD. Pada penutupan perdagangan kemarin, posisi rupiah tercatat Rp14.040 per USD dibandingkan pada posisi penutupan perdagangan Jumat pekan lalu di posisi Rp13.940 per USD.
Tidak hanya rupiah yang dibikin keok oleh dolar AS, hampir semua mata uang di negara Asia merasakan keperkasaan mata uang Negeri Paman Sam. Ada dua faktor yang membuat dolar AS tidak tertandingi, yakni kekhawatiran investor akan kondisi ekonomi China yang terus melambat di luar prediksi para analis ekonomi, dan ketidakpastian dari The Fed untuk menaikkan suku bunga, serta harga minyak mentah dunia yang terjerembap pada kisaran USD40 per barel.
Bagaimana dengan kondisi perbankan nasional ke depan dengan situasi perekonomian yang makin lemah? Prediksi pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan kondisi perbankan nasional masih dalam lingkup aman, meski nilai tukar rupiah sudah berada di level Rp14.000 per USD.
Walau demikian, pihak OJK mengingatkan agar para bankir tetap mengedepankan kehati-hatian sebab ada beberapa bank yang sudah mengalami penyusutan modal, karena itu para pemegang saham diminta bersiap menyuntikkan modal. Selain itu, OJK mengklaim pihaknya terus melakukan uji ketahanan atau stress test terhadap rupiah di level tertentu.
Sebelumnya, ketika rupiah masih di level Rp13.500 per USD, seorang petinggi OJK meramalkan permodalan lima bank bakal mengalami masalah saat mata uang Garuda menyentuh level Rp15.000 per USD berdasarkan stress test yang sudah dilakukan. Pihak manajemen bank yang terancam itu sudah diberi wejangan oleh OJK.
Adapun rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/ CAR) perbankan sekitar 21,01% akhir Januari lalu. Masalahnya sekarang tidak ada yang bisa memprediksi kapan rupiah bisa menahan keperkasaan dolar AS.
Dalam situasi yang tidak menentu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak semua pihak punya tekad, bahasa yang satu, dan respons yang cepat sehingga problem ekonomi yang ada dapat segera diatasi.
Sebelum berbicara dengan kalangan pengusaha yang merepresentasikan dari 20 emiten besar yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), Presiden sudah memberi arahan kepada pemerintah daerah, kepala kepolisian daerah, dan pihak kejaksaan tinggi terkait rendahnya penyerapan anggaran.
Presiden menyatakan heran bahwa untuk membelanjakan duit yang ada begitu sulit, padahal harapan terbesar memutar roda perekonomian kini bersandar pada belanja pemerintah. Langkah pemerintah merapatkan barisan menghadapi perekonomian nasional yang meredup dengan melibatkan berbagai unsur, termasuk pihak swasta, adalah sebuah keputusan yang patut diapresiasi.
Memang, pemerintah selain membuat kebijakan-kebijakan strategis dalam mengantisipasi dampak pelemahan ekonomi global dan memutar roda perekonomian domestik, juga harus membuka telinga lebar-lebar dari kalangan pengusaha yang merasakan dampak langsung dari keterpurukan ekonomi, terutama berkaitan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus tertekan dan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang kian mendekati level 4.000.
Dua indikator awal yang sering dijadikan sehat atau tidaknya perekonomian (nilai tukar dan indeks saham) membuat pemerintah tidak bisa lagi menutupi rasa cemas yang timbul. Tengok saja, IHSG tertekan sangat dalam hingga mendekati 4% pada penutupan perdagangan di BEI, kemarin, sebagai dampak dari sentimen negatif perekonomian global yang membuat para investor melakukan aksi jual saham.
Sejak perdagangan dibuka, indeks sudah anjlok 94,646 poin ke level 4.241,307 atau sekitar 2,18%. Bahkan sebelum sesi perdagangan pertama ditutup, di mana indeks anjlok 189,576 poin di level 4.146,377 atau 4,37%, indeks sempat amblas ke level 4.111,112 seiring tekanan jual yang dilakukan investor asing.
Namun, menjelang penutupan perdagangan awal pekan ini, tekanan perdagangan sedikit berkurang sehingga pelemahan indeks tercatat 172,224 poin pada level 4.163,729 atau anjlok 3,97%. Perdagangan di bursa Indonesia pun ikut irama bursa-bursa Asia yang juga mencatatkan pelemahan.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akhirnya catat rekor baru lagi dengan posisi di atas Rp14.000 per USD. Pada penutupan perdagangan kemarin, posisi rupiah tercatat Rp14.040 per USD dibandingkan pada posisi penutupan perdagangan Jumat pekan lalu di posisi Rp13.940 per USD.
Tidak hanya rupiah yang dibikin keok oleh dolar AS, hampir semua mata uang di negara Asia merasakan keperkasaan mata uang Negeri Paman Sam. Ada dua faktor yang membuat dolar AS tidak tertandingi, yakni kekhawatiran investor akan kondisi ekonomi China yang terus melambat di luar prediksi para analis ekonomi, dan ketidakpastian dari The Fed untuk menaikkan suku bunga, serta harga minyak mentah dunia yang terjerembap pada kisaran USD40 per barel.
Bagaimana dengan kondisi perbankan nasional ke depan dengan situasi perekonomian yang makin lemah? Prediksi pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan kondisi perbankan nasional masih dalam lingkup aman, meski nilai tukar rupiah sudah berada di level Rp14.000 per USD.
Walau demikian, pihak OJK mengingatkan agar para bankir tetap mengedepankan kehati-hatian sebab ada beberapa bank yang sudah mengalami penyusutan modal, karena itu para pemegang saham diminta bersiap menyuntikkan modal. Selain itu, OJK mengklaim pihaknya terus melakukan uji ketahanan atau stress test terhadap rupiah di level tertentu.
Sebelumnya, ketika rupiah masih di level Rp13.500 per USD, seorang petinggi OJK meramalkan permodalan lima bank bakal mengalami masalah saat mata uang Garuda menyentuh level Rp15.000 per USD berdasarkan stress test yang sudah dilakukan. Pihak manajemen bank yang terancam itu sudah diberi wejangan oleh OJK.
Adapun rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/ CAR) perbankan sekitar 21,01% akhir Januari lalu. Masalahnya sekarang tidak ada yang bisa memprediksi kapan rupiah bisa menahan keperkasaan dolar AS.
(bhr)