DPR Desak Jaksa Agung Evaluasi Jajarannya
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyoroti tindakan Satuan Tugas Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) yang diduga salah menggeledah Kantor PT Victoria Securities Indonesia (PT VSI).
Fadli Zon pun menyayangkan kejadian salah geledah tersebut. Dia pun mendesak Jaksa Agung HM Prasetyo mengevaluasi kinerja jajarannya. ”Saya kira ini jaksa agung perlu melihat, tindakan itu (penggeledahan) perlu dievaluasi benar atau tidak, sesuai aturan atau tidak. Karena jarang melihat sebuah satgasus dengan fokus seperti ini mengangkat kasus yang terbilang cukup lama,” tandas Fadli Zon di Jakarta kemarin.
Dia pun mencurigai ada motif tertentu dalam pengusutan kasus ini sebab kasus ini sudahterjadi lama dan baru diungkap kembali. Karena itu, DPR ingin melihat sejauh mana kasus tersebut. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, bila memang penggeledahan dilakukan tanpa izin dan melakukan hal sewenang-wenang melebihi yang seharusnya, sama saja Kejagung melakukan penegakan hukum dengan melawan hukum.
Ketika mendapat izin, Kejagung juga harus jelas memastikan lokasi yang ingin digeledah. Di sisi lain, perusahaan berhak menolak penggeledahan dari instansi penegak hukum mana pun jika merasa keberatan. ”Bisa menyerahkan surat keberatan atas penggeledahan itu. Maka nanti dibuat berita acara penolakan dan dia (penyidik) harus mencari mana perusahaan yang sebenarnya,” kata Fickar.
Sebelumnya Kejagung diduga salah melakukan penggeledahan terkait kasus pembelian aset Bank Tabungan Negara (BTN) melalui BPPN. Tim Satuan Tugas Khusus yang dipimpin Sarjono Turin seharusnya menggeledah ke Victoria Securities International Corporation (VSIC). Namun, tim Kejagung justru menggeledah PT Victoria Securities Indonesia. Direktur PT Victoria Securities Indonesia Yangky Halim mengaku sangat dirugikan oleh penggeledahan yang dilakukan Satgas Pemberantasan Korupsi Kejagung di kantornya beberapa waktu lalu.
”Penyelidikan perkara ini tidak secara profesional memisahkan antara Victoria Securities International Corp yang merupakan badan hukum asing dan PT Victoria Sekuritas (PT Victoria Investama Tbk) atau juga dengan PT Victoria Sekuritas Indonesia yang merupakan badan hukum Indonesia,” kata Yangky. Menurut dia, jelas-jelas keduanya badan hukum berbeda, kantor, dan alamat domisili berbeda, serta memiliki pengurus dan manajemen berbeda, dan dimiliki oleh pemegang saham berbeda.
Akibat yang ditimbulkan dari salah geledah ini adalah kerugian yang sangat besar bagi PT Victoria Investama Tbk dan PT Victoria Securities Indonesia. ”Kami sebagai lembaga yang memiliki reputasi telah disamakan dengan badan hukum asing yang tidak memiliki hubungan sama sekali. Kami juga dituduh melakukan tindak pidana,” sebutnya.
Menurut dia, upaya penggeledahan dan penyitaan dilakukan secara kasar tanpa menunjukkan surat-surat tugas dan perintah serta mengusir pegawai dan penasihat hukum yang mengawasi penggeledahan. Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tony Spontana membantah penggeledahan yang dilakukan satgasus tanpa disertai surat perintah dan surat izin penggeledahan dari pengadilan.
”Tanpa itu, kita tidak berani dong,” ujar Tony. Dia pun meminta kasus ini tidak dibawa ke ranah politik.
Hasyim ashari
Fadli Zon pun menyayangkan kejadian salah geledah tersebut. Dia pun mendesak Jaksa Agung HM Prasetyo mengevaluasi kinerja jajarannya. ”Saya kira ini jaksa agung perlu melihat, tindakan itu (penggeledahan) perlu dievaluasi benar atau tidak, sesuai aturan atau tidak. Karena jarang melihat sebuah satgasus dengan fokus seperti ini mengangkat kasus yang terbilang cukup lama,” tandas Fadli Zon di Jakarta kemarin.
Dia pun mencurigai ada motif tertentu dalam pengusutan kasus ini sebab kasus ini sudahterjadi lama dan baru diungkap kembali. Karena itu, DPR ingin melihat sejauh mana kasus tersebut. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, bila memang penggeledahan dilakukan tanpa izin dan melakukan hal sewenang-wenang melebihi yang seharusnya, sama saja Kejagung melakukan penegakan hukum dengan melawan hukum.
Ketika mendapat izin, Kejagung juga harus jelas memastikan lokasi yang ingin digeledah. Di sisi lain, perusahaan berhak menolak penggeledahan dari instansi penegak hukum mana pun jika merasa keberatan. ”Bisa menyerahkan surat keberatan atas penggeledahan itu. Maka nanti dibuat berita acara penolakan dan dia (penyidik) harus mencari mana perusahaan yang sebenarnya,” kata Fickar.
Sebelumnya Kejagung diduga salah melakukan penggeledahan terkait kasus pembelian aset Bank Tabungan Negara (BTN) melalui BPPN. Tim Satuan Tugas Khusus yang dipimpin Sarjono Turin seharusnya menggeledah ke Victoria Securities International Corporation (VSIC). Namun, tim Kejagung justru menggeledah PT Victoria Securities Indonesia. Direktur PT Victoria Securities Indonesia Yangky Halim mengaku sangat dirugikan oleh penggeledahan yang dilakukan Satgas Pemberantasan Korupsi Kejagung di kantornya beberapa waktu lalu.
”Penyelidikan perkara ini tidak secara profesional memisahkan antara Victoria Securities International Corp yang merupakan badan hukum asing dan PT Victoria Sekuritas (PT Victoria Investama Tbk) atau juga dengan PT Victoria Sekuritas Indonesia yang merupakan badan hukum Indonesia,” kata Yangky. Menurut dia, jelas-jelas keduanya badan hukum berbeda, kantor, dan alamat domisili berbeda, serta memiliki pengurus dan manajemen berbeda, dan dimiliki oleh pemegang saham berbeda.
Akibat yang ditimbulkan dari salah geledah ini adalah kerugian yang sangat besar bagi PT Victoria Investama Tbk dan PT Victoria Securities Indonesia. ”Kami sebagai lembaga yang memiliki reputasi telah disamakan dengan badan hukum asing yang tidak memiliki hubungan sama sekali. Kami juga dituduh melakukan tindak pidana,” sebutnya.
Menurut dia, upaya penggeledahan dan penyitaan dilakukan secara kasar tanpa menunjukkan surat-surat tugas dan perintah serta mengusir pegawai dan penasihat hukum yang mengawasi penggeledahan. Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tony Spontana membantah penggeledahan yang dilakukan satgasus tanpa disertai surat perintah dan surat izin penggeledahan dari pengadilan.
”Tanpa itu, kita tidak berani dong,” ujar Tony. Dia pun meminta kasus ini tidak dibawa ke ranah politik.
Hasyim ashari
(ars)