Sektor Energi Pendukung Utama
A
A
A
Pembangunan infrastruktur energi sangat penting untuk mendorong pelaksanaan proyek infrastruktur di sektor lain. Kesuksesan membangun infrastruktur energi berdampak besar terhadap berbagai sendi kehidupan di Tanah Air.
Energi baik itu minyak, gas, maupun listrik sangat dibutuhkan oleh industri dan juga rumah tangga. Pemerintah di negara mana pun sangat menaruh perhatian besar terhadap permasalahan energi, tidak terkecuali Indonesia. Tak heran jika pemerintah menugaskan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBPT) untuk menggarap rancang bangun proyek energi.
Hal ini dilakukan agar pada masa mendatang tidak ada lagi kekurangan energi yang dirasakan industri maupun rumah tangga. ”Kita mulai dari proyek energi karena anggarannya amat besar,” ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menteri ESDM Sudirman Said menuturkan, selama ini pemerintah memiliki lembaga nondepartemen yakni BPPT yang sebenarnya bisa diberdayakan.
Pihaknya akan mendalami potensi BPPT utamanya dalam rancang bangun di infrastruktur energi, kelistrikan, serta energi baru terbarukan (EBT). Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, rancang bangun energi sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Penerapan teknologi di bidang migas, pemanfaatan gas ditargetkan sebesar 30% dan EBT sebesar 17% dari total pasokan energi nasional pada 2025.
”Sehingga dapat dihasilkan inovasi-inovasi baru di bidang teknologi migas, EBT berikut sistem pendukungnya untuk mendorong pembangunan infrastruktur yang lebih mandiri,” imbuhnya. Keseriusan pemerintah terhadap infrastruktur energi salah satunya dibuktikan dengan merealisasikan hilirisasi sektor minyak dan gas.
Hal itu ditandai dengan peresmian Megaproyek Pertamina Terintegrasi di Banggai, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu. Proyek pengolahan gas alam diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Megaproyek Pertamina Terintegrasi menelan biaya investasi sekitar USD5,6 miliar sekitar Rp75,4 triliun.
Megaproyek itu antara lain Joint Operating Body (JOB) Pertamina Medco Tomori Sulawesi dengan nilai investasi USD1,2 miliar, Matindok Gas Development Project senilai USD0,8 miliar, Donggi-Senoro LNG USD2,8 miliar, dan pabrik amonia PT Panca Amara Utama senilai USD0,8 miliar. Dwi Soetjipto mengatakan, proyek itu bagian dari komitmen Pertamina bersama pemerintah membangun kedaulatan energi.
Megaproyek Pertamina Terintegrasi merupakan proyek pertama yang mengadopsi konsep hulu dan hilir. Sumber minyak dan gas alam diambil dari Blok Donggi-Senoro, sedangkanpengolahan dilakukan di kilang Donggi- Senoro LNG yang berkapasitas 2,1 million tons per annum (MTPA). Tidak hanya itu, Pertamina juga terus memperluas jaringan gas kota pada 2015.
Tahun ini jaringan gas kota akan dibangun di beberapa kota di Jawa dan Sumatera sebanyak 20.000 sambungan rumah tangga. Pembangunan jaringan gas kota sebagai solusi mengurangi ketergantungan pada elpiji.
Nanang wijayanto
Energi baik itu minyak, gas, maupun listrik sangat dibutuhkan oleh industri dan juga rumah tangga. Pemerintah di negara mana pun sangat menaruh perhatian besar terhadap permasalahan energi, tidak terkecuali Indonesia. Tak heran jika pemerintah menugaskan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBPT) untuk menggarap rancang bangun proyek energi.
Hal ini dilakukan agar pada masa mendatang tidak ada lagi kekurangan energi yang dirasakan industri maupun rumah tangga. ”Kita mulai dari proyek energi karena anggarannya amat besar,” ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menteri ESDM Sudirman Said menuturkan, selama ini pemerintah memiliki lembaga nondepartemen yakni BPPT yang sebenarnya bisa diberdayakan.
Pihaknya akan mendalami potensi BPPT utamanya dalam rancang bangun di infrastruktur energi, kelistrikan, serta energi baru terbarukan (EBT). Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, rancang bangun energi sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Penerapan teknologi di bidang migas, pemanfaatan gas ditargetkan sebesar 30% dan EBT sebesar 17% dari total pasokan energi nasional pada 2025.
”Sehingga dapat dihasilkan inovasi-inovasi baru di bidang teknologi migas, EBT berikut sistem pendukungnya untuk mendorong pembangunan infrastruktur yang lebih mandiri,” imbuhnya. Keseriusan pemerintah terhadap infrastruktur energi salah satunya dibuktikan dengan merealisasikan hilirisasi sektor minyak dan gas.
Hal itu ditandai dengan peresmian Megaproyek Pertamina Terintegrasi di Banggai, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu. Proyek pengolahan gas alam diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Megaproyek Pertamina Terintegrasi menelan biaya investasi sekitar USD5,6 miliar sekitar Rp75,4 triliun.
Megaproyek itu antara lain Joint Operating Body (JOB) Pertamina Medco Tomori Sulawesi dengan nilai investasi USD1,2 miliar, Matindok Gas Development Project senilai USD0,8 miliar, Donggi-Senoro LNG USD2,8 miliar, dan pabrik amonia PT Panca Amara Utama senilai USD0,8 miliar. Dwi Soetjipto mengatakan, proyek itu bagian dari komitmen Pertamina bersama pemerintah membangun kedaulatan energi.
Megaproyek Pertamina Terintegrasi merupakan proyek pertama yang mengadopsi konsep hulu dan hilir. Sumber minyak dan gas alam diambil dari Blok Donggi-Senoro, sedangkanpengolahan dilakukan di kilang Donggi- Senoro LNG yang berkapasitas 2,1 million tons per annum (MTPA). Tidak hanya itu, Pertamina juga terus memperluas jaringan gas kota pada 2015.
Tahun ini jaringan gas kota akan dibangun di beberapa kota di Jawa dan Sumatera sebanyak 20.000 sambungan rumah tangga. Pembangunan jaringan gas kota sebagai solusi mengurangi ketergantungan pada elpiji.
Nanang wijayanto
(ars)