Kecolongan Sapi

Rabu, 12 Agustus 2015 - 08:29 WIB
Kecolongan Sapi
Kecolongan Sapi
A A A
Harga daging sapi di konsumen melonjak hingga rata-rata Rp120.000 per kilogram. Tak hanya konsumen yang terbiasa mengonsumsi daging sapi yang menjerit, namun juga pedagang.

Umumnya pedagang akan baik-baik saja asal selama bisa ambil untung, namun karena kenaikan harga tersebut sudah terlalu tinggi sehingga justru sulit mengambil untung, pedagang pun juga ikut menjerit. Kali ini jeritan pedagang dilakukan dengan memboikot berjualan alias tidak berjualan daging sapi. Harga daging sapi justru lebih rendah saat lebaran atau mendekati lebaran.

Cukup sederhana jika mengapa harga daging sapi bisa melonjak atau turun, yaitu dilihat dari keseimbangan antara permintaan dan penawaran (hukum pasar). Jika permintaan rendah sedangkan penawaran tinggi atau normal karena stoknya banyak, maka harga akan turun. Sementara jika penawaran rendah (stok rendah), sedangkan permintaan tinggi atau normal, maka harga akan naik.

Semakin tinggi disparitas antara permintaan dan penawaran maka akan menimbulkan kenaikan atau penurunan yang ekstrem. Logika sederhana, ketika saat ini harga daging sapi melonjak artinya penawaran cukup rendah bahkan nyaris tidak ada sedangkan permintaan normal (tidak tinggi seperti saat Lebaran).

Kebutuhan daging sapi di Indonesia pada 2015 diperkirakan mencapai 639.000 ton atau sekitar 3,25 juta sapi. Pasokan sapi lokal belum bisa memenuhi kebutuhan tersebut sehingga diputuskan untuk impor. Pemerintahan Jokowi-JK pun pada kuartal III tahun 2015 ini membatasi impor sapi hanya 50.000 ekor sapi yang biasanya 100.000 (kuartal I/2015) atau 250.000 (kuartal II/2015).

Tentu keputusan hanya mengimpor 50.000 ekor sapi pada kuartal III/2015 dengan pertimbangan pasokan sapi dalam negeri mencukupi. Namun, banyak pihak termasuk Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Thomas Sembiring menganggap kebijakan pembatasan impor sapi dan stok sapi lokal yang tidak mencukupi menjadi penyebab melonjaknya harga daging sapi (KORAN SINDO , 10/8).

Pemerintah pun berkelit dan menduga ada permainan importir sapi yang sengaja menyimpan atau menahan daging sapinya untuk dilepas di pasaran. Akibatnya, di pasar terjadi minim penawaran, permintaan yang normal dan harga semakin tinggi. Pemerintah bersikukuh bahwa kebijakan pembatasan impor sapi adalah kebijakan tepat, sedangkan melonjaknya harga sapi karena permainan importir sapi.

Memang pemerintah tampaknya menghindari perdebatan tersebut dan memilih langsung melakukan intervensi dengan operasi pasar yang diprakarsai Bulog. Logika sederhananya adalah pemerintah ingin ”membanjiri” daging sapi di pasaran sehingga bisa menyeimbangkan permintaan dan penawaran. Harapannya, harga daging sapi bisa kembali normal di kisaran Rp90.000.

Apa pun alasannya, harus diakui pemerintah kecolongan dalam kasus melonjaknya harga daging sapi. Jika memang penyebabnya adalah pembatasan impor, asumsi dan perhitungan pemerintah soal kebutuhan daging sapi salah. Kecukupan stok di dalam negeri ditambah impor tidak dihitung secara cermat. Pemerintah kecolongan sapi karena seandainya bisa menambah impor sapi maka lonjakan harga tidak terjadi.

Jika memang pembatasan impor penyebabnya, pemerintah semestinya harus jujur tentang kondisi stok sapi lokal. Apakah sudah benar? Atau justru melakukan impor sampai lebih murah daripada membeli sapi lokal. Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk membenahi.

Nah, jika alasan melonjaknya harga daging sapi karena permainan importir, pengawasan yang dilakukan pemerintah juga lemah. Pemerintah kecolongan sapi, karena tidak mampu mengawasi secara detail tentang jumlah sapi yang diimpor dan dipasarkan. Pemerintah juga harus jujur bahwa pengawasan yang dilakukan masih lemah.

Dan tentu, untuk membuktikan apakah memang ada permainan di kalangan importir, pihak aparat bisa melakukan penyelidikan dan dijelaskan ke masyarakat. Jika tidak, dugaan permainan impor sapi dalam kasus melonjaknya harga daging sapi hanya alasan yang dibuat pemerintah. Jika pemerintah tidak bisa membuktikan, bisa dikatakan lagi-lagi pemerintah kecolongan sapi.
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0656 seconds (0.1#10.140)