Ekonomi Desa versus Urbanisasi

Sabtu, 08 Agustus 2015 - 10:17 WIB
Ekonomi Desa versus Urbanisasi
Ekonomi Desa versus Urbanisasi
A A A
Menjelang berakhirnya masa libur Lebaran, istilah urbanisasi tampaknya kembali menjadi perbincangan.

Walaupun jika kita berpikir secara rasional, urbanisasi tidak lagi menjadi hal yang khusus terjadi dalam momen seperti itu saja. Terbukanya Kota Jakarta membuat warga dari berbagai daerah dapat berurbanisasi kapan pun mereka mau. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) DKI memperkirakan pendatang baru saat arus balik lebaran mencapai 68.537 orang.

Jumlah pemudik tahun ini diprediksi mencapai 3.616.714 jiwa, sementara arus balik mencapai 3.685.212 jiwa. Jumlah yang demikian banyak tentu semakin menambah daftar panjang masalah yang dimiliki ibukota dari negara Indonesia ini. Masyarakat pendatang yang memiliki skill saja belum tentu dapat bersaing di tengah ketatnya persaingan kerja di Jakarta, apalagi mereka yang datang hanya bermodal nekat saja seperti kebanyakan mereka saat ini.

Pada akhirnya para pendatang yang sudah memutuskan untuk mengadu nasib di Jakarta ini merasa malu jika harus kembali ke kampung halamannya tanpa membawa apaapa. Berbagai hal mereka lakukan di Jakarta walau harus dengan mengemis sekalipun.

Dari situ timbullah berbagai masalah, mulai dari kemacetan karena semakin banyak penduduk Jakarta, meningkatnya kawasan kumuh hingga tingginya tingkat kriminalitas. Perilaku masyarakat desa yang berbondongbondong mengadu nasib ke kota bukanlah terjadi tanpa sebab.

Kondisi perekonomian desa yang memang sudah “mentok” membuat masyarakat berpikir untuk mengadu nasib di perkotaan seperti Jakarta yang kita tahu kondisi perekonomian jauh lebih maju. Fakta bahwa perputaran uang di Indonesia ini terpusat di Jakarta semakin memperkuat terjadinya urbanisasi yang terus meningkat setiap tahunnya.

Di sinilah peran pemerintah daerah sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung diperlukan. Pemberdayaan ekonomi pedesaan yang berbasis padat karya dapat menjadi salah satu alternatif hingga kelak dapat diterapkan industri padat modal untuk mengangkat nama desa tersebut.

Optimalisasi sektor pariwisata daerah pedesaan juga merupakan peluang besar yang dapat dimanfaatkan oleh desa-desa di Indonesia yang kaya akan warisan budaya dan alamnya. Kelak ketika perekonomian di desa sudah mampu menyejahterakan masing-masing warga desanya, tentu keinginan untuk berurbanisasi akan semakin berkurang, selain juga meningkatkan perekonomian Indonesia secara agregat.

Akan tetapi yang perlu diingat adalah bahwa untuk mencapai semua itu tidak akan semudah membalikkan telapak tangan. Perlu ada usaha yang berkelanjutan dan kerja sama dari berbagai pihak mulai dari warga desa itu sendiri, pemerintah daerah, pemilik modal, hingga pemerintah pusat agar perekonomian desa dapat berkembang seperti apa yang kita harapkan.

SITI NUR ROSIFAH
Mahasiswi Jurusan Ilmu Ekonomi Islam, FEB UI Universitas Indonesia
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7001 seconds (0.1#10.140)