Motivasi Usulan Hidupkan Pasal Penghinaan Presiden
A
A
A
JAKARTA - Munculnya pasal mengenai penghinaan kepada presiden dalam draf revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang diajukan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ke DPR menimbulkan kecurigaan.
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mencurigai adanya pihak tertentu dari pihak Jokowi yang menginginkan pasal tersebut dihidupkan kembali. Motivasinya adalah, ingin
mendapatkan nilai positif di mata Jokowi.
"Sekali lagi patut dicurigai ini inisiatif beberapa orang untuk cari muka sama Jokowiā€ˇ. Lewat pasal ini mereka mungkin minta kompensasi," ujar Nasir dalam perbincangannya melalui sambungan telepon, Rabu (5/8/2015).
Dia mengingatkan, menghidupkan pasal tersebut akan menimbulkan persoalan hukum ke depannya. Maka itu dia menyarankan sebaiknya pasal yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut tidak perlu dihidupkan kembali.
"Itulah alasan MK membatalkan, karena menimbulkan komplikasi dalam penerapannya di lapangan," tegasnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, Presiden Jokowi sebaiknya jangan ketakutan akan dihina publik. Apalagi mengenai penyampaian pendapat di muka umum sudah ada ketentuannya sendiri. "Kan sudah ada aturan menyampaikan pendapat di depan umum," tukasnya.
Upaya Pemerintahan Jokowi menghidupkan kembali pasal mengenai penghinaan kepada presiden dilakukan dalam agenda pengajuan draf revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) melalui Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly ke DPR. Dalam draf tersebut dicantumkan pasal mengenai penghinaan kepada presiden.
Baca: Pasal Penghinaan Presiden Dibuat untuk Membungkam.
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mencurigai adanya pihak tertentu dari pihak Jokowi yang menginginkan pasal tersebut dihidupkan kembali. Motivasinya adalah, ingin
mendapatkan nilai positif di mata Jokowi.
"Sekali lagi patut dicurigai ini inisiatif beberapa orang untuk cari muka sama Jokowiā€ˇ. Lewat pasal ini mereka mungkin minta kompensasi," ujar Nasir dalam perbincangannya melalui sambungan telepon, Rabu (5/8/2015).
Dia mengingatkan, menghidupkan pasal tersebut akan menimbulkan persoalan hukum ke depannya. Maka itu dia menyarankan sebaiknya pasal yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut tidak perlu dihidupkan kembali.
"Itulah alasan MK membatalkan, karena menimbulkan komplikasi dalam penerapannya di lapangan," tegasnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, Presiden Jokowi sebaiknya jangan ketakutan akan dihina publik. Apalagi mengenai penyampaian pendapat di muka umum sudah ada ketentuannya sendiri. "Kan sudah ada aturan menyampaikan pendapat di depan umum," tukasnya.
Upaya Pemerintahan Jokowi menghidupkan kembali pasal mengenai penghinaan kepada presiden dilakukan dalam agenda pengajuan draf revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) melalui Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly ke DPR. Dalam draf tersebut dicantumkan pasal mengenai penghinaan kepada presiden.
Baca: Pasal Penghinaan Presiden Dibuat untuk Membungkam.
(kur)