Arus Balik dan Urbanisasi
A
A
A
Pada musim mudik lalu bisa kita lihat kepadatan penduduk lintas daerah. Masyarakat berbondong- bondong menuju kampung halaman demi berkumpul dengan sanak keluarga dan kerabat.
Di Indonesia, kegiatan ini berlangsung setiap tahunnya dan menjadi keunikan tersendiri dibanding negara-negara lainnya. Demikian adanya, kota-kota besar terlihat lebih lenggang dibanding hari-hari kerja, jalanan Ibu Kota terlihat sepi karena ditinggal para penghuninya untuk sementara waktu.
Namun, setelah musim arus balik tiba, kota-kota besar terlihat padat kembali. Bahkan lebih padat dari tahun sebelumnya karena adanya urbanisasi yang terjadi ketika arus balik terjadi. Ada gula ada semut. Peribahasa itu masih relevan sampai saat ini, di mana Jakarta dan kota-kota besar lainnya menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat untuk pindah dari desa ke kota.
Hal tersebut dilakukan dengan alasan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan layak. Padahal, itu akan menyebabkan timbulnya masalah baru, baik bagi orang tersebut maupun kota yang dituju jika tidak dibarengi dengan lapangan pekerjaan yang memadai dan fasilitas publik yang mendukung, terutama bagi migran di sektor informal.
Urbanisasi yang terjadi pasca lebaran merupakan bagian dari kewenangan pemerintah untuk mengendalikannya. Pemerintah kota atau kabupaten harus turun bersama- sama untuk bekerja sama dan berkoordinasi terkait penanganan urbanisasi dari hulu sampai hilir. Penanganan hal tersebut tidak hanya menekankan pada pencegahan kaum migran saja.
Pengembangan wilayah pedesaan yang menjanjikan sebagaimana wilayah kota dapat menjadi salah satu cara strategis untuk menekan angka urbanisasi. Hal ini menjadi titik penting bagi pemerintah provinsi dan pusat untuk menjalankan wewenangnya sekaligus sebagai upaya pembangunan jangka panjang.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2013 juga menyebutkan bahwa pengembangan wilayah desa dapat dijadikan sebagai terobosan untuk meningkatkan taraf hidup warga desa dalam sektor ekonomi maupun sosial. Urbanisasi yang terjadi sampai sekarang dapat dibendung jika pembangunan yang ada saat ini juga lebih mengarah ke desa.
Di sisi lain, menumbuhkan kecintaan warga desa terhadap desanya juga harus dipupuk agar masyarakat desa tidak tertarik lagi untuk kembali ke kota dan lebih mementingkan pengembangan desanya. Jika hal tersebut dapat dijaga dalam hal eksistensinya dan berkelanjutan dari generasi ke generasi, hal itu akan mengurangi ketergantungan masyarakat desa yang terlalu tinggi terhadap wilayah perkotaan.
Sehingga ke depannya desa-desa yang ada di Indonesia dapat mandiri secara ekonomi maupun sosial demi terwujudnya pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Dengan demikian, potensi yang ada di masing-masing desa akan termanfaatkan secara optimal dan dapat mendukung terciptanya kemandirian daerah yang ada di Indonesia.
AHMAD FAUZI
Mahasiswa Jurusan Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor
Di Indonesia, kegiatan ini berlangsung setiap tahunnya dan menjadi keunikan tersendiri dibanding negara-negara lainnya. Demikian adanya, kota-kota besar terlihat lebih lenggang dibanding hari-hari kerja, jalanan Ibu Kota terlihat sepi karena ditinggal para penghuninya untuk sementara waktu.
Namun, setelah musim arus balik tiba, kota-kota besar terlihat padat kembali. Bahkan lebih padat dari tahun sebelumnya karena adanya urbanisasi yang terjadi ketika arus balik terjadi. Ada gula ada semut. Peribahasa itu masih relevan sampai saat ini, di mana Jakarta dan kota-kota besar lainnya menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat untuk pindah dari desa ke kota.
Hal tersebut dilakukan dengan alasan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan layak. Padahal, itu akan menyebabkan timbulnya masalah baru, baik bagi orang tersebut maupun kota yang dituju jika tidak dibarengi dengan lapangan pekerjaan yang memadai dan fasilitas publik yang mendukung, terutama bagi migran di sektor informal.
Urbanisasi yang terjadi pasca lebaran merupakan bagian dari kewenangan pemerintah untuk mengendalikannya. Pemerintah kota atau kabupaten harus turun bersama- sama untuk bekerja sama dan berkoordinasi terkait penanganan urbanisasi dari hulu sampai hilir. Penanganan hal tersebut tidak hanya menekankan pada pencegahan kaum migran saja.
Pengembangan wilayah pedesaan yang menjanjikan sebagaimana wilayah kota dapat menjadi salah satu cara strategis untuk menekan angka urbanisasi. Hal ini menjadi titik penting bagi pemerintah provinsi dan pusat untuk menjalankan wewenangnya sekaligus sebagai upaya pembangunan jangka panjang.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2013 juga menyebutkan bahwa pengembangan wilayah desa dapat dijadikan sebagai terobosan untuk meningkatkan taraf hidup warga desa dalam sektor ekonomi maupun sosial. Urbanisasi yang terjadi sampai sekarang dapat dibendung jika pembangunan yang ada saat ini juga lebih mengarah ke desa.
Di sisi lain, menumbuhkan kecintaan warga desa terhadap desanya juga harus dipupuk agar masyarakat desa tidak tertarik lagi untuk kembali ke kota dan lebih mementingkan pengembangan desanya. Jika hal tersebut dapat dijaga dalam hal eksistensinya dan berkelanjutan dari generasi ke generasi, hal itu akan mengurangi ketergantungan masyarakat desa yang terlalu tinggi terhadap wilayah perkotaan.
Sehingga ke depannya desa-desa yang ada di Indonesia dapat mandiri secara ekonomi maupun sosial demi terwujudnya pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Dengan demikian, potensi yang ada di masing-masing desa akan termanfaatkan secara optimal dan dapat mendukung terciptanya kemandirian daerah yang ada di Indonesia.
AHMAD FAUZI
Mahasiswa Jurusan Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor
(ftr)