Momentum Kebangkitan Kedua NU
A
A
A
SURABAYA - Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) di Jombang, Jawa Timur, seyogianya menjadi momentum untuk mendorong kebangkitan kedua organisasi Islam terbesar dunia ini.
Kebangkitan pertama terjadi ketika NU dilahirkan KH Hasyim Asy’ari pada 1926. “Kebangkitan kedua akan terjadi ketika NU berusia 100 tahun pada 2026 yang kondisinya berbarengan dengan kebangkitan Asia,” ujar A’wan Pengurus Besar NU (PBNU) Mohammad Nuh di Surabaya kemarin.
Agar kebangkitan kedua NU dapat berjalan dengan baik, Nuh mengingatkan sejumlah hal yang perlu dipersiapkan, salah satunya memperkuat komitmen dengan mengacu pada komitmen awal pendirian NU. Dari komitmen awal itu, Nuh menilai NU perlu memperkuat pemberdayaan dan pelayanan kepada masyarakat, khususnya warga nahdliyin, dalam tiga bidang utama, yakni pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
“Kita harus berani melihat diri sendiri, apakah di tiga bidang itu kita sudah cukup punya produk dan kontribusi ikonik,” tutur mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu. Nuh menambahkan, setidaknya ada beberapa langkah strategis untuk menuju 100 tahun NU. Pertama , menaikkan leverage NU secara nasional dan internasional. Kedua, melestarikan dan memperkuat sistem ahlussunnah waljamaah (aswaja) untuk membangun peradaban bangsa dan umat manusia.
Ketiga, meningkatkan kemanfaatan terutama dalam memenuhi kebutuhan fundamental: pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Pengamat politik Islam Rumadi Ahmad menilai sudah sangat tepat NU menjadikan Islam Nusantara sebagai tema pada pelaksanaan muktamar kali ini.
Sebab, menurut dia, NU sebagai organisasi umat terbesar harus terus meneguhkan posisinya sebagai jangkar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut Rumadi, Indonesia beruntung memiliki organisasi seperti NU dan Muhammadiyah sehingga bila terjadi turbulensi politik, guncangan tersebut bisa diredam dan tidak langsung ke masyarakat.
“Kita masih punya jangkar. Negara lain kalau terjadi konflik sampai ke rakyat sehingga terjadi peperangan di tingkat bawah. Di Indonesia masih punya penyangga sehingga guncangan politik bisa diredam,” kata Rumadi kepada KORAN SINDO kemarin. Selain itu, NU juga harus menjadi payung dari seluruh umat tidak hanya NU, tapi juga bagi kelompok-kelompok lain yang beraneka ragam di Indonesia.
“Meski NU landasannya adalah ahlussunah waljamaah, NU juga harus melindungi kelompok lain sehingga NU menjadi rumah bersamasama,” ucapnya. Rumadi menjelaskan, Islam Nusantara hanya meneguhkan tradisi keagamaan yang dihayati NU. Islam Nusantara hanya sebuah penyebutan terhadap praktik-praktik beragama yang sudah dilakukan dan dihayati NU.
“Jangan dianggap Islam Nusantara itu aliran baru Islam, itu salah. NU sebagai salah satu pilar penting Islam di Indonesia ingin meneguhkan dirinya sebagai Islam yang pertama di mana kehadirannya tidak mempertentangkan antara paham keislaman dan kebangsaan, tapi justru bisa berjalan bersama,” ucapnya.
Akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Gun Gun Heryanto mengatakan dalam sejarahnya persinggungan NU dengan republik ini sangat signifikan baik dari sudut tatanan pendidikan maupun kebijakan kelembagaan. Sebagai lembaga dengan pengikut terbesar, NU menurut Gun Gun juga kerap menjadi penentu kebijakan di negeri ini.
Peran tokoh-tokoh ini seharusnya dapat menjadikan NU sebagai bagian dari penuntasan beragam persoalan bangsa ke depan. Meski demikian Gun Gun berharap NU tetap memegang teguh khitahnya sebagai organisasi keagamaan yang tidak ikut dalam kubangan politik pragmatis.
NU menurutnya harus tetap menjadi lembaga independen seperti semangat yang diusung saat pertama kali organisasi ini dibentuk. “Jangan sampai ada yang menarik lagi NU sebagai kelembagaan politik praktis. Tapi sebaliknya NU memberi roadmap untuk mempraktekkan high politic atau politik luhur,” tutur Gun Gun.
Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) KH Zaki Mubaroq mengatakan muktamar nanti diharapkan akan semakin mempertegas NU sebagai organisasi yang tampil untuk kedamaian. Organisasi yang punya peran besar dalam mengembangkan agama yang ramah, toleran, dan menghormati sesama. “Itu diharapkan tidak hanya di Indonesia tapi dunia,” kata Zaki di Jakarta kemarin.
Muktamar Ke-33 NU akan berlangsung 1-5 Agustus 2015. Kegiatan ini akan dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo nanti malam. Empat pondok pesantren akan menjadi lokasi bersama muktamar, yaitu Tambak Beras, Tebuireng, Denanyar, dan Peterongan, dengan pembukaan-penutupan dan rapat- rapat pleno dilangsungkan di Alun-alun Jombang.
Dian ramdhani/sucipto
Kebangkitan pertama terjadi ketika NU dilahirkan KH Hasyim Asy’ari pada 1926. “Kebangkitan kedua akan terjadi ketika NU berusia 100 tahun pada 2026 yang kondisinya berbarengan dengan kebangkitan Asia,” ujar A’wan Pengurus Besar NU (PBNU) Mohammad Nuh di Surabaya kemarin.
Agar kebangkitan kedua NU dapat berjalan dengan baik, Nuh mengingatkan sejumlah hal yang perlu dipersiapkan, salah satunya memperkuat komitmen dengan mengacu pada komitmen awal pendirian NU. Dari komitmen awal itu, Nuh menilai NU perlu memperkuat pemberdayaan dan pelayanan kepada masyarakat, khususnya warga nahdliyin, dalam tiga bidang utama, yakni pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
“Kita harus berani melihat diri sendiri, apakah di tiga bidang itu kita sudah cukup punya produk dan kontribusi ikonik,” tutur mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu. Nuh menambahkan, setidaknya ada beberapa langkah strategis untuk menuju 100 tahun NU. Pertama , menaikkan leverage NU secara nasional dan internasional. Kedua, melestarikan dan memperkuat sistem ahlussunnah waljamaah (aswaja) untuk membangun peradaban bangsa dan umat manusia.
Ketiga, meningkatkan kemanfaatan terutama dalam memenuhi kebutuhan fundamental: pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Pengamat politik Islam Rumadi Ahmad menilai sudah sangat tepat NU menjadikan Islam Nusantara sebagai tema pada pelaksanaan muktamar kali ini.
Sebab, menurut dia, NU sebagai organisasi umat terbesar harus terus meneguhkan posisinya sebagai jangkar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut Rumadi, Indonesia beruntung memiliki organisasi seperti NU dan Muhammadiyah sehingga bila terjadi turbulensi politik, guncangan tersebut bisa diredam dan tidak langsung ke masyarakat.
“Kita masih punya jangkar. Negara lain kalau terjadi konflik sampai ke rakyat sehingga terjadi peperangan di tingkat bawah. Di Indonesia masih punya penyangga sehingga guncangan politik bisa diredam,” kata Rumadi kepada KORAN SINDO kemarin. Selain itu, NU juga harus menjadi payung dari seluruh umat tidak hanya NU, tapi juga bagi kelompok-kelompok lain yang beraneka ragam di Indonesia.
“Meski NU landasannya adalah ahlussunah waljamaah, NU juga harus melindungi kelompok lain sehingga NU menjadi rumah bersamasama,” ucapnya. Rumadi menjelaskan, Islam Nusantara hanya meneguhkan tradisi keagamaan yang dihayati NU. Islam Nusantara hanya sebuah penyebutan terhadap praktik-praktik beragama yang sudah dilakukan dan dihayati NU.
“Jangan dianggap Islam Nusantara itu aliran baru Islam, itu salah. NU sebagai salah satu pilar penting Islam di Indonesia ingin meneguhkan dirinya sebagai Islam yang pertama di mana kehadirannya tidak mempertentangkan antara paham keislaman dan kebangsaan, tapi justru bisa berjalan bersama,” ucapnya.
Akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Gun Gun Heryanto mengatakan dalam sejarahnya persinggungan NU dengan republik ini sangat signifikan baik dari sudut tatanan pendidikan maupun kebijakan kelembagaan. Sebagai lembaga dengan pengikut terbesar, NU menurut Gun Gun juga kerap menjadi penentu kebijakan di negeri ini.
Peran tokoh-tokoh ini seharusnya dapat menjadikan NU sebagai bagian dari penuntasan beragam persoalan bangsa ke depan. Meski demikian Gun Gun berharap NU tetap memegang teguh khitahnya sebagai organisasi keagamaan yang tidak ikut dalam kubangan politik pragmatis.
NU menurutnya harus tetap menjadi lembaga independen seperti semangat yang diusung saat pertama kali organisasi ini dibentuk. “Jangan sampai ada yang menarik lagi NU sebagai kelembagaan politik praktis. Tapi sebaliknya NU memberi roadmap untuk mempraktekkan high politic atau politik luhur,” tutur Gun Gun.
Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) KH Zaki Mubaroq mengatakan muktamar nanti diharapkan akan semakin mempertegas NU sebagai organisasi yang tampil untuk kedamaian. Organisasi yang punya peran besar dalam mengembangkan agama yang ramah, toleran, dan menghormati sesama. “Itu diharapkan tidak hanya di Indonesia tapi dunia,” kata Zaki di Jakarta kemarin.
Muktamar Ke-33 NU akan berlangsung 1-5 Agustus 2015. Kegiatan ini akan dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo nanti malam. Empat pondok pesantren akan menjadi lokasi bersama muktamar, yaitu Tambak Beras, Tebuireng, Denanyar, dan Peterongan, dengan pembukaan-penutupan dan rapat- rapat pleno dilangsungkan di Alun-alun Jombang.
Dian ramdhani/sucipto
(bbg)