Parpol Dinilai Terlalu Pragmatis
A
A
A
JAKARTA - Minimnya calon peserta pilkada di 12 daerah menandakan rendahnya kontribusi partai politik (parpol) dalam menghasilkan calon pemimpin untuk daerah.
Partai cenderung pragmatis dan lebih mengedepankan kepentingan tanpa memikirkan pendidikan politik untuk masyarakat. Penilaian demikian disampaikan pengamat politik Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti dan budayawan Romo Benny Susetyo. Mereka pun mengingatkan tugas parpol dalam mengembangkan demokrasi di Tanah Air.
“Partai harus dimintai pertanggungjawaban. Jadi jangan istilahnya sistem yang disalahkan, tapi kenapa mereka tidak merasa punya salah,” ujar Ray Rangkuti seusai menjadi pembicara diskusi “Potensi Ancaman Pilkada” kemarin di Jakarta.
Menurut Ray, parpol seharusnya terus menghasilkan kader-kader terbaik. Mereka harus terus berpikir bagaimana caranya membawa paradigma politik yang dianutnya melalui penempatan calon pemimpin yang diusungnya di kursi kepala daerah. Dia pun menyayangkan minimnya calon dari parpol untuk bertarung dengan calon yang disebut-sebut memiliki elektabilitas tinggi.
Menurutnya budaya kompetisi harus ditumbuhkan sebagai bagian dari pendewasaan berpolitik. “Harus ada budaya oposisi dari parpol. Oleh karena itu fenomena ini dikembalikan kepada parpol, bagaimana menghasilkan kandidat, mendidik masyarakat bersaing,” katanya.
Benny Susetyo sepakat parpol harus lebih bertanggung jawab dalam menyikapi minimnya calon kepala daerah yang didaftarkan. Dia mengingatkan bahwa sudah menjadi tugas parpol menyediakan calon pemimpin daerah. Namun, kenyataannya, sebagian besar parpol bersikap pragmatis.
Selama parpolnya masih transaksional, pragmatis, mereka tidak akan memberi sumbangan bagi demokrasi substansial, tetapi justru membuat demokrasi itu tidak mampu melahirkan regenerasi kepemimpinan. “Hal itu karena parpol orientasinya saya dapat apa memperoleh apa, maka tidak ada perubahan mendasar,” tandasnya.
Melihat kondisi demikian, Benny mengajak rakyat untuk cerdas dalam melihat calon tunggal yang ada. Ukurannya apakah pemimpin yang maju tersebut bisa membawa perubahan, kesejahteraan, dan kemakmuran.
Lebih jauh dia mengingatkan agar dalam proses politik rakyat menjadi subjek, bukan objek. “Itu sebabnya rakyat memegang peranan penting dalam proses sirkulasi politik. Kalau partai mencari aman, pasti yang didukung hanya incumbent yang potensial menang karena incumbent diuntungkan banyak hal,” ucap Benny.
Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menegaskan, tidak ada hubungannya antara calon tunggal di daerah dengan pragmatisme parpol karena semua parpol menginginkan menang dalam pilkada karena pilkada serentak ini berkorelasi pada pemilu legislatif dan pilpres mendatang. “Jadi maunya ngusung calon yang elektabilitasnya tinggi dan berkualitas,” kata Riza saat dihubungi.
Oleh karena itu, Riza menjelaskan, ketika ada calon yang unggul di suatu daerah, parpol akan mendukungnya meskipun calon itu berasal dari parpol lain. Karena harus ada fakta politik yang harus disadari parpol sebelum mengajukan calon sendiri di suatu daerah. “Kalau tidak menang dan tidak cukup bersaing, maka parpol akan realistis mendukung parpol mana pun yang dipercaya,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR itu.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PKB Daniel Johan membantah bahwa parpol pragmatis. Menurut dia, munculnya calon tunggal di suatu daerah tidak ada hubungannya dengan sikap pragmatis parpol karena dalam menentukan pasangan calon setiap parpol melakukan proses fit and proper test terlebih dahulu. “Mereka(parpol) menginginkan faktor besar kemenangan jadi pertimbangan utama, jadi sangat normal,” kata Daniel saat dihubungi.
Menurut Daniel, PKB sendiri masih berupaya untuk bisa mencalonkan kadernya di 12 daerah yang baru memiliki satu pasangan calon dan bahkan belum ada pasangan calonnya. Namun dia mengingatkan ada banyak pertimbangan untuk bisa mengajukan calon di suatu daerah. “Yang jadi masalah bukan kurangnya kader potensial. Tapi, begitu maju harus menyiapkan seluruh energi yang ada, baik itu mental, spiritual, fisik maupun materiil,” ujar anggota Komisi IV DPR itu.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PAN Eddy Soeparno berpendapat, pragmatisme bukan merupakan faktor utama bagi parpol untuk tidak mengusung calon sendiri di suatu daerah. Menurut dia, ada pertimbangan lain bagi parpol untuk mengusung pasangan kandidat. “Pragmatisme merupakan faktor yang kesekian dalam hal ini,” kata Eddy.
Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum mengumumkan sampai Rabu (29/7) pukul 00.00 WIB tercatat ada 12 dari 269 wilayah penyelenggara pilkada serentak yang memiliki calon kurang dari dua pasangan maupun tidak ada calon sama sekali. Sesuai Surat Edaran (SE) KPU Nomor 403 Tahun 2015, untuk daerah-daerah yang memiliki kurang dari dua pasangan calon, pendaftarannya bisa diperpanjang.
Sementara itu, KPU di daerah sejak kemarin mulai menyosialisasikan kondisi terakhir jumlah calon yang telah mendaftar di daerah masingmasing kepada partai politik. Penyampaian informasi lebih ditekankan pada daerah yang belum memenuhi jumlah pilkada untuk mengajak agar partai politik bisa segera mendaftarkan calonnya.
“Sosialisasi setidaknya teman-teman sudah lakukan upaya membuat berita acara untuk diplenokan dan supaya tahapan dilakukan sebagaimana adanya,” ujar Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah.
Mendagri Tawarkan Tiga opsi
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menawarkan tiga opsi penyelesaian untuk daerah yang gagal memenuhi jumlah calon pilkadanya hingga penutupan pendaftaran tahap kedua.
Opsi ini akan dibahas terlebih dahulu dengan KPU, Bawaslu maupun DPR untuk menentukan mana di antara ketiganya yang akan digunakan untuk menuntaskan persoalan calon tunggal tersebut. “Nanti kita lihat kalau sampai dibuka dua tahap (pendaftaran) masih juga ada yang belum terpenuhi jumlah calonnya, akan kita tentukan opsi mana yang akan kita pakai,” ujar Tjahjo saat menyambangi Kantor MNC News Jakarta semalam.
Tiga opsi yang dimaksud Tjahjo adalah daerah yang tidak bisa memenuhi jumlah calon akan diikutsertakan di pilkada selanjutnya 2017, opsi kedua menyediakan kolom kosong (bumbung kosong) di surat suara, dan opsi ketiga menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengatasi persoalan tersebut. “Jadi tiga opsi ini yang akan kita bahas setelah ditutupnya tahap kedua pendaftaran,” tuturnya.
Tjahjo menjamin apabila sampai dilakukan pembahasan ini, keputusannya akan diambil secepatnya. Mengingat proses pilkada serentak sendiri tidak memiliki waktu yang banyak dalam setiap tahapannya. “Kita jamin tidak akan mengulur- ulur, sehari kalau bisa selesai akan kita tentukan,” kata Tjahjo.
Khusus untuk opsi perppu, Tjahjo menekankan pilihan ini baru akan diambil Presiden apabila terpenuhi kondisi kegentingan di dalamnya. Sebab, apabila tidak, pemerintah tidak akan menggunakan opsi ini. “Kalau satu dua daerah yang gagal apakah itu perlu atau tidak perppu? Masa cuma satu dua daerah dari 269 kan wajar ada error -nya,” ucap Tjahjo.
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menyerahkan pilihan-pilihan penyelesaian daerah yang belum memenuhi jumlah calon kepada pihak yang berwenang. Menurutnya KPU akan melaksanakan apa pun yang diatur oleh undangundang (UU). “Jadi kita penyelenggara tidak ingin juga mencari jalan keluarnya, tapi pihak lain tolong bantu untuk cari jalan keluarnya,” kata Hadar.
Termasuk wacana dikeluarkannya perppu pemerintah, Hadar mengatakan hal itu kewenangan pemerintah dan pihaknya bukanlah pihak yang tepat untuk mengomentarinya. “Silakan saja (dengan perppu). Itu bukan urusan kami. Jangan kondisinya tuh seakan-akan KPU yang harus memastikan pilkada pada tahun ini karena peraturannya tidak cukup,” tegas Hadar.
Hadar menambahkan yang dapat dilakukan KPU hanya memberikan waktu tambahan kepada partai politik yang belum mendaftarkan calonnya mengikuti pilkada di daerah dan berharap waktu tambahan ini bisa dimaksimalkan.
Dian ramdhani/ Kiswondari
Partai cenderung pragmatis dan lebih mengedepankan kepentingan tanpa memikirkan pendidikan politik untuk masyarakat. Penilaian demikian disampaikan pengamat politik Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti dan budayawan Romo Benny Susetyo. Mereka pun mengingatkan tugas parpol dalam mengembangkan demokrasi di Tanah Air.
“Partai harus dimintai pertanggungjawaban. Jadi jangan istilahnya sistem yang disalahkan, tapi kenapa mereka tidak merasa punya salah,” ujar Ray Rangkuti seusai menjadi pembicara diskusi “Potensi Ancaman Pilkada” kemarin di Jakarta.
Menurut Ray, parpol seharusnya terus menghasilkan kader-kader terbaik. Mereka harus terus berpikir bagaimana caranya membawa paradigma politik yang dianutnya melalui penempatan calon pemimpin yang diusungnya di kursi kepala daerah. Dia pun menyayangkan minimnya calon dari parpol untuk bertarung dengan calon yang disebut-sebut memiliki elektabilitas tinggi.
Menurutnya budaya kompetisi harus ditumbuhkan sebagai bagian dari pendewasaan berpolitik. “Harus ada budaya oposisi dari parpol. Oleh karena itu fenomena ini dikembalikan kepada parpol, bagaimana menghasilkan kandidat, mendidik masyarakat bersaing,” katanya.
Benny Susetyo sepakat parpol harus lebih bertanggung jawab dalam menyikapi minimnya calon kepala daerah yang didaftarkan. Dia mengingatkan bahwa sudah menjadi tugas parpol menyediakan calon pemimpin daerah. Namun, kenyataannya, sebagian besar parpol bersikap pragmatis.
Selama parpolnya masih transaksional, pragmatis, mereka tidak akan memberi sumbangan bagi demokrasi substansial, tetapi justru membuat demokrasi itu tidak mampu melahirkan regenerasi kepemimpinan. “Hal itu karena parpol orientasinya saya dapat apa memperoleh apa, maka tidak ada perubahan mendasar,” tandasnya.
Melihat kondisi demikian, Benny mengajak rakyat untuk cerdas dalam melihat calon tunggal yang ada. Ukurannya apakah pemimpin yang maju tersebut bisa membawa perubahan, kesejahteraan, dan kemakmuran.
Lebih jauh dia mengingatkan agar dalam proses politik rakyat menjadi subjek, bukan objek. “Itu sebabnya rakyat memegang peranan penting dalam proses sirkulasi politik. Kalau partai mencari aman, pasti yang didukung hanya incumbent yang potensial menang karena incumbent diuntungkan banyak hal,” ucap Benny.
Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menegaskan, tidak ada hubungannya antara calon tunggal di daerah dengan pragmatisme parpol karena semua parpol menginginkan menang dalam pilkada karena pilkada serentak ini berkorelasi pada pemilu legislatif dan pilpres mendatang. “Jadi maunya ngusung calon yang elektabilitasnya tinggi dan berkualitas,” kata Riza saat dihubungi.
Oleh karena itu, Riza menjelaskan, ketika ada calon yang unggul di suatu daerah, parpol akan mendukungnya meskipun calon itu berasal dari parpol lain. Karena harus ada fakta politik yang harus disadari parpol sebelum mengajukan calon sendiri di suatu daerah. “Kalau tidak menang dan tidak cukup bersaing, maka parpol akan realistis mendukung parpol mana pun yang dipercaya,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR itu.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PKB Daniel Johan membantah bahwa parpol pragmatis. Menurut dia, munculnya calon tunggal di suatu daerah tidak ada hubungannya dengan sikap pragmatis parpol karena dalam menentukan pasangan calon setiap parpol melakukan proses fit and proper test terlebih dahulu. “Mereka(parpol) menginginkan faktor besar kemenangan jadi pertimbangan utama, jadi sangat normal,” kata Daniel saat dihubungi.
Menurut Daniel, PKB sendiri masih berupaya untuk bisa mencalonkan kadernya di 12 daerah yang baru memiliki satu pasangan calon dan bahkan belum ada pasangan calonnya. Namun dia mengingatkan ada banyak pertimbangan untuk bisa mengajukan calon di suatu daerah. “Yang jadi masalah bukan kurangnya kader potensial. Tapi, begitu maju harus menyiapkan seluruh energi yang ada, baik itu mental, spiritual, fisik maupun materiil,” ujar anggota Komisi IV DPR itu.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PAN Eddy Soeparno berpendapat, pragmatisme bukan merupakan faktor utama bagi parpol untuk tidak mengusung calon sendiri di suatu daerah. Menurut dia, ada pertimbangan lain bagi parpol untuk mengusung pasangan kandidat. “Pragmatisme merupakan faktor yang kesekian dalam hal ini,” kata Eddy.
Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum mengumumkan sampai Rabu (29/7) pukul 00.00 WIB tercatat ada 12 dari 269 wilayah penyelenggara pilkada serentak yang memiliki calon kurang dari dua pasangan maupun tidak ada calon sama sekali. Sesuai Surat Edaran (SE) KPU Nomor 403 Tahun 2015, untuk daerah-daerah yang memiliki kurang dari dua pasangan calon, pendaftarannya bisa diperpanjang.
Sementara itu, KPU di daerah sejak kemarin mulai menyosialisasikan kondisi terakhir jumlah calon yang telah mendaftar di daerah masingmasing kepada partai politik. Penyampaian informasi lebih ditekankan pada daerah yang belum memenuhi jumlah pilkada untuk mengajak agar partai politik bisa segera mendaftarkan calonnya.
“Sosialisasi setidaknya teman-teman sudah lakukan upaya membuat berita acara untuk diplenokan dan supaya tahapan dilakukan sebagaimana adanya,” ujar Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah.
Mendagri Tawarkan Tiga opsi
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menawarkan tiga opsi penyelesaian untuk daerah yang gagal memenuhi jumlah calon pilkadanya hingga penutupan pendaftaran tahap kedua.
Opsi ini akan dibahas terlebih dahulu dengan KPU, Bawaslu maupun DPR untuk menentukan mana di antara ketiganya yang akan digunakan untuk menuntaskan persoalan calon tunggal tersebut. “Nanti kita lihat kalau sampai dibuka dua tahap (pendaftaran) masih juga ada yang belum terpenuhi jumlah calonnya, akan kita tentukan opsi mana yang akan kita pakai,” ujar Tjahjo saat menyambangi Kantor MNC News Jakarta semalam.
Tiga opsi yang dimaksud Tjahjo adalah daerah yang tidak bisa memenuhi jumlah calon akan diikutsertakan di pilkada selanjutnya 2017, opsi kedua menyediakan kolom kosong (bumbung kosong) di surat suara, dan opsi ketiga menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengatasi persoalan tersebut. “Jadi tiga opsi ini yang akan kita bahas setelah ditutupnya tahap kedua pendaftaran,” tuturnya.
Tjahjo menjamin apabila sampai dilakukan pembahasan ini, keputusannya akan diambil secepatnya. Mengingat proses pilkada serentak sendiri tidak memiliki waktu yang banyak dalam setiap tahapannya. “Kita jamin tidak akan mengulur- ulur, sehari kalau bisa selesai akan kita tentukan,” kata Tjahjo.
Khusus untuk opsi perppu, Tjahjo menekankan pilihan ini baru akan diambil Presiden apabila terpenuhi kondisi kegentingan di dalamnya. Sebab, apabila tidak, pemerintah tidak akan menggunakan opsi ini. “Kalau satu dua daerah yang gagal apakah itu perlu atau tidak perppu? Masa cuma satu dua daerah dari 269 kan wajar ada error -nya,” ucap Tjahjo.
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menyerahkan pilihan-pilihan penyelesaian daerah yang belum memenuhi jumlah calon kepada pihak yang berwenang. Menurutnya KPU akan melaksanakan apa pun yang diatur oleh undangundang (UU). “Jadi kita penyelenggara tidak ingin juga mencari jalan keluarnya, tapi pihak lain tolong bantu untuk cari jalan keluarnya,” kata Hadar.
Termasuk wacana dikeluarkannya perppu pemerintah, Hadar mengatakan hal itu kewenangan pemerintah dan pihaknya bukanlah pihak yang tepat untuk mengomentarinya. “Silakan saja (dengan perppu). Itu bukan urusan kami. Jangan kondisinya tuh seakan-akan KPU yang harus memastikan pilkada pada tahun ini karena peraturannya tidak cukup,” tegas Hadar.
Hadar menambahkan yang dapat dilakukan KPU hanya memberikan waktu tambahan kepada partai politik yang belum mendaftarkan calonnya mengikuti pilkada di daerah dan berharap waktu tambahan ini bisa dimaksimalkan.
Dian ramdhani/ Kiswondari
(ftr)