Menjaga Marwah Anak

Sabtu, 25 Juli 2015 - 11:08 WIB
Menjaga Marwah Anak
Menjaga Marwah Anak
A A A
JAZULI JUWAINI
Ketua Fraksi PKS DPR RI

Setiap tanggal 23 Juli kita memperingati Hari Anak Nasional. Tentu peringatan itu tidak dimaksudkan sekadar monumen yang membatu, melainkan sebagai sarana bagi negara cq pemerintah dan kita semua yang peduli terhadap anak-anak untuk melakukan refleksi tentang masa depan dan arah tujuan pembangunan dan perlindungan terhadap anak-anak Indonesia.

Berbicara tentang anak adalah berbicara tentang masa depan karena anak adalah penerus dan pewaris generasi, bukan hanya bagi orang tua dan keluarganya, melainkan bagi bangsa bahkan bagi peradaban. Karena itu, berbicara tentang anak– dalam konteks bernegara–tidak hanya bicara tentang kondisi kekinian, tapi sejatinya kita sedang berbicara tentang mimpi dan imajinasi sebuah bangsa.

Dengan cara pandang tersebut, pekerjaan terbesar kita sebagai sebuah bangsa adalah mempersiapkan generasi dan itu artinya mempersiapkan anak-anak dengan pendidikan dan karakter yang unggul karena anak-anak yang berkualitas adalah modal bangsa yang kuat dan tangguh di masa depan.

Dengan cara pandang yang sama, negara dan pemerintah serta kita semua harus menempatkan anak-anak–siapa pun dan dalam kondisi apa pun mereka–sebagai aset dan investasi masa depan. Segala upaya harus dilakukan untuk membangun dan melindungi anakanak sejalan dengan kebutuhan tumbuh kembangnya pada masa depan.

Seperti apa visi negara dalam mewujudkan pendidikan dan karakter anak-anak Indonesia? Jawabnya luar biasa, konstitusi kitatelahmelukiskansecara apik profil anak-anak Indonesia yaitu anak-anak yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Vide: Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945). Dalam UU Sisdiknas profil tersebut dijabarkan lebih lanjut menjadi:

”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Vide: Pasal 3 UU No 20 Tahun 2003). Inilah profil karakter yang kita inginkan sebagai sebuah bangsa terhadap anak-anak kita masa kini dan masa depan dan inilah marwah serta kebanggaan (dignity) anak-anak Indonesia.

Peran Vital Keluarga

Anak terlahir dari rahim ibu lalu tumbuh dan berkembang dalam buaian ibu dan ayahnya dalam institusi keluarga. Entitas inilah yang menjadi pembentuk kepribadian (karakter) yang pertama dan paling utama bagi anak. Dalam sebuah hadis, Nabi SAW memberikan isyarat bahwa setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah (murni) dan orang tuanya yang membentuk kepribadiannya.

Ajaran Nabi di atas memberikan pesan kuat kepada orang tua dan keluarga agar bertanggung jawab penuh dan mengambil peran vital sebagai pendidik dan pembentuk karakter anak yang pertama dan paling utama sebelum dan sepanjang anak-anak mengenal dunia, membaur dengan lingkungan serta hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Ketangguhan mental dan kepribadian positif anak-anak yang tercermin dalam pribadi yang religius, beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, sikap jujur, sopan, santun, mandiri, dan bertanggung jawab dan sebagainya dapat diajarkan dan ditumbuhkan pada anak sejak dini.

Dalam hal ini orang tua sebagai teladan dalam keluarga. Kepribadian dan perilaku orang tua harus sejalan dengan pendidikan yang diberikan. Ingat pepatah ”buah jatuh tak jauh dari pohonnya” sehingga kepribadian dan karakter anak menurun dari orang tuanya. Hanya, tidak sedikit orang tua yang menyerahkan masalah pendidikan anak pada sekolah dan lembaga pendidikan, bahkan dengan biaya yang tidak sedikit.

Tentu ikhtiar orang tua tersebut patut kita apresiasi, apalagi dilandasi oleh keinginan kuat agar anak-anak mendapatkan pendidikan terbaik di luar. Meski demikian, perlu diingatkan bahwa ikhtiar tersebut sama sekali tidak melepaskan dan menggugurkan peran orang tua sebagai pendidik dan pembentuk karakter anak yang utama dan paling utama.

Maraknya kasus permasalahananakdanremaja: kenakalanremaja, kecanduan pornografi dan pornoaksi, pergaulan bebas, narkoba, kekerasan oleh anak, serta perilaku negatif lainnya oleh anak-anak jika ditelisik lebih dalam bersumber dari keluarga yang abai pada pendidikan dan tumbuh kembang anak, akibat orang tua yang terlalu sibuk dan tidak fokus pada anak sehingga anak kurang belaian dan kasih sayang( intimate) dari orangtuanya.

Dengan semua gambaran di atas, sudah saatnya orang tua kembali dan fokus pada pendidikan dan pembentukan karakter anak-anak mereka. Ambil penuh tanggung jawab dan peran vital itu. Kokohkan keluarga lalu selamatkan anak-anak kita, jangan abai pada masa depan mereka dengan merasa puas menyerahkan pendidikan mereka pada sekolah-sekolah formal dan lembaga pendidikan lainnya.

Tanggung Jawab Negara

Negara punya tanggung jawab dan peran yang tak kalah penting dalam mewujudkan anak-anak Indonesia yang berkualitas dan berkarakter karena negara berkepentingan untuk memastikan kemajuan bangsa ini di masa yang akan datang. Kekuatan negara ada pada kemampuannya untuk mengatur serta ”memaksa” untuk taat pada aturan tersebut, melindungi, dan melayani rakyatnya.

Karena itu, negara tidak boleh abai, apalagi absen terhadap kondisi anak-anak Indonesia. Pertama, negara harus mantap (firm) dan tanggap melihat anak sebagai investasi masa depan. Mereka bukan masalah, apalagi beban betapa pun bermasalah kondisi dan keadaannya. Karena itu, negara harus proaktif dan responsif serta tak boleh abai pada kondisi penelantaran anak, eksploitasi anak, apalagi kekerasan terhadap anak.

Pemerintah dan aparat penegak hukum harus melindungi anak Indonesia dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi. Kedua, mengingat penting dan vitalnya peran keluarga, negara harus hadir melalui instrumen yang dimiliki untuk aktif mengokohkan peran keluarga dalam mendidik dan membentuk karakter anak.

Untuk itu, perlu regulasi setingkat undangundang untuk mempromosikan ketahanan atau kekokohan keluarga, dan tentu saja negara harus mengarusutamakannya (family mainstreaming) dalam dimensi kebijakan negara. Ketiga, negara harus bertanggung jawab mewujudkan lingkungan yang aman dan nyaman bagi tumbuh kembang anak dengan segala potensinya.

Fasilitas publik yang protumbuh kembang anak harus banyak diadakan seperti taman-taman (tempat terbuka hijau), tempat bermain dan edukasi, fasilitas olahraga dan seni/kreativitas, dan sebagainya. Negara melalui instrumen aturan dan pengawasanjuga harus mempromosikan kehadiran tuntunan pada setiap tontonan yang tersaji pada pelbagai media publik khususnya televisi.

Negara harus tegas menghentikan tontonan/tayangan media yang jelas-jelas merusak mental dan karakter anak-anak Indonesia. Keempat, negara harus aktif mendorong partisipasi masyarakat untuk mengambil peran dalam menjaga tumbuh kembang anak-anak Indonesia sehingga lahir sensitivitas publik terhadap kebutuhan maupun ancamanterhadaptumbuhkembang anak.

Jika ikhtiar di atas dilakukan dengan penuh komitmen dan tanggung jawab, penulis yakin marwah anak-anak Indonesia akan semakin kokoh, anakanak tumbuh berkarakter, siap dan mampu bersaing menghadapi tantangan global, sehingga masa depan bangsa ini juga semakin mantap di tangan mereka. Wallahuaalam.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0739 seconds (0.1#10.140)