Seumur Hidup untuk Pembunuh Ade Sara
A
A
A
JAKARTA - Imam Al Hafitd dan Assyifa Ramadhani, dua pelaku pembunuhan keji Ade Sara Angelina Suroto, akhirnya mendapat hukuman penjara seumur hidup. Vonis Mahkamah Agung (MA) ini membatalkan hukuman 20 tahun penjara sebelumnya.
Putusan MA ini mengabulkan upaya kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, sebelumnya Hafitd dan Assyifa divonis penjara selama 20 tahun. Vonis ini dikuatkan lagi di Pengadilan Tinggi Jakarta. ”Kasasinya ini yang diajukan JPU dikabulkan MA. Menolak kasasi terdakwa,” ungkap Juru Bicara MA, Suhadi, di Jakarta kemarin.
Pembunuhan sadis yang mengagetkan publik ini terjadi pada 3 Maret 2014 lalu. Dilatarbelakangi motif cinta segitiga, dua pasang kekasih yang berusia 19 tahun ini membunuh Ade Sara dengan kejam. Keduanya menyiksa mahasiswi Universitas Bunda Mulia (UBM) Jakarta ini dengan memasukkan kertas koran ke tenggorokan korban.
Tak hanya itu, keduanya juga sempat menyetrum korban berulang kali dengan aki mobil. Di dalam mobil, Ade Sara juga ditelanjangi kedua pelaku. Setelah itu, mayat korban dibuang. Mayat Ade ditemukan dua hari kemudian di pinggir jalan tol Jakarta Outer Ring Road ruas Bintara Km 41, Bekasi, Jawa Barat.
Pembunuhan ini berawal dari rasa sakit hati keduanya terhadap Ade Sara. Hafitd diketahui sebagai mantan kekasih Ade Sara, sedangkan Assyifa merupakan kekasih Hafitd saat melakukan pembunuhan. Suhadi menyatakan, putusan ini diketok majelis hakim pada 9 Juli lalu dengan ketua hakim agung Andi Abu Ayyub Saleh serta anggota Margono dan Dudu D Machmudin.
Menurut dia, putusan yang sudah diketok majelis bisa langsung dieksekusi tanpa harus menunggu salinan putusan. Sebab setelah vonis dijatuhkan, MA akan mengirimkan petikan putusan ke pengadilan pengaju. ”Jadi ketika sudah diputus akan dikirimkan petikan putusannya dan sudah bisa dieksekusi,” tandasnya.
Hafitd dan Assyifa diadili dengan berkas terpisah. Hafitd diadili dengan berkas perkara nomor 793 K/PID/ 2015, sedangkan Assyifa dengan nomor 791 K/PID/2015. Ketika ditanya alasan MA menganulir hukuman 20 tahun penjara pembunuh Ade Sara, Suhadi menyatakan tidak berwenang menyampaikan itu. ”Kalau pertimbangan itu nanti ada di putusan, kan saya tidak boleh memberikan komentar,” sebutnya.
Sementara dalam pertimbangan vonis majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, keduanya secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Ade Sara. Bukan hanya itu, dari sudut perbuatan, keduanya dinilai kasar, kejam, dan sadis karena motif ini didasarkan hal sepele berupa putus cinta hingga menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
Bahkan hakim PN Jakpus tidak melihat satu pun hal yang dapat meringankan perbuatan kedua terdakwa. Atas hal itu, PT Jakarta pun menguatkan putusan PN berupa 20 tahun penjara. Vonis penjara seumur hidup ini sesuai dengan keinginan orang tua Ade Sara.
Ayah Ade Sara, Suroto, menilai sudah selayaknya kedua terdakwa itu mendapatkan hukuman seumur hidup sesuai dengan tuntutan JPU. Bahkan saat mengetahui kedua pelaku hanya divonis 20 tahun penjara di PN Jakpus, Suroto mengaku sangat kecewa. ”Mereka sudah menghilangkan nyawa seseorang, nyawa Sara. Ini tidak adil. Mereka memang masih anak-anak, tapi ini hukuman dan proses keadilan harus tetap dijalankan. Ditegakkan dengan seadil-adilnya,” katanya.
Suroto mengungkapkan, berdasarkan fakta-fakta persidangan, kedua terdakwa telah terbukti melakukan pembunuhan berencana. Pakar pidana Universitas Indonesia (UI) Achyar Salmi menilai vonis kasasi terhadap pembunuh Ade Sara seharusnya bisa berupa hukuman mati karena terbukti melakukan pembunuhan berencana. Ini merujuk pada isi pasal 340 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP).
Namun vonis seumur hidup yang dijatuhkan MA pun harus tetap dihormati dan tidak bisa disalahkan karena majelis hakim pasti memiliki pertimbangan kuat atas putusannya. ”Yang diambil majelis ini bukanlah teori pembalasan, yakni harus diputus setimpal dengan perbuatannya, yaitu mati dibalas dengan hukuman mati, tapi ini majelis masih menggunakan teori tujuan,” ungkap Achyar.
Jika dilihat dari perbuatannya, sangat dimungkinkan majelis menjatuhkan hukuman mati bagi kedua pelaku. Menurut Achyar, perbuatan yang dilakukan keduanya penuh dengan penganiayaan sebelum akhirnya Ade Sara tak bernyawa.
”Jadi jangan hanya melihat sisi pelaku saat ini, tapi juga lihat posisi si korban. Berapa lama orang itu menderita dengan penganiayaan seperti itu?” lanjutnya. Vonis majelis hakim sudah tepat walaupun sebenarnya bisa saja dijatuhi hukuman maksimal hukuman mati.
Nurul adriyana
Putusan MA ini mengabulkan upaya kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, sebelumnya Hafitd dan Assyifa divonis penjara selama 20 tahun. Vonis ini dikuatkan lagi di Pengadilan Tinggi Jakarta. ”Kasasinya ini yang diajukan JPU dikabulkan MA. Menolak kasasi terdakwa,” ungkap Juru Bicara MA, Suhadi, di Jakarta kemarin.
Pembunuhan sadis yang mengagetkan publik ini terjadi pada 3 Maret 2014 lalu. Dilatarbelakangi motif cinta segitiga, dua pasang kekasih yang berusia 19 tahun ini membunuh Ade Sara dengan kejam. Keduanya menyiksa mahasiswi Universitas Bunda Mulia (UBM) Jakarta ini dengan memasukkan kertas koran ke tenggorokan korban.
Tak hanya itu, keduanya juga sempat menyetrum korban berulang kali dengan aki mobil. Di dalam mobil, Ade Sara juga ditelanjangi kedua pelaku. Setelah itu, mayat korban dibuang. Mayat Ade ditemukan dua hari kemudian di pinggir jalan tol Jakarta Outer Ring Road ruas Bintara Km 41, Bekasi, Jawa Barat.
Pembunuhan ini berawal dari rasa sakit hati keduanya terhadap Ade Sara. Hafitd diketahui sebagai mantan kekasih Ade Sara, sedangkan Assyifa merupakan kekasih Hafitd saat melakukan pembunuhan. Suhadi menyatakan, putusan ini diketok majelis hakim pada 9 Juli lalu dengan ketua hakim agung Andi Abu Ayyub Saleh serta anggota Margono dan Dudu D Machmudin.
Menurut dia, putusan yang sudah diketok majelis bisa langsung dieksekusi tanpa harus menunggu salinan putusan. Sebab setelah vonis dijatuhkan, MA akan mengirimkan petikan putusan ke pengadilan pengaju. ”Jadi ketika sudah diputus akan dikirimkan petikan putusannya dan sudah bisa dieksekusi,” tandasnya.
Hafitd dan Assyifa diadili dengan berkas terpisah. Hafitd diadili dengan berkas perkara nomor 793 K/PID/ 2015, sedangkan Assyifa dengan nomor 791 K/PID/2015. Ketika ditanya alasan MA menganulir hukuman 20 tahun penjara pembunuh Ade Sara, Suhadi menyatakan tidak berwenang menyampaikan itu. ”Kalau pertimbangan itu nanti ada di putusan, kan saya tidak boleh memberikan komentar,” sebutnya.
Sementara dalam pertimbangan vonis majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, keduanya secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Ade Sara. Bukan hanya itu, dari sudut perbuatan, keduanya dinilai kasar, kejam, dan sadis karena motif ini didasarkan hal sepele berupa putus cinta hingga menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
Bahkan hakim PN Jakpus tidak melihat satu pun hal yang dapat meringankan perbuatan kedua terdakwa. Atas hal itu, PT Jakarta pun menguatkan putusan PN berupa 20 tahun penjara. Vonis penjara seumur hidup ini sesuai dengan keinginan orang tua Ade Sara.
Ayah Ade Sara, Suroto, menilai sudah selayaknya kedua terdakwa itu mendapatkan hukuman seumur hidup sesuai dengan tuntutan JPU. Bahkan saat mengetahui kedua pelaku hanya divonis 20 tahun penjara di PN Jakpus, Suroto mengaku sangat kecewa. ”Mereka sudah menghilangkan nyawa seseorang, nyawa Sara. Ini tidak adil. Mereka memang masih anak-anak, tapi ini hukuman dan proses keadilan harus tetap dijalankan. Ditegakkan dengan seadil-adilnya,” katanya.
Suroto mengungkapkan, berdasarkan fakta-fakta persidangan, kedua terdakwa telah terbukti melakukan pembunuhan berencana. Pakar pidana Universitas Indonesia (UI) Achyar Salmi menilai vonis kasasi terhadap pembunuh Ade Sara seharusnya bisa berupa hukuman mati karena terbukti melakukan pembunuhan berencana. Ini merujuk pada isi pasal 340 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP).
Namun vonis seumur hidup yang dijatuhkan MA pun harus tetap dihormati dan tidak bisa disalahkan karena majelis hakim pasti memiliki pertimbangan kuat atas putusannya. ”Yang diambil majelis ini bukanlah teori pembalasan, yakni harus diputus setimpal dengan perbuatannya, yaitu mati dibalas dengan hukuman mati, tapi ini majelis masih menggunakan teori tujuan,” ungkap Achyar.
Jika dilihat dari perbuatannya, sangat dimungkinkan majelis menjatuhkan hukuman mati bagi kedua pelaku. Menurut Achyar, perbuatan yang dilakukan keduanya penuh dengan penganiayaan sebelum akhirnya Ade Sara tak bernyawa.
”Jadi jangan hanya melihat sisi pelaku saat ini, tapi juga lihat posisi si korban. Berapa lama orang itu menderita dengan penganiayaan seperti itu?” lanjutnya. Vonis majelis hakim sudah tepat walaupun sebenarnya bisa saja dijatuhi hukuman maksimal hukuman mati.
Nurul adriyana
(ftr)