Izinkan Poltik Dinasti, MK Dinilai Tidak Adil
A
A
A
JAKARTA - Komisi II DPR kecewa dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus pasal tentang larangan politik dinasti. MK dinilai tidak mamahami niat pembentukkan pasal tentang hal itu.
"Saya pribadi, kami Komisi II DPR kecewa apa yang diputuskan MK," ujar Ahmad Riza Patria dalam diskusi polemik Sindo Trijaya Network bertajuk Petahana Petaka Demokrasi di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (11/7/2015).
Majelis Hakim MK pada Rabu 8 Juli lalu memutuskan membatalkan Pasal 7 huruf r Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. (Baca:Politik Dinasti Diizinkan, Bawaslu Diminta Kuatkan Pengawsan)
MK menilai pasal tentang larangan bagi calon kepala daerah yang memiliki konflik kepentingan dengan petahanan atau kepala daerah sebelumnya itu melanggar konstitusi.
Riza menilai MK tidak melihat latar belakang pembentukan pasal yang mengatur politik dinasti tersebut. "MK seolah bicara keadilan hak politik warga, namun itu hanya keluarga petahana tapi tidak adil ke warga yag lebih besar," kata politikus Partai Gerindra ini.
Dia menilai politik dinasti tidak adil karena tidak dipungkiri petahana sulit dilawan. Apalagi, kata dia, petanana bisa menyelipkan bantuan sosial atau bantuan lainnya untuk meningkatkan elektabilitasnya.
PILIHAN:
Acapkali Blunder, Pejabat Lingkar Istana Layak Direshuffle
"Saya pribadi, kami Komisi II DPR kecewa apa yang diputuskan MK," ujar Ahmad Riza Patria dalam diskusi polemik Sindo Trijaya Network bertajuk Petahana Petaka Demokrasi di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (11/7/2015).
Majelis Hakim MK pada Rabu 8 Juli lalu memutuskan membatalkan Pasal 7 huruf r Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. (Baca:Politik Dinasti Diizinkan, Bawaslu Diminta Kuatkan Pengawsan)
MK menilai pasal tentang larangan bagi calon kepala daerah yang memiliki konflik kepentingan dengan petahanan atau kepala daerah sebelumnya itu melanggar konstitusi.
Riza menilai MK tidak melihat latar belakang pembentukan pasal yang mengatur politik dinasti tersebut. "MK seolah bicara keadilan hak politik warga, namun itu hanya keluarga petahana tapi tidak adil ke warga yag lebih besar," kata politikus Partai Gerindra ini.
Dia menilai politik dinasti tidak adil karena tidak dipungkiri petahana sulit dilawan. Apalagi, kata dia, petanana bisa menyelipkan bantuan sosial atau bantuan lainnya untuk meningkatkan elektabilitasnya.
PILIHAN:
Acapkali Blunder, Pejabat Lingkar Istana Layak Direshuffle
(dam)