Lima Fraksi Dorong Revisi UU MK

Selasa, 07 Juli 2015 - 01:28 WIB
Lima Fraksi Dorong Revisi...
Lima Fraksi Dorong Revisi UU MK
A A A
JAKARTA - Lima fraksi di DPR mendorong untuk revisi Undang-undang (UU) Nomor 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

Sikap tersebut merupakan tanggapan atas permintaan hakim MK yang meminta agar waktu penanganan sengketa hasil Pilkada Serentak 2015 di 269 daerah diperpanjang dari 45 hari menjadi 60 hari.

Lima fraksi tersebut yakni, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PAN, Fraksi PKS, dan Fraksi PPP yang menilai penting agenda revisi UU MK.

Karena, penanganan sengketa hasil di MK merupakan bagian dari pelaksanaan Pilkada Serentak 2015 yang harus mencerminkan jurdil, luber, efektif, dan efisien.

Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman dan Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin yang berasal dari Fraksi Partai Golkar memiliki pandangan sama untuk mendorong revisi UU Nomor 8/2015 tentang Pilkada dan revisi UU MK.

Aziz berpandangan, dengan batas waktu 45 hari, MK hanya akan memiliki waktu sekitar 37 menit untuk menyelesaikan satu perkara perselisihan hasil pilkada.

"Angka 37 menit itu didapat jika pasangan calon kepala daerah-calon wakil kepala daerah di separuh daerah yang mengikuti pilkada mengajukan gugatan sengketa hasil pilkada. Dan waktu itu tidak cukup," kata Aziz dalam Rapat Konsultasi Komisi II dan Komisi III DPR bersama dengan MK, Mendagri, Menkumham, Kapolri, KPU, dan Bawaslu, Senayan, Jakarta, Senin 6 Juli 2015.

Sementara Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria menilai, revisi UU MK ini diperlukan karena MK merupakan lembaga yang akan memproses sengketa pilkada nantinya.

Dan MK sendiri sudah meminta adanya penambahan waktu penyelesaian senggketa dari 45 hari menjadi 60 hari lewat revisi UU MK. "Mudah-mudahan sebelumnya semua sudah selesai sebelum revisi UU MK," ucap Riza di kesempatan sama.

Selain itu lanjutnya, banyak persoalan yang perlu diperbaiki dalam UU Pilkada sehingga, UU Pilkaada hendaknya juga perlu direvisi.

Yang mana terjadi pembekakan anggaran 30-40 persen yang bertentangan dengan semangat Pilkada Serentak 2015 yang efektif dan efisien. Masalah calon petahana yang masih debatable.

"Perlu ada revisi UU agar tidak jadi beban pemerintah. Perlu ada solusi. Kami sarankan perlunya revisi UU Pilkada dilaksanakan sebelum pilkada," tutupnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0820 seconds (0.1#10.140)