Sangkal Suap Akil Mochtar, Bupati Morotai Ajukan Praperadilan
A
A
A
JAKARTA - Bupati Morotai, Maluku Utara, Rusli Sibua berniat melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas penetapan tersangka yang ditujukan pada dirinya.
Salah satu pengacaranya, Achmad Rifai mengatakan, tindakan ini dilakukan lantaran kliennya disebut sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap sengketa Pilkada Kepulauan Morotai di Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2011. Dia menilai, perkara yang dilakukan KPK tidaklah memiliki landasan hukum yang kuat.
Mengingat ketiga saksi dalam persidangan mantan Ketua MK Akil Mochtar yang menyatakan bahwa Rusli telah melakukan penyuapan terkait sengketa Pilkada Pulau Morotai kini dilaporkan atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah.
"Ketiga saksi dalam persidangan Akil Mochtar tersebut, yakni Sahrin Hamid, Mukhlis Tapi Tapi, dan M Djuhfrry kini berstatus terlapor di Mabes Polri. Kasusnya juga sedang dalam penanganan kepolisian," kata Rifai saat dikonfirmasi wartawan, Senin (6/7/2015).
Lebih lanjut, Rifai menjelaskan, saat sengketa ini terjadi kliennya juga didampingi oleh Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto (BW) sebagai pengacaranya. Sehingga, dia menilai kasus ini tidak seperti yang dituduhkan.
"Silakan konfirmasi langsung ke Pak Bambang, Pak Rusli tidak pernah melakukan suap seperti yang dituduhkan," ungkapnya.
Atas dasar itu, Rifai pun akan segera melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). "Hari ini (mendaftar praperadilan ke PN Jaksel), nanti jam 1-an," terangnya.
KPK menetapkan Rusli dalam dugaan suap dalam sengketa Pilkada Kepulauan Morotai Maluku Utara di Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2011. Dia resmi menjadi tersangka pada 25 Juni 2015 pasca penyidik KPK menemukan dua bukti permulaan yang cukup terhadapnya.
Nama Rusli Sibua disebut dalam surat dakwaan Akil. Diketahui, bahwa Rusli menyuap Akil Mochtar sebesar Rp2,989 miliar dari total Rp6 miliar yang dimintanya.
Uang itu diberikan sebagai maksud agar MK menolak permohonan keberatan hasil Pilkada Kepulauan Morotai, Maluku Utara yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Rusli diduga melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
PILIHAN:
Soal Polemik PP JHT, Jokowi Dinilai Paling Pantas Disalahkan
Kembali Salah Teken Perpres, Jokowi Salah Pilih Pembantu
Salah satu pengacaranya, Achmad Rifai mengatakan, tindakan ini dilakukan lantaran kliennya disebut sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap sengketa Pilkada Kepulauan Morotai di Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2011. Dia menilai, perkara yang dilakukan KPK tidaklah memiliki landasan hukum yang kuat.
Mengingat ketiga saksi dalam persidangan mantan Ketua MK Akil Mochtar yang menyatakan bahwa Rusli telah melakukan penyuapan terkait sengketa Pilkada Pulau Morotai kini dilaporkan atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah.
"Ketiga saksi dalam persidangan Akil Mochtar tersebut, yakni Sahrin Hamid, Mukhlis Tapi Tapi, dan M Djuhfrry kini berstatus terlapor di Mabes Polri. Kasusnya juga sedang dalam penanganan kepolisian," kata Rifai saat dikonfirmasi wartawan, Senin (6/7/2015).
Lebih lanjut, Rifai menjelaskan, saat sengketa ini terjadi kliennya juga didampingi oleh Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto (BW) sebagai pengacaranya. Sehingga, dia menilai kasus ini tidak seperti yang dituduhkan.
"Silakan konfirmasi langsung ke Pak Bambang, Pak Rusli tidak pernah melakukan suap seperti yang dituduhkan," ungkapnya.
Atas dasar itu, Rifai pun akan segera melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). "Hari ini (mendaftar praperadilan ke PN Jaksel), nanti jam 1-an," terangnya.
KPK menetapkan Rusli dalam dugaan suap dalam sengketa Pilkada Kepulauan Morotai Maluku Utara di Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2011. Dia resmi menjadi tersangka pada 25 Juni 2015 pasca penyidik KPK menemukan dua bukti permulaan yang cukup terhadapnya.
Nama Rusli Sibua disebut dalam surat dakwaan Akil. Diketahui, bahwa Rusli menyuap Akil Mochtar sebesar Rp2,989 miliar dari total Rp6 miliar yang dimintanya.
Uang itu diberikan sebagai maksud agar MK menolak permohonan keberatan hasil Pilkada Kepulauan Morotai, Maluku Utara yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Rusli diduga melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
PILIHAN:
Soal Polemik PP JHT, Jokowi Dinilai Paling Pantas Disalahkan
Kembali Salah Teken Perpres, Jokowi Salah Pilih Pembantu
(kri)